BAGIAN KESEBELAS: PERANG UHUD1 (1/3)
Muhammad Husain Haekal
Persiapan Quraisy di Mekah - Berangkat perang -
Bagaimana Muhammad mengetahui Muslimin bermusyawarah;
bertahan di Medinah atau menyongsong musuh di luar -
Kemenangan dan kekalahan - Nabi berangkat dari Medinah
- Berhadapan dengan lawan - Abu Sufyan dan Quraisy
kembali ke Mekah.
SEJAK terjadinya perang Badr pihak Quraisy sudah tidak pernah
tenang lagi. Juga penstiwa Sawiq tidak membawa keuntungan
apa-apa buat mereka. Lebih-lebih karena kesatuan Zaid b.
Haritha telah berhasil mengambil perdagangan mereka ketika
mereka hendak pergi ke Syam melalui jalan Irak. Hal ini
mengingatkan mereka pada korban-korban Badr dan menambah besar
keinginan mereka hendak membalas dendam. Bagaimana Quraisy
akan dapat melupakan peristiwa itu, sedang mereka adalah
bangsawan-bangsawan dan pemimpin-pemimpin Mekah,
pembesar-pembesar yang angkuh dan punya kedudukan terhormat?
Bagaimana mereka akan dapat melupakannya, padahal
wanita-wanita Mekah selalu ingat akan korban-korban yang
terdiri dari anak, atau saudara, bapak, suami atau teman
sejawat? Mereka selalu berkabung, selalu menangisi dan
meratapi.
Demikianlah keadaannya. Orang-orang Quraisy sejak Abu Sufyan
b. Harb datang membawa kafilahnya dari Syam, yang telah
menyebabkan timbulnya perang Badr, begitu juga mereka yang
selamat kembali dan Badr, telah menghentikan kafilah dagang
itu di Dar'n-Nadwa. Pembesar-pembesar mereka yang terdiri dari
Jubair b. Mut'im, Shafwan b. Umayya' 'Ikrima b. Abi Jahl,
Harith b. Hisyam, Huaitib b. Abd'l-'Uzza dan yang lain, telah
mencapai kata sepakat, bahwa kafilah dagang itu akan dijual,
keuntungannya akan disisihkan dan akan dipakai menyiapkan
angkatan perang guna memerangi Muhammad, dengan memperbesar
jumlah dan perlengkapannya. Selanjutnya tenaga kabilah-kabilah
akan dikerahkan dan supaya ikut serta bersama-sama dengan
Quraisy menuntut balas terhadap kaum Muslimin. Ikut pula
dikerahkan di antaranya Abu 'Azza penyair yang telah dimaafkan
oleh Nabi dan antara tawanan perang Badr. Begitu juga kabilah
Ahabisy2 yang mau ikut mereka dikerahkan pula. Wanita-wanita
pun mendesak akan ikut pergi berperang.
Mereka berunding lagi. Ada yang berpendapat supaya kaum wanita
juga ikut serta.
"Biar mereka bertugas merangsang kemarahan kamu, dan
mengingatkan kamu kepada korban-korban Badr. Kita adalah
masyarakat yang sudah bertekad mati, tidak akan pulang sebelum
sempat melihat mangsa kita, atau kita sendiri mati untuk itu."
"Saudara-saudara dari Quraisy," kata yang lain lagi.
"Melepaskan wanita-wanita kita kepada musuh, bukanlah suatu
pendapat yang baik. Apabila kalian mengalami kekalahan,
wanita-wanita kitapun akan tercemar."
Sementara mereka sedang dalam perundingan itu tiba-tiba Hindun
bt. 'Utba, isteri Abu Sufyan berteriak kepada mereka yang
menentang ikut sertanya kaum wanita itu:
"Kamu yang selamat dari perang Badr kamu kembali kepada
isterimu. Ya. Kita berangkat dan ikut menyaksikan peperangan.
Jangan ada orang yang menyuruh kami pulang, seperti
gadis-gadis kita dulu dalam perjalanan ke Badr disuruh kembali
ketika sudah sampai di Juhfa.3 Kemudian orang-orang yang
menjadi kesayangan kita waktu itu terbunuh, karena tak ada
orang yang dapat memberi semangat kepada mereka."
Akhirnya pihak Quraisy berangkat dengan membawa kaum wanitanya
juga, dipimpin oleh Hindun. Dialah orang paling panas hati
ingin membalas dendam, karena dalam peristiwa Badr itu
ayahnya, saudaranya dan orang-orang yang dicintainya telah
mati terbunuh. Keberangkatan Quraisy dengan tujuan Medinah
yang disiapkan dari Dar'n-Nadwa itu terdiri dan tiga brigade.
Brigade terbesar dipimpin oleh Talha b. Abi Talha terdiri dari
3000 orang. Kecuali 100 orang saja dari Thaqif,4 selebihnya
semua dari Mekah, termasuk pemuka-pemuka, sekutu-sekutu serta
golongan Ahabisynya. Perlengkapan dan senjata tidak sedikit
yang mereka bawa, dengan 200 pasukan berkuda dan 3000 unta, di
antaranya 700 orang berbaju besi.
Sesudah ada kata sepakat, sekarang sudah siap mereka akan
berangkat. Sementara itu 'Abbas b. Abd'l-Muttalib, paman Nabi,
yang juga berada di tengah-tengah mereka, dengan teliti dan
saksama sekali memperhatikan semua kejadian itu. Disamping
kesayangannya pada agama nenek-moyangnya dan agama golongannya
sendiri, juga Abbas mempunyai rasa solider dan sangat
mengagumi Muhammad. Masih ingat ia perlakuannya yang begitu
baik ketika perang Badr. Mungkin karena rasa kagum dan
solidernya itu yang membuat dia ikut Muhammad menyaksikan
Ikrar 'Aqaba dan berbicara kepada Aus dan Khazraj bahwa kalau
mereka tidak akan dapat mempertahankan kemenakannya itu
seperti mempertahankan isteri dan anak-anak mereka sendiri,
biarkan sajalah keluarganya sendiri yang melindunginya,
seperti yang sudah-sudah.
Hal inilah yang mendorongnya - tatkala diketahuinya keputusan
Quraisy akan berangkat dengan kekuatan yang begitu besar -
sampai ia menulis surat menggambarkan segala tindakan,
persiapan dan perlengkapan mereka itu. Surat itu diserahkannya
kepada seseorang dari kabilah Ghifar supaya disampaikan kepada
Nabi. Dan orang inipun sampai di Medinah dalam tiga hari, dan
surat itupun diserahkan.
Dalam pada itu pasukan Quraisypun sudah pula berangkat sampai
di Abwa'. Ketika melalui makam Aminah bt. Wahb, timbul rasa
panas hati beberapa orang yang pendek pikiran. Terpikir oleh
mereka akan membongkarnya. Tetapi pemuka-pemuka mereka menolak
perbuatan demikian; supaya jangan kelak menjadi kebiasaan
Arab.
"Jangan menyebut-nyebut soal ini," kata mereka. "Kalau ini
kita lakukan, Banu Bakr dan Banu Khuza'a akan membongkar juga
kuburan mayat-mayat kita."
Quraisy meneruskan perjalanan sampai di 'Aqiq, kemudian;
mereka berhenti di kaki gunung Uhud, dalam jarak lima mil dari
Medinah.
Orang dari Ghifar yang diutus oleh Abbas b. Abd'l-Muttalib
membawa surat ke Medinah itu telah sampai. Setelah
diketahuinya berada di Quba', ia langsung pergi ke sana dan
dijumpainya Muhammad di depan pintu mesjid sedang menunggang
keledai
Diserahkannya surat itu kepadanya, yang kemudian dibacakan
oleh Ubay b. Ka'b. Muhammad minta isi surat itu supaya
dirahasiakan, dan ia kembali ke Medinah langsung menemui Sa'd
ibn'l-Rabi' di rumahnya. Diceritakannya apa yang telah
disampaikan 'Abbas kepadanya itu dan juga dimintanya supaya
hal itu dirahasiakan. Akan tetapi isteri Sa'd yang sedang
dalam rumah waktu itu mendengar juga percakapan mereka, dan
dengan demikian sudah tentu tidak lagi hal itu menjadi
rahasia.
Dua orang anak-anak Fudzala, yaitu Anas dan Mu'nis, oleh
Muhammad ditugaskan menyelidiki keadaan Quraisy. Menurut
pengamatan mereka kemudian ternyata Quraisy sudah mendekati
Medinah. Kuda dan unta mereka dilepaskan di padang rumput
sekeliling Medinah. Di samping dua orang itu kemudian Muhammad
mengutus lagi Hubab ibn'l-Mundhir bin'l-Jamuh. Setelah keadaan
mereka itu disampaikan kepadanya seperti dikabarkan oleh
'Abbas, Nabi s.a.w. jadi terkejut sekali. Ketika kemudian
Salama b. Salama keluar, ia melihat barisan depan pasukan kuda
Quraisy sudah mendekati Medinah, bahkan sudah hampir memasuki
kota. Ia segera kembali dan apa yang dilihatnya itu
disampaikannya kepada masyarakatnya. Sudah tentu pihak Aus dan
Khazraj, begitu juga semua penduduk Medinah merasa kuatir
sekali akan akibat serbuan ini, yang dalam sejarah perang,
Quraisy belum pernah mengadakan persiapan sebaik itu.
Pemuka-pemuka Muslimin dari penduduk Medinah malam itu
berjaga-jaga dengan senjata di mesjid guna menjaga keselamatan
Nabi. Sepanjang malam itu seluruh kota dijaga ketat.
Keesokan harinya orang-orang terkemuka dari kalangan Muslimin
dan mereka yang pura-pura Islam - atau orang-orang munafik
seperti disebutkan waktu itu dan seperti dilukiskan pula oleh
Qur'an - oleh Nabi diminta berkumpul; lalu mereka sama-sama
bermusyawarah, bagaimana seharusnya menghadapi musuh Nabi
'alaihi's-salam berpendapat akan tetap bertahan dalam kota dan
membiarkan Quraisy di luar kota. Apabila mereka mencoba
menyerbu masuk kota maka penduduk kota ini akan lebih mampu
menangkis dan mengalahkan mereka. Abdullah b. Ubay b. Salul
mendukung pendapat Nabi itu dengan mengatakan:
"Rasulullah, biasanya kami bertempur di tempat ini, kaum
wanita dan anak-anak sebagai benteng kami lengkapi dengan
batu. Kota kami sudah terjalin dengan bangunan sehingga ia
merupakan benteng dari segenap penjuru. Apabila musuh sudah
muncul, maka wanita-wanita dan anak-anak melempari mereka
dengan batu. Kami sendiri menghadapi mereka di jalan-jalan
dengan pedang. Rasulullah, kota kami ini masih perawan, belum
pernah diterobos orang. Setiap ada musuh menyerbu kami ke
dalam kota ini kami selalu dapat menguasainya, dan setiap kami
menyerbu musuh keluar, maka selalu kami yang dikuasai.
Biarkanlah mereka itu. Rasulullah. Ikutlah pendapat saya dalam
hal ini. Saya mewarisi pendapat demikian ini dari
pemuka-pemuka dan ahli-ahli pikir golongan kami."
Apa yang dikatakan oleh Abdullah b. Ubayy itu adalah merupakan
pendapat terbesar sahabat-sahabat Rasulullah - baik Muhajirin
ataupun Anshar, mereka sependapat dengan Rasul a.s. Akan
tetapi pemuda-pemuda yang bersemangat yang belum mengalami
perang Badr - juga orang-orang yang sudah pernah ikut dan
mendapat kemenangan disertai hati yang penuh iman, bahwa tak
ada sesuatu kekuatan yang dapat mengalahkan mereka - lebih
suka berangkat keluar menghadapi musuh di tempat mereka
berada. Mereka kuatir akan disangka segan keluar dan mau
bertahan di Medinah karena takut menghadapi musuh. Seterusnya
apabila mereka ini di pinggiran dan di dekat kota akan lebih
kuat dari musuh. Ketika dulu mereka di Badr penduduk tidak
mengenal mereka samasekali.
Salah seorang diantara mereka ada yang berkata:
"Saya tidak ingin melihat Quraisy kembali ketengah-tengah
golongannya lalu mengatakan: Kami telah mengepung Muhammad di
dalam benteng dan kubu-kubu Yathrib. Ini akan membuat Quraisy
lebih berani. Mereka sekarang sudah menginjak-injak daun palm
kita. Kalau tidak kita usir mereka dari kebun kita, kebun kita
tidak akan dapat ditanami lagi. Orang-orang Quraisy yang sudah
tinggal selama setahun dapat mengumpulkan orang, dapat menarik
orang-orang Arab, dari badwinya sampai kepada Ahabisynya.
Kemudian, dengan membawa kuda dan mengendarai unta, mereka
kini telah sampai ke halaman kita. Mereka akan mengurung kita
di dalam rumah kita sendiri? Didalam benteng kita sendiri?
Lalu mereka pulang kembali dengan kekayaan tanpa mengalami
luka samasekali. Kalau kita turuti, mereka akan lebih berani.
Mereka akan menyerang kita dan menaklukkan daerah-daerah kita.
Kota kita akan berada dibawah pengawasan mereka. Kemudian
jalan kitapun akan mereka potong."
Selanjutnya penganjur-penganjur yang menghendaki supaya keluar
menyongsong musuh masing-masing telah berbicara
berturut-turut. Mereka semua mengatakan, bahwa bila Tuhan
memberikan kemenangan kepada mereka atas musuh itu, itulah
yang mereka harapkan, dan itu pula kebenaran yang telah
dijanjikan Tuhan kepada RasulNya. Kalaupun mereka mengalami
kekalahan dan mati syahid pula, mereka akan mendapat surga.
Kata-kata yang menanamkan semangat keberanian dan mati syahid
ini, sangat menggetarkan hati mereka. Jiwa mereka tergugah
semua untuk sama-sama menempuh arus ini, untuk berbicara
dengan nada yang sama. Waktu itu, bagi orang-orang yang kini
sedang berhadap-hadapan dengan Muhammad, orang-orang yang
hatinya sudah penuh dengan iman kepada Allah dan RasulNya,
kepada Qur'an dan Hari Kemudian, yang tampak di hadapan mereka
hanyalah wajah kemenangan terhadap musuh agresor itu.
Pedang-pedang mereka akan mencerai-beraikan musuh itu, akan
membuat mereka. centang-perenang, dan rampasan perang akan
mereka kuasai. Lukisan surga adalah bagi mereka yang terbunuh
di jalan agama. Di tempat itu akan terdapat segala yang
menyenangkan hati dan mata, akan bertemu dengan kekasih yang
juga sudah turut berperang dan mati syahid.
"Ucapan yang sia-sia tidak mereka dengar di tempat itu, juga
tidak yang akan membawa dosa. Yang ada hanyalah ucapan "Damai!
Damai!" (Qur'an, 56: 25-26)
"Mudah-mudahan Tuhan memberikan kemenangan kepada kita, atau
sebaliknya kita mati syahid," kata Khaithama Abu Sa'd b.
Khaithama. "Dalam perang Badr saya telah meleset. Saya sangat
mendambakannya sekali, sehingga begitu besarnya kedambaan saya
sampai saya bersama anak saya turut ambil bagian dalam
pertempuran itu. Tapi kiranya dia yang beruntung; ia telah
gugur, mati syahid. Semalam saya bermimpi bertemu dengan anak
saya, dan dia berkata: Susullah kami, kita bertemu dalam
surga. Sudah saya terima apa yang dijanjikan Tuhan kepada
saya. Ya Rasulullah, sungguh rindu saya akan menemuinya dalam
surga. Saya sudah tua, tulang sudah rapuh. Saya ingin bertemu
Tuhan."
Setelah jelas sekali suara terbanyak ada pada pihak yang mau
menyerang dan menghadapi musuh di luar kota, Muhammad berkata
kepada mereka:
"Saya kuatir kamu akan kalah."
Tetapi mereka ingin berangkat juga. Tak ada jalan lain iapun
menyerah kepada pendapat mereka. Cara musyawarah ini sudah
menjadi undang-undang dalam kehidupannya. Dalam sesuatu
masalah ia tidak mau bertindak sendiri, kecuali yang sudah
diwahyukan Tuhan kepadanya.
Hari itu hari Jum'at. Nabi memimpin sembahyang jamaah, dan
kepada mereka diberitahukan, bahwa atas ketabahan hati mereka
itu, mereka akan beroleh kemenangan. Lalu dimintanya mereka
bersiap-siap menghadapi musuh.
Selesai sembahyang Asar Muhammad masuk kedalam rumahnya
diikuti oleh Abu Bakr dan Umar. Kedua orang ini memakaikan
sorban dan baju besinya dan ia mengenakan pula pedangnya.
Sementara ia tak ada di tempat itu orang di luar sedang ramai
bertukar pikiran. Usaid b. Hudzair dan Sa'd b. Mu'adh -
keduanya termasuk orang yang berpendapat mau bertahan dalam
kota berkata kepada mereka yang berpendapat mau menyerang
musuh di luar:
"Tuan-tuan mengetahui, Rasulullah berpendapat mau bertahan
dalam kota, lalu tuan-tuan berpendapat lain lagi, dan
memaksanya bertempur ke luar. Dia sendiri enggan berbuat
demikian. Serahkan sajalah soal ini di tangannya. Apa yang
diperintahkan kepadamu, jalankanlah. Apabila ada sesuatu yang
disukainya atau ada pendapatnya, taatilah."
Mendengar keterangan itu mereka yang menyerukan supaya
menyerang saja, jadi lebih lunak. Mereka menganggap telah
menentang Rasul mengenai sesuatu yang mungkin itu datang dari
Tuhan. Setelah kemudian Nabi datang kembali ke tengah-tengah
mereka, dengan memakai baju besi dan sudah pula mengenakan
pedangnya, mereka yang tadinya menghendaki supaya mengadakan
serangan berkata:
"Rasulullah, bukan maksud kami hendak menentang tuan.
Lakukanlah apa yang tuan kehendaki. Juga kami tidak bermaksud
memaksa tuan. Soalnya pada Tuhan, kemudian pada tuan."
"Kedalam pembicaraan yang semacam inilah saya ajak tuan-tuan
tapi tuan-tuan menolak," kata Muhammad. "Tidak layak bagi
seorang nabi yang apabila sudah mengenakan pakaian besinya
lalu akan menanggalkannya kembali, sebelum Tuhan memberikan
putusan antara dirinya dengan musuhnya. Perhatikanlah apa yang
saya perintahkan kepada kamu sekalian, dan ikuti. Atas
ketabahan hatimu, kemenangan akan berada di tanganmu."
Demikianlah prinsip musyawarah itu oleh Muhammad sudah
dijadikan undang-undang dalam kehidupannya. Apabila sesuatu
masalah yang dibahas telah diterima dengan suara terbanyak,
maka hal itu tak dapat dibatalkan oleh sesuatu keinginan atau
karena ada maksud-maksud tertentu. Sebaliknya ia harus
dilaksanakan, tapi orang yang akan melaksanakannya harus pula
dengan cara yang sebaik-baiknya dan diarahkan ke suatu sasaran
yang yang akan mencapai sukses.
Sekarang Muhammad berangkat memimpin kaum Muslimin menuju
Uhud. Di Syaikhan5 ia berhenti. Dilihatnya di tempat itu ada
sepasukan tentara yang identitasnya belum dikenal. Ketika
ditanyakan, kemudian diperoleh keterangan, bahwa mereka itu
orang-orang Yahudi sekutu Abdullah b. Ubayy. Lalu kata Nabi
'alaihi'ssalam: "Jangan minta pertolongan orang-orang musyrik
dalam melawan orang musyrik, - sebelum mereka masuk Islam."
(bersambung ke bagian 2/3)
---------------------------------------------
Bapakku
Bapakku yang Sangat Tegas Akan Sesuatu yang Dia Anggap Fundamental, Berprinsip Kuat. Sangat Religius. Jawa Banyumasan. Gualakeee Poll, hehehe...
Read More







0 komentar:
Post a Comment