Selamat Datang Di Emye Private Blog
Membaca, mendengar, dan menterjemahkan Al Qur'an
Sedikit Bigraphy Singkat tentang Aku.
Title

Bapakku

Bapakku yang Sangat Tegas Akan Sesuatu yang Dia Anggap Fundamental, Berprinsip Kuat. Sangat Religius. Jawa Banyumasan. Gualakeee Poll, hehehe...

Read More
Title

Ibuku

Ibuku.., Seorang Wanita yang Sangat Kuat, Tegar dan Banyak Akal. Bisa Menjadi Seorang Ibu Sekaligus "seorang ayah" Juga. Smart dalam bertahan hidup, Sabar di Keseharian, Walau Galak Tapi Pemaaf... Saluut Untukmu Mah...!

Read More
Title

Aku Yang...

Inilah Yang Dulu Selalu Mencari Masalah, dan Terkena Masalah dan Hampir Terkubur Karenanya.. Berharap Maaf dariNYA, Kedua Orangtuaku dan Juga Kalian Semua.. Do'akan RidhoNYA Untukku ya.. Terimakasih Untuk Kalian Semua...

Read More
Title

Rumahku Hidupku..No Place Like Home

Di Sinilah Awal Semua Kisahku.., Di Awali Dengan Kasih Sayang dan Pengharapan dan Di Jalani Dengan Kegilaan lalu Berakhir dengan Keterpurukan. No More Fly..No More Sky and No More Cry...

Read More
Title

Seberkas CahayaNYA...

Menunggu dan Berharap Banyak dariNYA... Jawaban dan Ampunan Setelah Doa-doa yang Kutambatkan.. Setiap Detik, Setiap Saat Sebelum Saat Akhir Hidupku Tiba...

Read More
Title

Pikirkan Dulu!

Pikirkan dan Pertimbangkan Semua Pilihan. Karena Kau Harus Memilih, Gunakan Kata Hatimu. Ambil Apa Yang Baik Dari Kisahku Kawan.. Semua Hikmah. Sekarang atau Tidak Sama Sekali..!!!?

Read More

Sejarah Hidup Rasulullah Muhammad SAW

October 18, 2011
BAGIAN KESEBELAS: PERANG UHUD1                           (1/3)
 Muhammad Husain Haekal
 
    Persiapan Quraisy di Mekah - Berangkat perang -
    Bagaimana Muhammad mengetahui   Muslimin bermusyawarah;
    bertahan di Medinah atau menyongsong musuh di luar -
    Kemenangan dan kekalahan - Nabi berangkat dari Medinah
    - Berhadapan dengan lawan - Abu Sufyan dan Quraisy
    kembali ke Mekah.
 
 SEJAK terjadinya perang Badr pihak Quraisy sudah tidak  pernah
 tenang  lagi.  Juga  penstiwa  Sawiq  tidak membawa keuntungan
 apa-apa buat  mereka.  Lebih-lebih  karena  kesatuan  Zaid  b.
 Haritha  telah  berhasil  mengambil  perdagangan mereka ketika
 mereka hendak pergi  ke  Syam  melalui  jalan  Irak.  Hal  ini
 mengingatkan mereka pada korban-korban Badr dan menambah besar
 keinginan mereka hendak  membalas  dendam.  Bagaimana  Quraisy
 akan  dapat  melupakan  peristiwa  itu,  sedang  mereka adalah
 bangsawan-bangsawan     dan      pemimpin-pemimpin      Mekah,
 pembesar-pembesar  yang  angkuh dan punya kedudukan terhormat?
 Bagaimana   mereka   akan    dapat    melupakannya,    padahal
 wanita-wanita  Mekah  selalu  ingat  akan  korban-korban  yang
 terdiri dari anak,  atau  saudara,  bapak,  suami  atau  teman
 sejawat?   Mereka   selalu  berkabung,  selalu  menangisi  dan
 meratapi.
 
 Demikianlah keadaannya. Orang-orang Quraisy sejak  Abu  Sufyan
 b.  Harb  datang  membawa  kafilahnya  dari  Syam,  yang telah
 menyebabkan timbulnya perang Badr,  begitu  juga  mereka  yang
 selamat  kembali  dan  Badr, telah menghentikan kafilah dagang
 itu di Dar'n-Nadwa. Pembesar-pembesar mereka yang terdiri dari
 Jubair  b.  Mut'im,  Shafwan  b.  Umayya' 'Ikrima b. Abi Jahl,
 Harith b. Hisyam, Huaitib b. Abd'l-'Uzza dan yang lain,  telah
 mencapai  kata  sepakat, bahwa kafilah dagang itu akan dijual,
 keuntungannya akan  disisihkan  dan  akan  dipakai  menyiapkan
 angkatan  perang  guna  memerangi Muhammad, dengan memperbesar
 jumlah dan perlengkapannya. Selanjutnya tenaga kabilah-kabilah
 akan  dikerahkan  dan  supaya  ikut  serta bersama-sama dengan
 Quraisy menuntut  balas  terhadap  kaum  Muslimin.  Ikut  pula
 dikerahkan di antaranya Abu 'Azza penyair yang telah dimaafkan
 oleh Nabi dan antara tawanan perang Badr. Begitu juga  kabilah
 Ahabisy2  yang  mau ikut mereka dikerahkan pula. Wanita-wanita
 pun mendesak akan ikut pergi berperang.
 
 Mereka berunding lagi. Ada yang berpendapat supaya kaum wanita
 juga ikut serta.
 
 "Biar   mereka   bertugas   merangsang   kemarahan  kamu,  dan
 mengingatkan  kamu  kepada  korban-korban  Badr.  Kita  adalah
 masyarakat yang sudah bertekad mati, tidak akan pulang sebelum
 sempat melihat mangsa kita, atau kita sendiri mati untuk itu."
 
 "Saudara-saudara  dari  Quraisy,"   kata   yang   lain   lagi.
 "Melepaskan  wanita-wanita  kita  kepada musuh, bukanlah suatu
 pendapat  yang  baik.  Apabila  kalian  mengalami   kekalahan,
 wanita-wanita kitapun akan tercemar."
 
 Sementara mereka sedang dalam perundingan itu tiba-tiba Hindun
 bt. 'Utba, isteri Abu  Sufyan  berteriak  kepada  mereka  yang
 menentang ikut sertanya kaum wanita itu:
 
 "Kamu  yang  selamat  dari  perang  Badr  kamu  kembali kepada
 isterimu. Ya. Kita berangkat dan ikut menyaksikan  peperangan.
 Jangan   ada   orang   yang   menyuruh  kami  pulang,  seperti
 gadis-gadis kita dulu dalam perjalanan ke Badr disuruh kembali
 ketika  sudah  sampai  di  Juhfa.3  Kemudian  orang-orang yang
 menjadi kesayangan kita waktu itu  terbunuh,  karena  tak  ada
 orang yang dapat memberi semangat kepada mereka."

 Akhirnya pihak Quraisy berangkat dengan membawa kaum wanitanya
 juga, dipimpin oleh Hindun. Dialah  orang  paling  panas  hati
 ingin   membalas  dendam,  karena  dalam  peristiwa  Badr  itu
 ayahnya, saudaranya dan  orang-orang  yang  dicintainya  telah
 mati  terbunuh.  Keberangkatan  Quraisy  dengan tujuan Medinah
 yang disiapkan dari Dar'n-Nadwa itu terdiri dan tiga  brigade.
 Brigade terbesar dipimpin oleh Talha b. Abi Talha terdiri dari
 3000 orang. Kecuali 100 orang saja  dari  Thaqif,4  selebihnya
 semua  dari Mekah, termasuk pemuka-pemuka, sekutu-sekutu serta
 golongan Ahabisynya. Perlengkapan dan  senjata  tidak  sedikit
 yang mereka bawa, dengan 200 pasukan berkuda dan 3000 unta, di
 antaranya 700 orang berbaju besi.
 
 Sesudah ada kata sepakat,  sekarang  sudah  siap  mereka  akan
 berangkat. Sementara itu 'Abbas b. Abd'l-Muttalib, paman Nabi,
 yang juga berada di tengah-tengah mereka,  dengan  teliti  dan
 saksama  sekali  memperhatikan  semua  kejadian itu. Disamping
 kesayangannya pada agama nenek-moyangnya dan agama golongannya
 sendiri,   juga   Abbas  mempunyai  rasa  solider  dan  sangat
 mengagumi Muhammad. Masih ingat ia  perlakuannya  yang  begitu
 baik  ketika  perang  Badr.  Mungkin  karena  rasa  kagum  dan
 solidernya itu yang  membuat  dia  ikut  Muhammad  menyaksikan
 Ikrar  'Aqaba dan berbicara kepada Aus dan Khazraj bahwa kalau
 mereka  tidak  akan  dapat  mempertahankan  kemenakannya   itu
 seperti  mempertahankan  isteri  dan anak-anak mereka sendiri,
 biarkan  sajalah  keluarganya  sendiri   yang   melindunginya,
 seperti yang sudah-sudah.
 
 Hal  inilah yang mendorongnya - tatkala diketahuinya keputusan
 Quraisy akan berangkat dengan kekuatan  yang  begitu  besar  -
 sampai   ia   menulis  surat  menggambarkan  segala  tindakan,
 persiapan dan perlengkapan mereka itu. Surat itu diserahkannya
 kepada seseorang dari kabilah Ghifar supaya disampaikan kepada
 Nabi. Dan orang inipun sampai di Medinah dalam tiga hari,  dan
 surat itupun diserahkan.
 
 Dalam  pada itu pasukan Quraisypun sudah pula berangkat sampai
 di Abwa'. Ketika melalui makam Aminah bt.  Wahb,  timbul  rasa
 panas  hati  beberapa orang yang pendek pikiran. Terpikir oleh
 mereka akan membongkarnya. Tetapi pemuka-pemuka mereka menolak
 perbuatan  demikian;  supaya  jangan  kelak  menjadi kebiasaan
 Arab.
 
 "Jangan menyebut-nyebut soal ini,"  kata  mereka.  "Kalau  ini
 kita  lakukan, Banu Bakr dan Banu Khuza'a akan membongkar juga
 kuburan mayat-mayat kita."
 
 Quraisy  meneruskan  perjalanan  sampai  di  'Aqiq,  kemudian;
 mereka berhenti di kaki gunung Uhud, dalam jarak lima mil dari
 Medinah.

 Orang dari Ghifar yang diutus  oleh  Abbas  b.  Abd'l-Muttalib
 membawa   surat   ke   Medinah   itu   telah  sampai.  Setelah
 diketahuinya berada di Quba', ia langsung pergi  ke  sana  dan
 dijumpainya  Muhammad  di depan pintu mesjid sedang menunggang
 keledai
 
 Diserahkannya surat itu  kepadanya,  yang  kemudian  dibacakan
 oleh  Ubay  b.  Ka'b.  Muhammad  minta  isi  surat  itu supaya
 dirahasiakan, dan ia kembali ke Medinah langsung menemui  Sa'd
 ibn'l-Rabi'   di   rumahnya.  Diceritakannya  apa  yang  telah
 disampaikan 'Abbas kepadanya itu dan  juga  dimintanya  supaya
 hal  itu  dirahasiakan.  Akan  tetapi  isteri Sa'd yang sedang
 dalam rumah waktu itu mendengar juga  percakapan  mereka,  dan
 dengan  demikian  sudah  tentu  tidak  lagi  hal  itu  menjadi
 rahasia.
 
 Dua orang anak-anak  Fudzala,  yaitu  Anas  dan  Mu'nis,  oleh
 Muhammad   ditugaskan  menyelidiki  keadaan  Quraisy.  Menurut
 pengamatan mereka kemudian ternyata  Quraisy  sudah  mendekati
 Medinah.  Kuda  dan  unta  mereka  dilepaskan di padang rumput
 sekeliling Medinah. Di samping dua orang itu kemudian Muhammad
 mengutus lagi Hubab ibn'l-Mundhir bin'l-Jamuh. Setelah keadaan
 mereka  itu  disampaikan  kepadanya  seperti  dikabarkan  oleh
 'Abbas,  Nabi  s.a.w.  jadi  terkejut  sekali. Ketika kemudian
 Salama b. Salama keluar, ia melihat barisan depan pasukan kuda
 Quraisy  sudah mendekati Medinah, bahkan sudah hampir memasuki
 kota.  Ia  segera  kembali  dan  apa   yang   dilihatnya   itu
 disampaikannya kepada masyarakatnya. Sudah tentu pihak Aus dan
 Khazraj, begitu juga  semua  penduduk  Medinah  merasa  kuatir
 sekali  akan  akibat  serbuan  ini, yang dalam sejarah perang,
 Quraisy  belum  pernah  mengadakan   persiapan   sebaik   itu.
 Pemuka-pemuka   Muslimin   dari  penduduk  Medinah  malam  itu
 berjaga-jaga dengan senjata di mesjid guna menjaga keselamatan
 Nabi. Sepanjang malam itu seluruh kota dijaga ketat.

 Keesokan  harinya orang-orang terkemuka dari kalangan Muslimin
 dan mereka yang pura-pura Islam  -  atau  orang-orang  munafik
 seperti  disebutkan waktu itu dan seperti dilukiskan pula oleh
 Qur'an - oleh Nabi diminta berkumpul;  lalu  mereka  sama-sama
 bermusyawarah,  bagaimana  seharusnya  menghadapi  musuh  Nabi
 'alaihi's-salam berpendapat akan tetap bertahan dalam kota dan
 membiarkan  Quraisy  di  luar  kota.  Apabila  mereka  mencoba
 menyerbu masuk kota maka penduduk kota ini  akan  lebih  mampu
 menangkis  dan  mengalahkan  mereka. Abdullah b. Ubay b. Salul
 mendukung pendapat Nabi itu dengan mengatakan:
 
 "Rasulullah, biasanya  kami  bertempur  di  tempat  ini,  kaum
 wanita  dan  anak-anak  sebagai  benteng  kami lengkapi dengan
 batu. Kota kami sudah terjalin  dengan  bangunan  sehingga  ia
 merupakan  benteng  dari  segenap penjuru. Apabila musuh sudah
 muncul, maka  wanita-wanita  dan  anak-anak  melempari  mereka
 dengan  batu.  Kami  sendiri  menghadapi mereka di jalan-jalan
 dengan pedang. Rasulullah, kota kami ini masih perawan,  belum
 pernah  diterobos  orang.  Setiap  ada  musuh menyerbu kami ke
 dalam kota ini kami selalu dapat menguasainya, dan setiap kami
 menyerbu   musuh  keluar,  maka  selalu  kami  yang  dikuasai.
 Biarkanlah mereka itu. Rasulullah. Ikutlah pendapat saya dalam
 hal   ini.   Saya   mewarisi   pendapat   demikian   ini  dari
 pemuka-pemuka dan ahli-ahli pikir golongan kami."
 
 Apa yang dikatakan oleh Abdullah b. Ubayy itu adalah merupakan
 pendapat  terbesar sahabat-sahabat Rasulullah - baik Muhajirin
 ataupun Anshar,  mereka  sependapat  dengan  Rasul  a.s.  Akan
 tetapi  pemuda-pemuda  yang  bersemangat  yang belum mengalami
 perang Badr - juga orang-orang  yang  sudah  pernah  ikut  dan
 mendapat  kemenangan  disertai hati yang penuh iman, bahwa tak
 ada sesuatu kekuatan yang dapat  mengalahkan  mereka  -  lebih
 suka  berangkat  keluar  menghadapi  musuh  di  tempat  mereka
 berada. Mereka kuatir  akan  disangka  segan  keluar  dan  mau
 bertahan  di Medinah karena takut menghadapi musuh. Seterusnya
 apabila mereka ini di pinggiran dan di dekat kota  akan  lebih
 kuat  dari  musuh.  Ketika  dulu mereka di Badr penduduk tidak
 mengenal mereka samasekali.
 
 Salah seorang diantara mereka ada yang berkata:
 
 "Saya tidak  ingin  melihat  Quraisy  kembali  ketengah-tengah
 golongannya  lalu mengatakan: Kami telah mengepung Muhammad di
 dalam benteng dan kubu-kubu Yathrib. Ini akan membuat  Quraisy
 lebih  berani. Mereka sekarang sudah menginjak-injak daun palm
 kita. Kalau tidak kita usir mereka dari kebun kita, kebun kita
 tidak akan dapat ditanami lagi. Orang-orang Quraisy yang sudah
 tinggal selama setahun dapat mengumpulkan orang, dapat menarik
 orang-orang  Arab,  dari  badwinya  sampai  kepada Ahabisynya.
 Kemudian, dengan membawa kuda  dan  mengendarai  unta,  mereka
 kini  telah sampai ke halaman kita. Mereka akan mengurung kita
 di dalam rumah kita sendiri?  Didalam  benteng  kita  sendiri?
 Lalu  mereka  pulang  kembali  dengan kekayaan tanpa mengalami
 luka samasekali. Kalau kita turuti, mereka akan lebih  berani.
 Mereka akan menyerang kita dan menaklukkan daerah-daerah kita.
 Kota kita akan  berada  dibawah  pengawasan  mereka.  Kemudian
 jalan kitapun akan mereka potong."
 
 Selanjutnya penganjur-penganjur yang menghendaki supaya keluar
 menyongsong    musuh     masing-masing     telah     berbicara
 berturut-turut.  Mereka  semua  mengatakan,  bahwa  bila Tuhan
 memberikan kemenangan kepada mereka  atas  musuh  itu,  itulah
 yang  mereka  harapkan,  dan  itu  pula  kebenaran  yang telah
 dijanjikan Tuhan kepada RasulNya.  Kalaupun  mereka  mengalami
 kekalahan dan mati syahid pula, mereka akan mendapat surga.
 
 Kata-kata  yang menanamkan semangat keberanian dan mati syahid
 ini, sangat menggetarkan hati  mereka.  Jiwa  mereka  tergugah
 semua  untuk  sama-sama  menempuh  arus  ini,  untuk berbicara
 dengan nada yang sama. Waktu itu, bagi orang-orang  yang  kini
 sedang  berhadap-hadapan  dengan  Muhammad,  orang-orang  yang
 hatinya sudah penuh dengan iman  kepada  Allah  dan  RasulNya,
 kepada Qur'an dan Hari Kemudian, yang tampak di hadapan mereka
 hanyalah  wajah  kemenangan  terhadap   musuh   agresor   itu.
 Pedang-pedang  mereka  akan  mencerai-beraikan musuh itu, akan
 membuat mereka. centang-perenang,  dan  rampasan  perang  akan
 mereka  kuasai. Lukisan surga adalah bagi mereka yang terbunuh
 di jalan agama.  Di  tempat  itu  akan  terdapat  segala  yang
 menyenangkan  hati  dan mata, akan bertemu dengan kekasih yang
 juga sudah turut berperang dan mati syahid.
 
 "Ucapan yang sia-sia tidak mereka dengar di tempat  itu,  juga
 tidak yang akan membawa dosa. Yang ada hanyalah ucapan "Damai!
 Damai!" (Qur'an, 56: 25-26)
 
 "Mudah-mudahan Tuhan memberikan kemenangan kepada  kita,  atau
 sebaliknya  kita  mati  syahid,"  kata  Khaithama  Abu Sa'd b.
 Khaithama. "Dalam perang Badr saya telah meleset. Saya  sangat
 mendambakannya sekali, sehingga begitu besarnya kedambaan saya
 sampai  saya  bersama  anak  saya  turut  ambil  bagian  dalam
 pertempuran  itu.  Tapi  kiranya  dia yang beruntung; ia telah
 gugur, mati syahid. Semalam saya bermimpi bertemu dengan  anak
 saya,  dan  dia  berkata:  Susullah  kami,  kita bertemu dalam
 surga. Sudah saya terima  apa  yang  dijanjikan  Tuhan  kepada
 saya.  Ya Rasulullah, sungguh rindu saya akan menemuinya dalam
 surga. Saya sudah tua, tulang sudah rapuh. Saya ingin  bertemu
 Tuhan."

 Setelah  jelas  sekali suara terbanyak ada pada pihak yang mau
 menyerang dan menghadapi musuh di luar kota, Muhammad  berkata
 kepada mereka:
 
 "Saya kuatir kamu akan kalah."
 
 Tetapi  mereka  ingin berangkat juga. Tak ada jalan lain iapun
 menyerah kepada pendapat mereka.  Cara  musyawarah  ini  sudah
 menjadi   undang-undang   dalam  kehidupannya.  Dalam  sesuatu
 masalah ia tidak mau bertindak  sendiri,  kecuali  yang  sudah
 diwahyukan Tuhan kepadanya.
 
 Hari  itu  hari  Jum'at.  Nabi memimpin sembahyang jamaah, dan
 kepada mereka diberitahukan, bahwa atas ketabahan hati  mereka
 itu,  mereka  akan  beroleh kemenangan. Lalu dimintanya mereka
 bersiap-siap menghadapi musuh.
 
 Selesai  sembahyang  Asar  Muhammad  masuk  kedalam   rumahnya
 diikuti  oleh  Abu  Bakr  dan Umar. Kedua orang ini memakaikan
 sorban dan baju besinya  dan  ia  mengenakan  pula  pedangnya.
 Sementara  ia tak ada di tempat itu orang di luar sedang ramai
 bertukar pikiran. Usaid  b.  Hudzair  dan  Sa'd  b.  Mu'adh  -
 keduanya  termasuk  orang  yang berpendapat mau bertahan dalam
 kota berkata kepada  mereka  yang  berpendapat  mau  menyerang
 musuh di luar:
 
 "Tuan-tuan  mengetahui,  Rasulullah  berpendapat  mau bertahan
 dalam  kota,  lalu  tuan-tuan  berpendapat  lain   lagi,   dan
 memaksanya  bertempur  ke  luar.  Dia  sendiri  enggan berbuat
 demikian. Serahkan sajalah soal ini  di  tangannya.  Apa  yang
 diperintahkan  kepadamu, jalankanlah. Apabila ada sesuatu yang
 disukainya atau ada pendapatnya, taatilah."
 
 Mendengar  keterangan  itu  mereka  yang   menyerukan   supaya
 menyerang  saja,  jadi  lebih  lunak.  Mereka menganggap telah
 menentang Rasul mengenai sesuatu yang mungkin itu datang  dari
 Tuhan.  Setelah  kemudian Nabi datang kembali ke tengah-tengah
 mereka, dengan memakai baju besi  dan  sudah  pula  mengenakan
 pedangnya,  mereka  yang tadinya menghendaki supaya mengadakan
 serangan berkata:
 
 "Rasulullah,  bukan  maksud  kami   hendak   menentang   tuan.
 Lakukanlah  apa yang tuan kehendaki. Juga kami tidak bermaksud
 memaksa tuan. Soalnya pada Tuhan, kemudian pada tuan."
 
 "Kedalam pembicaraan yang semacam inilah saya  ajak  tuan-tuan
 tapi  tuan-tuan  menolak,"  kata  Muhammad. "Tidak layak bagi
 seorang nabi yang apabila  sudah  mengenakan  pakaian  besinya
 lalu  akan  menanggalkannya  kembali, sebelum Tuhan memberikan
 putusan antara dirinya dengan musuhnya. Perhatikanlah apa yang
 saya   perintahkan  kepada  kamu  sekalian,  dan  ikuti.  Atas
 ketabahan hatimu, kemenangan akan berada di tanganmu."
 
 Demikianlah  prinsip  musyawarah  itu  oleh   Muhammad   sudah
 dijadikan  undang-undang  dalam  kehidupannya. Apabila sesuatu
 masalah yang dibahas telah diterima  dengan  suara  terbanyak,
 maka  hal itu tak dapat dibatalkan oleh sesuatu keinginan atau
 karena  ada  maksud-maksud  tertentu.  Sebaliknya   ia   harus
 dilaksanakan,  tapi orang yang akan melaksanakannya harus pula
 dengan cara yang sebaik-baiknya dan diarahkan ke suatu sasaran
 yang yang akan mencapai sukses.

 Sekarang  Muhammad  berangkat  memimpin  kaum  Muslimin menuju
 Uhud. Di Syaikhan5 ia berhenti. Dilihatnya di tempat  itu  ada
 sepasukan  tentara  yang  identitasnya  belum  dikenal. Ketika
 ditanyakan, kemudian diperoleh keterangan,  bahwa  mereka  itu
 orang-orang  Yahudi  sekutu  Abdullah b. Ubayy. Lalu kata Nabi
 'alaihi'ssalam: "Jangan minta pertolongan orang-orang  musyrik
 dalam melawan orang musyrik, - sebelum mereka masuk Islam."
 
                                     (bersambung ke bagian 2/3)
 
 ---------------------------------------------
 

0 komentar:

Post a Comment

Just select text on the page and get instant translation from Google Translate!
Google Translate Client