BAGIAN KESEBELAS: PERANG UHUD1 (2/3)
Muhammad Husain Haekal
Dalam pada itu orang-orang Yahudi itupun kembali ke Medinah.
Lalu kata sekutu Ibn Ubayy itu:
"Kau sudah menasehatinya dan sudah kauberikan pendapatmu
berdasarkan pengalaman orang-orang tua dahulu. Sebenarnya dia
sependapat dengan kau. Lalu dia menolak dan menuruti kehendak
pemuda-pemuda yang menjadi pengikutnya."
Percakapan mereka itu sangat menyenangkan hati Ibn Ubayy.
Keesokan harinya ia berbalik menggabungkan diri dengan pasukan
teman-temanya itu. Tinggal lagi Alabi dengan orang-orang yang
benar-benar beriman, yang berjumlah 700 orang, akan berperang
menghadapi 3000 orang terdiri dan orang-orang Quraisy Mekah,
yang kesemuanya sudah memikul dendam yang tak terpenuhi ketika
di Badr. Semua mereka ingin menuntut balas.
Pagi-pagi sekali; kaum Muslimin berangkat menuju Uhud. Lalu
mereka memotong jalan sedemikian rupa sehingga pihak musuh itu
berada di belakang mereka. Selanjutnya Muhammad mengatur
barisan para sahabat. Limapuluh orang barisan pemanah
ditempatkan di lereng-lereng gunung, dan kepada mereka
diperintahkan:
"Lindungi kami dan belakang, sebab kita kuatir mereka akan
mendatangi kami dari belakang. Dan bertahanlah kamu di tempat
itu, jangan ditinggalkan. Kalau kamu melihat kami dapat
menghancurkan mereka sehingga kami memasuki pertahanan mereka,
kamu jangan meninggalkan tempat kamu. Dan jika kamu lihat kami
yang diserang jangan pula kami dibantu, juga jangan kami
dipertahankan. Tetapi tugasmu ialah menghujani kuda mereka
dengan panah, sebab dengan serangan panah kuda itu takkan
dapat maju."
Selain pasukan pemanah, yang lain tidak diperbolehkan
menyerang siapapun, sebelum ia memberi perintah menyerang.
Adapun pihak Quraisy merekapun juga sudah menyusun barisan.
Barisan kanan dipimpin oleh Khalid bin'l-Walid sedang sayap
kin dipimpin oleh 'Ikrima b. Abi Jahl. Bendera diserahkan
kepada Abd'l 'Uzza Talha b. Abi Talha. Wanita-wanita Quraisy
sambil memukul tambur dan genderang berjalan di tengah-tengah
barisan itu. Kadang mereka di depan barisan, kadang di
belakangnya. Mereka dipimpin oleh Hindun bt. 'Utba, isteri Abu
Sufyan, seraya bertenak-teriak:
Hayo, Banu Abd'd-Dar
Hayo, hayo pengawal barisan belakang
Hantamlah dengan segala yang tajam.
Kamu maju kami peluk
Dan kami hamparkan kasur yang empuk
Atau kamu mundur kita berpisah
Berpisah tanpa cinta.
Kedua belah pihak sudah siap bertempur. Masing-masing sudah
mengerahkan pasukannya. Yang selalu teringat oleh Quraisy
ialah peristiwa Badr dan korban-korbannya. Yang selalu
teringat oleh kaum Muslimin ialah Tuhan serta pertolonganNya.
Muhammad berpidato dengan memberi semangat dalam menghadapi
pertempuran itu. Ia menjanjikan pasukannya akan mendapat
kemenangan apabila mereka tabah. Sebilah pedang dipegangnya
sambil ia berkata:
"Siapa yang akan memegang pedang ini guna disesuaikan dengan
tugasnya?"
Beberapa orang tampil. Tapi pedang itu tidak pula diberikan
kepada mereka. Kemudian Abu Dujana Simak b. Kharasya dari Banu
Sa'ida tampil seraya berkata:
"Apa tugasnya, Rasulullah?"
"Tugasnya ialah menghantamkan pedang kepada musuh sampai ia
bengkok," jawabnya.
Abu Dujana seorang laki-laki yang sangat berani. Ia mengenakan
pita (kain) merah. Apabila pita merah itu sudah diikatkan
orangpun mengetahui, bahwa ia sudah siap bertempur dan waktu
itupun ia sudah mengeluarkan pita mautnya itu.
Pedang diambilnya, pita dikeluarkan lalu diikatkannya di
kepala. Kemudian ia berlagak di tengah-tengah dua barisan itu
seperti biasanya apabila ia sudah siap menghadapi pertempuran.
"Cara berjalan begini sangat dibenci Allah, kecuali dalam
bidang ini," kata Muhammad setelah dilihatnya orang itu
berlagak.
Orang pertama yang mencetuskan perang di antara dua pihak itu
adalah Abu 'Amir 'Abd 'Amr b. Shaifi al-Ausi (dari Aus). Orang
ini sengaja pindah dari Medinah ke Mekah hendak membakar
semangat Quraisy supaya memerangi Muhammad. Ia belum pernah
ikut dalam perang Badr. Sekarang ia menerjunkan diri dalam
perang Uhud dengan membawa lima belas orang dari golongan Aus.
Ada juga budak-budak dari penduduk Mekah yang juga dibawanya.
Menurut dugaannya, apabila nanti ia memanggil-manggil
orang-orang Islam dari golongan Aus yang ikut berjuang di
pihak Muhammad, niscaya mereka akan memenuhi panggilannya,
akan berpihak kepadanya dan membantu Quraisy.
"Saudara-saudara dari Aus! Saya adalah Abu 'Amir!" teriaknya
memanggil-manggil.
Tetapi Muslimin dari kalangan Aus itu membalas:
"Tuhan takkan memberikan kesenangan kepadamu, durhaka!"
Perangpun lalu pecah. Budak-budak Quraisy serta 'Ikrima b. Abi
Jahl yang berada di sayap kiri, berusaha hendak menyerang
Muslimin dari samping, tapi pihak Muslimin menghujani mereka
dengan batu sehingga Abu 'Amir dan pengikut-pengikutnya lari
tunggang-langgang. Ketika itu juga Hamzah b. Abd'l-Muttalib
berteriak, membawa teriakan perang Uhud:
"Mati, mati!" Lalu ia terjun ketengah-tengah tentara Quraisy
itu. Ketika itu Talha b. Abi Talha, yang membawa bendera
tentara Mekah berteriak pula:
"Siapa yang akan duel?"
Lalu Ali b. Abi Talib tampil menghadapinya. Dua orang dari dua
barisan itu bertemu. Cepat-cepat Ali memberikan satu pukulan,
yang membuat kepala lawannya itu belah dua. Nabi merasa lega
dengan itu. Ketika itu juga kaum Muslimin bertakbir dan
melancarkan serangannya. Dengan pedang Nabi di tangan dan
mengikatkan pita maut di kepala, Abu Dujane pun terjun
kedepan. Dibunuhnya setiap orang yang dijumpainya. Barisan
orang-orang musyrik jadi kacau-balau. Kemudian ia melihat
seseorang sedang mencencang-cencang sesosok tubuh manusia
dengan keras sekali. Diangkatnya pedangnya dan diayunkannya
kepada orang itu. Tetapi ternyata orang itu adalah Hindun bt.
'Utba. Ia mundur. Terlalu mulia rasanya pedang Rasul akan
dipukulkan kepada seorang wanita.
Dengan secara keras sekali pihak Quraisypun menyerbu pula ke
tengah-tengah pertempuran itu. Darahnya sudah mendidih ingin
menuntut balas atas pemimpin-pemimpin dan pemuka-pemuka mereka
yang sudah tewas setahun yang lalu di Badr. Dua kekuatan yang
tidak seimbang itu, baik jumlah orang maupun perlengkapan,
sekarang berhadap-hadapan. Kekuatan dengan jumlah yang besar
ini motifnya adalah balas-dendam, yang sejak perang Badr tidak
pernah reda. Sedang jumlah yang lebih kecil motifnya adalah:
pertama mempertahankan akidah, mempertahankan iman dan agama
Allah, kedua mempertahankan tanah air dan segala
kepentingannya. Mereka yang menuntut bela itu terdiri dari
orang-orang yang lebih kuat dan jumlah pasukan yang lebih
besar. Di belakang mereka itu kaum wanita turut pula
mengobarkan semangat. Tidak sedikit di antara mereka yang
membawa budak-budak itu menjanjikan akan memberikan hadiah
yang besar apabila mereka dapat membalaskan dendam atas
kematian seorang bapa, saudara, suami atau orang-orang yang
dicintai lainnya, yang telah terbunuh di Badr. Hamzah b.
Abd'l-Muttalib adalah seorang pahlawan Arab terbesar dan
paling berani. Ketika terjadi perang Badr dialah yang telah
menewaskan ayah dan saudara Hindun, begitu juga tidak sedikit
orang-orang yang dicintainya yang telah ditewaskan. Seperti
juga dalam perang Badr, dalam perang Uhud inipun Hamzah adalah
singa dan pedang Tuhan yang tajam. Ditewaskannya Arta b. 'Abd
Syurahbil, Siba' b. 'Abd'l-'Uzza al-Ghubsyani, dan setiap
musuh yang dijumpainya nyawa mereka tidak luput dari renggutan
pedangnya.
Sementara itu Hindun bt. 'Utba telah pula menjanjikan Wahsyi,
orang Abisinia dan budak Jubair (b. Mut'im) akan memberikan
hadiah besar apabila ia berhasil membunuh Hamzah. Begitu juga
Jubair b. Mut'im sendiri, tuannya, yang pamannya telah
terbunuh di Badr, mengatakan kepadanya:
"Kalau Hamzah paman Muhammad itu kau bunuh, maka engkau
kumerdekakan." Wahsyi sendiri dalam hal ini bercerita sebagai
berikut:
"Kemudian aku berangkat bersama rombongan. Aku adalah orang
Abisinia yang apabila sudah melemparkan tombak cara Abisinia,
jarang sekali meleset. Ketika terjadi pertempuran, kucari
Hamzah dan kuincar dia. Kemudian kulihat dia di tengah-fengah
orang banyak itu seperti seekor unta kelabu sedang membabati
orang dengan pedangnya. Lalu tombak kuayunkan-ayunkan, dan
sesudah pasti sekali kulemparkan. Ia tepat mengenai sasaran di
bawah perutnya, dan keluar dari antara dua kakinya. Kubiarkan
tombak itu begitu sampai dia mati. Sesudah itu kuhampiri dia
dan kuambil tombakku itu, lalu aku kembali ke markas dan aku
diam di sana, sebab sudah tak ada tugas lain selain itu.
Kubunuh dia hanya supaya aku dimerdekakan saja dari
perbudakan. Dan sesudah aku pulang ke Mekah, ternyata aku
dimerdekakan."
Adapun mereka yang berjuang mempertahankan tanah-air,
contohnya terdapat pada Quzman, salah seorang munafik, yang
hanya pura-pura Islam. Ketika kaum Muslimin berangkat ke Uhud
ia tinggal di belakang. Keesokan harinya, ia mendapat hinaan
dari wanita-wanita Banu Zafar.
"Quzman," kata wanita-wanita itu. "Tidak malu engkau dengan
sikapmu itu. Seperti perempuan saja kau. Orang semua berangkat
kau tinggal dalam rumah."
Dengan sikap berang Quzman pulang ke rumahnya. Dikeluarkannya
kudanya, tabung panah dan pedangnya. Ia dikenal sebagai
seorang pemberani. Ia berangkat dengan memacu kudanya sampai
ke tempat tentara. Sementara itu Nabi sedang menyusun barisan
Muslimin. Ia terus menyeruak sampai ke barisan terdepan. Dia
adalah orang pertama dari pihak Muslimin yang menerjunkan
diri, dengan melepaskan panah demi panah, seperti tombak
layaknya.
Hari sudah menjelang senja. Tampaknya ia lebih suka mati
daripada lari. Ia sendiri lalu membunuh diri sesudah sempat
membunuh tujuh orang Quraisy di Suway'a - selain mereka yang
telah dibunuhnya pada permulaan pertempuran. Tatkala ia sedang
sekarat itu, Abu'l-Khaidaq lewat di tempat itu.
"Quzman, beruntung kau akan mati syahid," katanya.
"Abu 'Amr," kata Quzman. "Sungguh saya bertempur bukan atas
dasar agama. Saya bertempur hanya sekadar menjaga jangan
sampai Quraisy memasuki tempat kami dan melanda kehormatan
kami, menginjak-injak kebun kami. Saya berperang hanya untuk
menjaga nama keturunan masyarakat kami. Kalau tidak karena itu
saya tidak akan berperang."
Sebaliknya mereka yang benar-benar beriman, jumlahnya tidak
lebih dari 700 orang. Mereka bertempur melawan 3000 orang.
Kita sudah melihat, tindakan Hamzah dan Abu Dujana yang telah
memperlihatkan suatu teladan dalam arti kekuatan moril yang
tinggi pada mereka itu. Suatu kekuatan yang telah membuat
barisan Quraisy jadi lemas seperti rotan, membuat
pahlawan-pahlawan Quraisy, yang tadinya di kalangan Arab
keberaniannya dijadikan suri teladan, telah mundur dan surut.
Setiap panji mereka lepas dari tangan seseorang, panji itu
diterima oleh yang lain di belakangnya. Setelah Talha b. Abi
Talha tewas di tangan Ali datang 'Uthman b. Abi Talha
menyambut bendera itu, yang juga kemudian menemui ajalnya di
tangan Hamzah. Seterusnya bendera itu dibawa oleh Abu Sa'd b.
Abi Talha sambil berkata:
"Kamu mendakwakan bahwa koban-korban kamu dalam surga dan
korban-korban kami dalam neraka! Kamu bohong! Kalau kamu
benar-benar orang beriman majulah siapa saja yang mau
melawanku":
Entah Ali atau Sa'd b. Abi Waqqash ketika itu menghantamkan
pedangnya dengan sekali pukul hingga kepala orang itu
terbelah.
Berturut-turut pembawa bendera itu muncul dari Banu Abd'd Dar.
Jumlah mereka yang tewas telah mencapai sembilan orang, yang
terakhir ialah Shu'ab orang Abisinia, budak Banu Abd'd-Dar.
Tangan kanan orang itu telah dihantam oleh Quzman, maka
bendera itu dibawanya dengan tangan kiri. Tangan kiri inipun
oleh Quzman dihantam lagi dengan pedangnya. Sekarang bendera
itu oleh Shu'ab dipeluknya dengan lengan ke dadanya, kemudian
ia membungkuk sambil berkata: Hai Banu Abd'd-Dar, sudahkah kau
maafkan? Lalu ia ditewaskan entah oleh Quzman atau oleh Sa'd
bin Abi Waqqash, sumbernya masih berbeda-beda.
Setelah mereka yang membawa bendera itu tewas semua, pasukan
orang-orang musyrik itu hancur. Mereka sudah tidak tahu lagi
bahwa mereka dikerumuni oleh wanita-wanita, bahwa berhala yang
mereka mintai restunya telah terjatuh dari atas unta dan
pelangking yang membawanya.
Kemenangan Muslimin dalam perang Uhud pada pagi hari itu
sebenarnya adalah suatu mujizat. Adakalanya orang menafsirkan,
bahwa kemenangan itu disebabkan oleh kemahiran Muhammad
mengatur barisan pemanah di lereng bukit, merintangi pasukan
berkuda dengan anak panah sehingga mereka tidak dapat maju,
juga tidak dapat menyergap Muslimin dari belakang. Ini memang
benar. Tetapi juga tidak salah, bahwa 600 orang Muslimin yang
menyerbu jumlah sebanyak lima kali lipat itupun, dengan
perlengkapan yang juga demikian, motifnya adalah iman, iman
yang sungguh-sungguh, bahwa mereka dalam kebenaran.
Inilah yang membawa mujizat kepahlawanan melebihi kepandaian
pimpinan. Barangsiapa yang telah beriman kepada kebenaran, ia
takkan goncang oleh kekuatan materi, betapapun besarnya. Semua
kekuatan batil yang digabungkan sekalipun, takkan dapat
menggoyahkan kebulatan tekadnya itu. Dapatkah kita menganggap
cukup dengan kepandaian pimpinan itu saja, padahal barisan
pemanah yang oleh Nabi ditempatkan di lereng bukit itu
jumlahnya tidak lebih dari 50 orang? Andaikata sekalipun
mereka itu terdiri dari 200 orang atau 300 orang, mendapat
serbuan dari mereka yang sudah bertekad mati, niscaya mereka
tidak akan dapat bertahan. Tetapi kekuatan yang terbesar,
ialah kekuatan konsepsi, kekuatan akidah, kekuatan iman yang
sungguh-sungguh akan adanya Kebenaran Tertinggi. Kekuatan
inilah yang takkan dapat ditaklukkan selama orang masih teguh
berpegang kepada kebenaran itu.
Karena itulah, 3000 orang pasukan berkuda Quraisy jadi hancur
menghadapi serangan 600 orang Muslimin. Dan hampir-hampir pula
wanita-wanita merekapun akan menjadi tawanan perang yang hina
dina.
Muslimin kini mengejar musuh itu sampai mereka meletakkan
senjata dimana saja asal jauh dari bekas markas mereka. Kaum
Muslimin sekarang mulai memperebutkan rampasan perang.
Alangkah banyaknya jumlah rampasan perang itu! Hal ini membuat
mereka lupa mengikuti terus jejak musuh, karena sudah
mengharapkan kekayaan duniawi.
Mereka ini ternyata dilihat oleh pasukan pemanah yang oleh
Rasul diminta jangan meninggalkan tempat di gunung itu,
sekalipun mereka melihat kawan-kawannya diserang.
Dengan tak dapat menahan air liur melihat rampasan perang itu,
kepada satu sama lain mereka berkata:
"Kenapa kita masih tinggal disini juga dengan tidak ada
apa-apa. Tuhan telah menghancurkan musuh kita. Mereka,
saudara-saudara kita itu, sudah merebut markas musuh.
Kesanalah juga kita, ikut mengambil rampasan itu."
Yang seorang lagi tentu menjawab:
"Bukankah Rasulullah sudah berpesan jangan meninggalkan tempat
kita ini? Sekalipun kami diserang janganlah kami dibantu."
Yang pertama berkata lagi:
"Rasulullah tidak menghendaki kita tinggal disini
terus-menerus, setelah Tuhan menghancurkan kaum musyrik itu."
Lalu mereka berselisih. Ketika itu juga tampil Abdullah bin
Jubair berpidato agar jangan mereka itu melanggar perintah
Rasul. Tetapi mereka sebahagian besar tidak patuh. Mereka
berangkat juga. Yang masih tinggal hanya beberapa orang saja,
tidak sampai sepuluh orang. Seperti kesibukan Muslimin yang
lain, mereka yang ikut bergegas itu pun sibuk pula dengan
harta rampasan. Pada waktu itulah Khalid bin'l-Walid mengambil
kesempatan - dia sebagai komandan kavaleri Mekah - pasukannya
dikerahkan ke tempat pasukan pemanah, dan mereka inipun
berhasil dikeluarkan dari sana.
(bersambung ke bagian 3/3)
---------------------------------------------
Bapakku
Bapakku yang Sangat Tegas Akan Sesuatu yang Dia Anggap Fundamental, Berprinsip Kuat. Sangat Religius. Jawa Banyumasan. Gualakeee Poll, hehehe...
Read More







0 komentar:
Post a Comment