Selamat Datang Di Emye Private Blog
Membaca, mendengar, dan menterjemahkan Al Qur'an
Sedikit Bigraphy Singkat tentang Aku.
Title

Bapakku

Bapakku yang Sangat Tegas Akan Sesuatu yang Dia Anggap Fundamental, Berprinsip Kuat. Sangat Religius. Jawa Banyumasan. Gualakeee Poll, hehehe...

Read More
Title

Ibuku

Ibuku.., Seorang Wanita yang Sangat Kuat, Tegar dan Banyak Akal. Bisa Menjadi Seorang Ibu Sekaligus "seorang ayah" Juga. Smart dalam bertahan hidup, Sabar di Keseharian, Walau Galak Tapi Pemaaf... Saluut Untukmu Mah...!

Read More
Title

Aku Yang...

Inilah Yang Dulu Selalu Mencari Masalah, dan Terkena Masalah dan Hampir Terkubur Karenanya.. Berharap Maaf dariNYA, Kedua Orangtuaku dan Juga Kalian Semua.. Do'akan RidhoNYA Untukku ya.. Terimakasih Untuk Kalian Semua...

Read More
Title

Rumahku Hidupku..No Place Like Home

Di Sinilah Awal Semua Kisahku.., Di Awali Dengan Kasih Sayang dan Pengharapan dan Di Jalani Dengan Kegilaan lalu Berakhir dengan Keterpurukan. No More Fly..No More Sky and No More Cry...

Read More
Title

Seberkas CahayaNYA...

Menunggu dan Berharap Banyak dariNYA... Jawaban dan Ampunan Setelah Doa-doa yang Kutambatkan.. Setiap Detik, Setiap Saat Sebelum Saat Akhir Hidupku Tiba...

Read More
Title

Pikirkan Dulu!

Pikirkan dan Pertimbangkan Semua Pilihan. Karena Kau Harus Memilih, Gunakan Kata Hatimu. Ambil Apa Yang Baik Dari Kisahku Kawan.. Semua Hikmah. Sekarang atau Tidak Sama Sekali..!!!?

Read More

Sejarah Hidup Rasulullah Muhammad SAW

October 18, 2011
 

 BAGIAN KELIMA: DARI MASA KERASULAN SAMPAI ISLAMNYA UMAR  (1/4)
 Muhammad Husain Haekal
 
    Percakapan Khadijah dengan Waraqa b. Naufal - Wahyu
    terhenti - Islamnya Abu Bakr - Muslimin yang mula-mula
    - Ajakan Muhammad kepada keluarganya - Quraisy
    menghasut penyair-penyairnya terhadap Muhammad -
    Muhammad menista dewa-dewa Quraisy - Utusan Quraisy
    kepada Abu Talib - Kedudukan Muhammad terhadap
    pamannya - Quraisy menyiksa kaum Muslimin - Kaum
    Muslimin hijrah ke Abisinia - Islamnya Umar.
 
 MUHAMMAD sedang tidur. Khadijah menatapnya dengan  hati  penuh
 kasih  dan harapan, kasih dan harapan terhadap orang yang tadi
 mengajaknya bicara itu.
 
 Setelah  dilihatnya  ia  tidur  nyenyak,  nyenyak  dan  tenang
 sekali,  ditinggalkannya  orang itu perlahan-lahan. Ia keluar,
 dengan  pikiran  masih  pada  orang  itu,  orang  yang  pernah
 menggoncangkan  hatinya.  Pikirannya pada hari esok, pada hari
 yang akan memberikan harapan baik kepadanya. Harapannya, suami
 itu akan menjadi nabi atas umat, yang kini tengah hanyut dalam
 kesesatan. Ia akan membimbing mereka dengan ajaran agama  yang
 benar  serta  akan membawa mereka ke jalan yang lurus. Tetapi,
 sungguhpun begitu, menghadapi masa yang akan datang, ia merasa
 kuatir  sekali,  kuatir  akan nasib suami yang setia dan penuh
 kasih-sayang itu. Dibayangkannya dalam hatinya apa yang  telah
 diceritakan  kepadanya  itu.  Dibayangkannya itu malaikat yang
 begitu indah, yang memperlihatkan  diri  di  angkasa,  setelah
 menyampaikan  wahyu Tuhan kepadanya dan yang kemudian memenuhi
 seluruh ruangan itu. Selalu ia  melihat  malaikat  itu  kemana
 saja  ia mengalihkan muka. Khadijah masih mengulangi kata-kata
 yang dibacakan dan sudah terpateri dalam dada Muhammad itu.
 
 Semua itu dibentangkan kembali oleh  Khadijah  di  depan  mata
 hatinya  Kadang  terkembang  senyum  di  bibir,  karena  suatu
 harapan; kadang kecut juga rasanya, karena  takut  akan  nasib
 yang mungkin akan menimpa diri al-Amin kelak.
 
 Tidak  tahan  ia  tinggal  seorang  diri lama-lama. Pikirannya
 berpindah-pindah  dari  harapan  yang   manis   sedap   kepada
 kesangsian   dan  harap-harap  cemas.  Terpikir  olehnya  akan
 mencurahkan segala isi hatinya itu  kepada  orang  yang  sudah
 dikenalnya bijaksana dan akan dapat memberikan nasehat.
 
 Untuk itu, kemudian ia pergi menjumpai saudara sepupunya (anak
 paman), Waraqa b. Naufal.  Seperti  sudah  disebutkan,  Waraqa
 adalah  seorang  penganut  agama  Nasrani  yang sudah mengenal
 Bible dan  sudah  pula  menterjemahkannya  sebagian  ke  dalam
 bahasa  Arab.  Ia  menceritakan  apa  yang  pernah dilihat dan
 didengar Muhammad dan menceritakan  pula  apa  yang  dikatakan
 Muhammad  kepadanya,  dengan  menyebutkan  juga rasa kasih dan
 harapan yang  ada  dalam  dirinya.  Waraqa  menekur  sebentar,
 kemudian  katanya:  "Maha  Kudus Ia, Maha Kudus. Demi Dia yang
 memegang  hidup  Waraqa.  Khadijah,  percayalah,   dia   telah
 menerima  Namus  Besar1 seperti yang pernah diterima Musa. Dan
 sungguh dia adalah Nabi umat  ini.  Katakan  kepadanya  supaya
 tetap tabah."
 
 Khadijah pulang. Dilihatnya Muhammad masih tidur. Dipandangnya
 suaminya itu dengan rasa kasih  dan  penuh  ikhlas,  bercampur
 harap  dan  cemas. Dalam tidur yang demikian itu, tiba-tiba ia
 menggigil, napasnya terasa sesak dengan  keringat  yang  sudah
 membasahi   wajahnya.   Ia   terbangun,  manakala  didengarnya
 malaikat datang membawakan wahyu kepadanya:
 
 "O orang yang berselimut! Bangunlah dan sampaikan  peringatan.
 Dan  agungkan  Tuhanmu.  Pakaianmupun bersihkan. Dan hindarkan
 perbuatan dosa. Jangan  kau  memberi,  karena  ingin  menerima
 lebih  banyak. Dan demi Tuhanmu, tabahkan hatimu." (Qur'an 74:
 17)
 
 Dipandangnya ia oleh Khadijah, dengan rasa  kasih  yang  lebih
 besar. Didekatinya ia perlahan-lahan seraya dimintanya, supaya
 kembali ia tidur dan beristirahat.
 
 "Waktu tidur dan istirahat  sudah  tak  ada  lagi,  Khadijah,"
 jawabnya.   "Jibril   membawa   perintah  supaya  aku  memberi
 peringatan kepada umat manusia, mengajak  mereka,  dan  supaya
 mereka  beribadat  hanya  kepada  Allah.  Tapi siapa yang akan
 kuajak? Dan siapa pula yang akan mendengarkan?"
 
 Khadijah  berusaha  menenteramkan  hatinya.   Cepat-cepat   ia
 menceritakan  apa  yang  didengarnya  dari Waraqa tadi. Dengan
 penuh gairah dan bersemangat  sekali  kemudian  ia  menyatakan
 dirinya beriman atas kenabiannya itu. Sudah sewajarnya apabila
 Khadijah cepat-cepat percaya kepadanya. Ia  sudah  mengenalnya
 benar.  Selama  hidupnya  laki-laki  itu  selalu  jujur, orang
 berjiwa besar ia dan selalu berbuat kebaikan dengan penuh rasa
 kasih-sayang.  Selama dalam tahannuth, dilihatnya betapa besar
 kecenderungannya  kepada  kebenaran,   dan   hanya   kebenaran
 semata-mata.  Ia  mencari kebenaran itu dengan persiapan jiwa,
 kalbu  dan  pikiran  yang  sudah  begitu   tinggi,   membubung
 melampaui  jangkauan  yang  akan  dapat  dibayangkan  manusia,
 manusia yang menyembah patung dan membawakan kurban-kurban  ke
 sana; mereka yang menganggap bahwa itu adalah tuhan yang dapat
 mendatangkan  bencana  dan  keuntungan.  Mereka  membayangkan,
 bahwa  itu  patut  disembah  dan  diagungkan. Wanita itu sudah
 melihatnya betapa benar ia  pada  tahun-tahun  masa  tahannuth
 itu.  Juga  ia  melihatnya  betapa  benar  keadaannya  tatkala
 pertama kali ia kembali dari gua Hira', sesudah  kerasulannya.
 Ia  bingung sekali. Dimintanya oleh Khadijah, apabila malaikat
 itu nanti datang supaya diberitahukan kepadanya.
 
 Bilamana  kemudian  Muhammad  melihat  malaikat  itu   datang,
 didudukannya  ia  oleh  Khadijah  di paha kirinya, kemudian di
 paha kanan dan di  pangkuannya.  Malaikat  itupun  masih  juga
 dilihatnya. Khadijah menghalau dan mencampakkan tutup mukanya.
 Waktu itu tiba-tiba Muhammad tidak lagi  melihatnya.  Khadijah
 tidak ragu lagi bahwa itu adalah malaikat, bukan setan.
 
 Sesudah  peristiwa  itu,  pada  suatu hari Muhammad pergi akan
 mengelilingi  Ka'bah.  Di  tempat   itu   Waraqa   b.   Naufal
 menjumpainya. Sesudah Muhammad menceritakan keadaannya, Waraqa
 berkata: "Demi Dia Yang memegang hidup Waraqa.  Engkau  adalah
 Nabi  atas umat ini. Engkau telah menerima Namus Besar seperti
 yang  pemah  disampaikan  kepada  Musa.  Pastilah   kau   akan
 didustakan   orang,   akan   disiksa,  akan  diusir  dan  akan
 diperangi. Kalau sampai pada waktu itu aku masih hidup,  pasti
 aku  akan  membela  yang  di pihak Allah dengan pembelaan yang
 sudah diketahuiNya pula." Lalu  Waraqa  mendekatkan  kepalanya
 dan  mencium  ubun-ubun Muhammad. Muhammadpun segera merasakan
 adanya kejujuran dalam kata-kata  Waraqa  itu,  dan  merasakan
 pula betapa beratnya beban yang harus menjadi tanggungannya.
 
 Sekarang  ia  jadi memikirkan, bagaimana akan mengajak Quraisy
 supaya turut beriman; padahal ia tahu benar mereka sangat kuat
 mempertahankan  kebatilan  itu.  Mereka bersedia berperang dan
 mati untuk itu. Ditambah  lagi  mereka  masih  sekeluarga  dan
 sanak famili yang dekat.
 
 Sungguhpun  begitu,  tetapi mereka dalam kesesatan. Sedang apa
 yang  dianjurkannya  kepada  mereka,  itulah  yang  benar.  Ia
 mengajak  mereka, agar jiwa dan hati nurani mereka dapat lebih
 tinggi sehingga dapat  berhubungan  dengan  Allah  Yang  telah
 menciptakan  mereka  dan menciptakan nenek-moyang mereka; agar
 mereka beribadat hanya kepadaNya, dengan penuh ikhlas,  dengan
 jiwa  yang  bersih,  untuk  agama.  Ia  mengajak mereka supaya
 mereka mendekatkan diri kepada  Allah  dengan  perbuatan  yang
 baik,  dengan  memberikan  kepada  orang  berdekatan,  hak-hak
 mereka, begitu juga kepada orang yang dalam  perjalanan;  agar
 mereka  menjauhkan  diri  dari menyembah batu-batu yang mereka
 buat jadi berhala yang menurut dugaan mereka  akan  mengampuni
 segala  dosa  mereka  dari perbuatan angkara-murka yang mereka
 lakukan, dari menjalankan riba dan memakan harta  anak  piatu.
 Penyembahan  mereka  demikian itu membuat jiwa dan hati mereka
 lebih keras dan  lebih  membatu  dari  patung-patung  itu.  Ia
 memperingatkan  mereka  agar  mereka mau melihat ciptaan Tuhan
 yang ada di langit dan  di  bumi;  supaya  semua  itu  menjadi
 tamsil  dalam  jiwa  mereka  serta  kemudian  menyadari betapa
 dahsyat dan agungnya  semua  itu.  Dengan  kesadaran  demikian
 mereka   akan  memahami  kebesaran  undang-undang  Ilahi  yang
 berlaku di langit dan di bumi. Selanjutnya,  dengan  ibadatnya
 itu  akan  memahami  pula  kebesaran  Al  Khalik Pencipta alam
 semesta ini, Yang Tunggal, tiada  bersekutu.  Dengan  demikian
 mereka  akan  lebih tinggi, akan lebih luhur Mereka akan diisi
 oleh rasa kasih-sayang terhadap  mereka  yang  belum  mendapat
 petunjuk  Tuhan,  dan  akan  berusaha ke arah itu. Mereka akan
 berlaku baik terhadap semua anak piatu, terhadap  semua  orang
 yang   malang   dan   lemah.   Ya!   Ke   arah   itulah  Tuhan
 memerintahkannya, supaya ia mengajak mereka.
 
 Akan tetapi, itu jantung yang sudah begitu  keras,  jiwa  yang
 sudah  begitu  kaku, sudah jadi kering dalam menyembah berhala
 seperti yang dilakukan oleh  nenek-moyang  mereka  dahulu.  Di
 tempat  itu  mereka berdagang, dan membuat Mekah menjadi pusat
 kunjungan penyembah berhala! Akan mereka  tinggalkankah  agama
 nenek-moyang  mereka dan mereka lepaskan kedudukan kota mereka
 yang berarti suatu bahaya bilamana sudah tak  ada  lagi  orang
 yang   akan   menyembah  berhala?  Lalu  bagaimana  pula  akan
 membersihkan jiwa serupa itu dan  melepaskan  diri  dari  noda
 hawa-nafsu,  hawa-nafsu yang akan menjerumuskan mereka, sampai
 kepada nafsu kebinatangannya, padahal dia sudah memperingatkan
 manusia  supaya  mengatasi  nafsunya, menempatkan diri di atas
 berhala-berhala itu? Kalau  mereka  sudah  tidak  mau  percaya
 kepadanya,  apalagi yang harus ia lakukan? Inilah yang menjadi
 masalah besar itu.

 Ia  sedang  menantikan  bimbingan   wahyu   dalam   menghadapi
 masalahnya itu, menantikan adanya penyuluh yang akan menerangi
 jalannya. Tetapi, wahyu itu sekarang terputus! Jibrilpun tidak
 datang  lagi kepadanya. Tempat di sekitarnya jadi sunyi, bisu.
 Ia merasa terasing dari orang, dan dari  dirinya.  Kembali  ia
 merasa  dalam  ketakutan seperti sebelum turunnya wahyu. Konon
 Khadijah pernah mengatakan  kepadanya:  "Mungkin  Tuhan  tidak
 menyukai engkau."
 
 Ia  masih dalam ketakutan. Perasaan ini juga yang mendorongnya
 lagi akan pergi ke bukit-bukit dan menyendiri lagi  dalam  gua
 Hira'.  Ia  ingin  membubung  tinggi  dengan  seluruh jiwanya,
 menghadapkan diri kepada Tuhan,  akan  menanyakan:  Kenapa  ia
 lalu  ditinggalkan  sesudah  dipilihNya? Kecemasan Khadijahpun
 tidak pula kurang rasanya.
 
 Ia mengharap mati benar-benar  kalau  tidak  karena  merasakan
 adanya  perintah  yang telah diberikan kepadanya. Kembali lagi
 ia kepada dirinya, kemudian kepada  Tuhannya.  Konon  katanya:
 Pernah  terpikir  olehnya  akan  membuang diri dari atas Hira'
 atau dari atas puncak gunung  Abu  Qubais.  Apa  gunanya  lagi
 hidup  kalau  harapannya  yang  besar  ini  jadi  kering  lalu
 berakhir ?
 
 Sementara ia sedang dalam kekuatiran demikian  itu  -  sesudah
 sekian  lama  terhenti - tiba-tiba datang wahyu membawa firman
 Tuhan:
 
 "Demi pagi cerah yang gemilang. Dan  demi  malam  bila  senyap
 kelam.  Tuhanmu  tidak  meninggalkan  kau,  juga  tidak merasa
 benci. Dan sungguh, hari kemudian  itu  lebih  baik  buat  kau
 daripada  yang  sekarang.  Dan  akan segera ada pemberian dari
 Tuhan kepadamu. Maka engkaupun akan bersenang  hati.  Bukankah
 Ia   mendapati   kau  seorang  piatu,  lalu  diberiNya  tempat
 berlindung?  Dan  Ia  mendapati  kau  tak  tahu  jalan,   lalu
 diberiNya  kau  petunjuk?  Karena  itu,  terhadap  anak piatu,
 jangan kau bersikap bengis. Dan tentang  orang  yang  meminta,
 jangan  kau  tolak.  Dan tentang kurnia Tuhanmu, hendaklah kau
 sebarkan."(Qur'an, 93: 1-11)
 
 Maha Mulia Allah.  Betapa  damainya  itu  dalam  jiwa.  Betapa
 gembira  dalam  hati! Rasa cemas dan takut dalam diri Muhammad
 semuanya  hilang  sudah.   Terbayang   senyum   di   wajahnya.
 Bibirnyapun  mengucapkan kata-kata syukur, kata-kata kudus dan
 penuh khidmat. Tidak lagi Khadijah merasa takut,  bahwa  Tuhan
 sudah  tidak  menyukai  Muhammad  dan  iapun tidak lagi merasa
 takut dan gelisah. Bahkan Tuhan telah melindungi mereka berdua
 dengan rahmatNya. Segala rasa takut dan keraguan-raguan hilang
 sama sekali dari hatinya. Tak ada lagi bunuh diri.
 
 Yang ada sekarang ialah hidup dan  ajakan  kepada  Allah,  dan
 hanya  kepada Allah semata. Hanya kepada Allah Yang Maha Besar
 menundukkan kepala. Segala yang ada  di  langit  dan  di  bumi
 bersujud  belaka  kepadaNya.  Hanya  Dialah Yang Hak, dan yang
 selain  itu  batil  adanya.  Hanya  kepadaNya   hati   manusia
 dihadapkan, seluruh hidup kesana juga bergantung dan kepadaNya
 pula ruh akan kembali. "Sungguh, hari kemudian itu lebih  baik
 buat kau daripada yang sekarang."
 
 Ya,  hari  kemudian  tempat  berkumpulnya  jiwa  dengan segala
 bentuknya yang penuh, yang tidak lagi kenal ruang  dan  waktu,
 dan  semua  cara hidup pertama yang rendah ini akan terlupakan
 adanya.  Hari  kemudian  yang  akan  disinari   cahaya   pagi,
 berkilauan, dan malam yang gelap dan kelam. Bintang-bintang di
 langit, bumi dan gunung-gunung, semua akan dihubungi oleh jiwa
 yang  pasrah  menyerah.  Kehidupan  inilah  yang  akan menjadi
 tujuan. Inilah kebenaran yang sesungguhnya. Di luar itu  hanya
 bayangan  belaka,  yang  tiada  berguna. Kebenaran inilah yang
 cahayanya disinari oleh jiwa  Muhammad,  dan  yang  baru  akan
 dipantulkan  kembali  guna memikirkan bagaimana mengajak orang
 ingat kepada Tuhan. Dan guna mengajak orang kepada  Tuhan,  ia
 harus   membersihkan   pakaiannya   serta  menjauhi  perbuatan
 mungkar.  Ia  harus  tabah  menghadapi  segala  gangguan  demi
 menjaga dakwah kepada Kebenaran. Ia harus menuntun umat kepada
 ilmu yang belum mereka ketahui; jangan menolak orang  meminta,
 jangan  berlaku  bengis  terhadap  anak  piatu. Cukuplah Tuhan
 telah memilihnya sebagai  pengemban  amanat.  Maka  katakanlah
 itu.  Cukup  sudah,  bahwa  Tuhan  telah  menemukannya sebagai
 seorang piatu, lalu dilindungiNya  di  bawah  asuhan  kakeknya
 Abd'l-Muttalib, dan pamannya, Abu Talib. Ia yang hidup miskin,
 telah  diberi  kekayaan   dengan   amanat   Tuhan   kepadanya.
 Dipermudah  pula dengan Khadijah sebagai kawan semasa mudanya,
 kawan semasa dalam tahannuth, kawan semasa kerasulannya, kawan
 yang  penuh  cinta  kasih,  yang  memberi  nasehat dengan rasa
 kasih-sayangnya. Tuhan telah mendapatinya tak tahu jalan, lalu
 diberiNya   petunjuk   berupa  risalah.  Cukuplah  semua  itu.
 Hendaklah ia mengajak orang kepada Kebenaran, berusaha sedapat
 mungkin.
 
 Begitulah  ketentuan  Tuhan  terhadap  seorang nabi yang telah
 dipilihNya. Ia tidak ditinggalkanNya, juga tidak dibenciNya.
 
 Tuhan  telah  mengajarkan  Nabi  bersembahyang,   maka   iapun
 bersembahyang,  begitu  juga  Khadijah  ikut  pula sembahyang.
 Selain puteri-puterinya, tinggal bersama keluarga itu Ali  bin
 Abi  Talib  sebagai anak muda yang belum balig. Pada waktu itu
 suku Quraisy sedang mengalami suatu krisis yang luarbiasa. Abu
 Talib  adalah  keluarga  yang  banyak anaknya. Muhammad sekali
 berkata kepada Abbas, pamannya - yang  pada  masa  itu  adalah
 yang  paling  mampu  di  antara  Keluarga  Hasyim:  "Abu Talib
 saudaramu anaknya banyak. Seperti kaulihat, banyak orang  yang
 mengalami krisis. Baiklah kita ringankan dia dari anak-anaknya
 itu.  Aku  akan  mengambilnya  seorang  kaupun  seorang  untuk
 kemudian kita asuh."
 
 Karena  itu  Abbas  lalu mengasuh Ja'far dan Muhammad mengasuh
 Ali, yang tetap tinggal bersama sampai pada masa kerasulannya.
 
 Tatkala Muhammad dan Khadijah sedang sembahyang, tiba-tiba Ali
 menyeruak  masuk.  Dilihatnya kedua orang itu sedang ruku' dan
 sujud serta membaca beberapa  ayat  Qur'an  yang  sampai  pada
 waktu  itu  sudah  diwahyukan  kepadanya.  Anak  ifu  tertegun
 berdiri:  "Kepada  siapa  kalian  sujud?"   tanyanya   setelah
 sembahyang selesai.
 
 "Kami  sujud  kepada  Allah," jawab Muhammad, "Yang mengutusku
 menjadi nabi dan memerintahkan aku mengajak manusia  menyembah
 Allah"
 
 Lalu Muhammadpun mengajak sepupunya itu beribadat kepada Allah
 semata tiada bersekutu serta menerima agama yang  dibawa  nabi
 utusanNya  dengan meninggalkan berhala-berhala semacam Lat dan
 'Uzza. Muhammad lalu  membacakan  beberapa  ayat  Qur'an.  Ali
 sangat terpesona karena ayat-ayat itu luarbiasa indahnya.
 
                                     (bersambung ke bagian 2/4)
 

0 komentar:

Post a Comment

Just select text on the page and get instant translation from Google Translate!
Google Translate Client