Selamat Datang Di Emye Private Blog
Membaca, mendengar, dan menterjemahkan Al Qur'an
Sedikit Bigraphy Singkat tentang Aku.
Title

Bapakku

Bapakku yang Sangat Tegas Akan Sesuatu yang Dia Anggap Fundamental, Berprinsip Kuat. Sangat Religius. Jawa Banyumasan. Gualakeee Poll, hehehe...

Read More
Title

Ibuku

Ibuku.., Seorang Wanita yang Sangat Kuat, Tegar dan Banyak Akal. Bisa Menjadi Seorang Ibu Sekaligus "seorang ayah" Juga. Smart dalam bertahan hidup, Sabar di Keseharian, Walau Galak Tapi Pemaaf... Saluut Untukmu Mah...!

Read More
Title

Aku Yang...

Inilah Yang Dulu Selalu Mencari Masalah, dan Terkena Masalah dan Hampir Terkubur Karenanya.. Berharap Maaf dariNYA, Kedua Orangtuaku dan Juga Kalian Semua.. Do'akan RidhoNYA Untukku ya.. Terimakasih Untuk Kalian Semua...

Read More
Title

Rumahku Hidupku..No Place Like Home

Di Sinilah Awal Semua Kisahku.., Di Awali Dengan Kasih Sayang dan Pengharapan dan Di Jalani Dengan Kegilaan lalu Berakhir dengan Keterpurukan. No More Fly..No More Sky and No More Cry...

Read More
Title

Seberkas CahayaNYA...

Menunggu dan Berharap Banyak dariNYA... Jawaban dan Ampunan Setelah Doa-doa yang Kutambatkan.. Setiap Detik, Setiap Saat Sebelum Saat Akhir Hidupku Tiba...

Read More
Title

Pikirkan Dulu!

Pikirkan dan Pertimbangkan Semua Pilihan. Karena Kau Harus Memilih, Gunakan Kata Hatimu. Ambil Apa Yang Baik Dari Kisahku Kawan.. Semua Hikmah. Sekarang atau Tidak Sama Sekali..!!!?

Read More

Sejarah Hidup Rasulullah Muhammad SAW

October 18, 2011
BAGIAN KEEMPAT: DARI PERKAWINAN SAMPAI MASA KERASULANNYA (2/2)
 Muhammad Husain Haekal
 
 Kehidupan Muhammad dalam usia demikian itu  ternyata  tenteram
 adanya.  Kalau tidak karena kehilangan kedua anaknya itu tentu
 itulah hidup yang sungguh nikmat dirasakan  bersama  Khadijah,
 yang  setia  dan  penuh  kasih,  hidup sebagai ayah-bunda yang
 bahagia  dan  rela.  Oleh  karena  itu  wajar  sekali  apabila
 Muhammad  membiarkan dirinya berjalan sesuai dengan bawaannya,
 bawaan berpikir dan bermenung, dengan mendengarkan  percakapan
 masyarakatnya  tentang  berhala-berhala,  serta  apa pula yang
 dikatakan orang-orang Nasrani dan Yahudi tentang  diri  mereka
 itu.  Ia  berpikir  dan merenungkan. Di kalangan masyarakatnya
 dialah orang yang paling banyak berpikir  dan  merenung.  Jiwa
 yang   kuat  dan  berbakat  ini,  jiwa  yang  sudah  mempunyai
 persiapan kelak akan menyampaikan risalah  Tuhan  kepada  umat
 manusia,  serta  mengantarkannya  kepada kehidupan rohani yang
 hakiki, jiwa demikian tidak mungkin berdiam diri saja  melihat
 manusia  yang  sudah  hanyut  ke dalam lembah kesesatan. Sudah
 seharusnya  ia  mencari  petunjuk  dalam  alam  semesta   ini,
 sehingga  Tuhan  nanti  menentukannya  sebagai orang yang akan
 menerima risalahNya. Begitu besar  dan  kuatnya  kecenderungan
 rohani  yang  ada  padanya,  ia tidak ingin menjadikan dirinya
 sebangsa dukun atau ingin menempatkan diri sebagai ahli  pikir
 seperti  ,  dilakukan  oleh  Waraqa b. Naufal dan sebangsanya.
 Yang dicarinya hanyalah  kebenaran  semata.  Pikirannya  penuh
 untuk  itu,  banyak  sekali ia bermenung. Pikiran dan renungan
 yang berkecamuk dalam hatinya itu  sedikit  sekali  dinyatakan
 kepada orang lain.
 
 Sudah  menjadi  kebiasaan  orang-orang  Arab  masa  itu  bahwa
 golongan berpikir mereka  selama  beberapa  waktu  tiap  tahun
 menjauhkan   diri   dari   keramaian   orang,  berkhalwat  dan
 mendekatkan diri kepada tuhan-tuhan mereka dengan bertapa  dan
 berdoa,    mengharapkan   diberi   rejeki   dan   pengetahuan.
 Pengasingan  untuk  beribadat  semacam  ini   mereka   namakan
 tahannuf dan tahannuth.6
 
 Di  tempat  ini  rupanya  Muhammad mendapat tempat yang paling
 baik guna mendalami pikiran dan renungan yang berkecamuk dalam
 dirinya.  Juga  di  tempat ini ia mendapatkan ketenangan dalam
 dinnya serta obat penawar hasrat hati yang  ingin  menyendiri,
 ingin  mencari  jalan  memenuhi kerinduannya yang selalu makin
 besar, ingin mencapai ma'rifat serta mengetahui  rahasia  alam
 semesta.
 
 Di  puncak  Gunung  Hira,  - sejauh dua farsakh7 sebelah utara
 Mekah -terletak  sebuah  gua  yang  baik  sekali  buat  tempat
 menyendiri  dan  tahannuth. Sepanjang bulan Ramadan tiap tahun
 ia pergi ke sana dan berdiam di tempat itu, cukup hanya dengan
 bekal  sedikit  yang  dibawanya.  Ia  tekun dalam renungan dan
 ibadat,  jauh  dari  segala  kesibukan  hidup  dan   keributan
 manusia. Ia mencari Kebenaran, dan hanya kebenaran semata.
 
 Demikian  kuatnya  ia  merenung mencari hakikat kebenaran itu,
 sehingga lupa ia akan dirinya, lupa makan,  lupa  segala  yang
 ada  dalam  hidup  ini.  Sebab,  segala  yang dilihatnya dalam
 kehidupan manusia sekitarnya,  bukanlah  suatu  kebenaran.  Di
 situ  ia  mengungkapkan  dalam  kesadaran batinnya segala yang
 disadarinya. Tambah tidak suka lagi ia akan  segala  prasangka
 yang pernah dikejar-kejar orang.
 
 Ia  tidak  berharap kebenaran yang dicarinya itu akan terdapat
 dalam  kisah-kisah  lama  atau  dalam   tulisan-tulisan   para
 pendeta,  melainkan dalam alam sekitarnya: dalam luasan langit
 dan bintang-bintang, dalam bulan dan  matahari,  dalam  padang
 pasir  di  kala  panas  membakar  di bawah sinar matahari yang
 berkilauan.  Atau  di  kala  langit  yang  jernih  dan  indah,
 bermandikan  cahaya  bulan  dan bintang yang sedap dan lembut,
 atau dalam laut dan deburan ombak, dan dalam segala  yang  ada
 di  balik  itu,  yang  ada hubungannya dengan wujud ini, serta
 diliputi seluruh kesatuan wujud. Dalam alam itulah ia  mencari
 Hakekat Tertinggi. Dalam usaha mencapai itu, pada saat-saat ia
 menyendiri demikian jiwanya  membubung  tinggi  akan  mencapai
 hubungan   dengan  alam  semesta  ini,  menembusi  tabir  yang
 menyimpan semua rahasia. Ia tidak memerlukan permenungan  yang
 panjang  guna  mengetahui  bahwa  apa  yang oleh masyarakatnya
 dipraktekkan dalam soal-soal  hidup  dan  apa  yang  disajikan
 sebagai  kurban-kurban  untuk  tuhan-tuhan  mereka  itu, tidak
 membawa  kebenaran  samasekali.  Berhala-berhala  yang   tidak
 berguna, tidak menciptakan dan tidak pula mendatangkan rejeki,
 tak dapat memberi perlindungan kepada  siapapun  yang  ditimpa
 bahaya.  Hubal,  Lat  dan  'Uzza,  dan semua patung-patung dan
 berhala-berhala  yang  terpancang  di  dalam  dan  di  sekitar
 Ka'bah,  tak  pernah menciptakan, sekalipun seekor lalat, atau
 akan mendatangkan suatu kebaikan bagi Mekah.
 
 Tetapi! Ah, di mana gerangan kebenaran itu! Gerangan  di  mana
 kebenaran  dalam  alam  semesta  yang  luas  ini,  luas dengan
 buminya, dengan lapisan-lapisan langit dan bintang-bintangnya?
 Adakah  barangkali  dalam  bintang  yang  berkelip-kelip, yang
 memancarkan cahaya dan kehangatan kepada  manusia,  dari  sana
 pula  hujan  diturunkan,  sehingga karenanya manusia dan semua
 makhluk yang ada di muka bumi ini hidup dari air, dari  cahaya
 dan  kehangatan  udara?  Tidak! Bintang-bintang itu tidak lain
 adalah  benda-benda  langit  seperti  bumi  ini   juga.   Atau
 barangkali  di  balik  benda-benda  itu terdapat eter yang tak
 terbatas, tak berkesudahan?
 
 Tetapi apa eter itu? Apa hidup yamg kita alami  sekarang,  dan
 besok  akan  berkesudahan?  Apa  asalnya,  dan  apa sumbernya?
 Kebetulan sajakah bumi ini dijadikan dan dijadikan  pula  kita
 di  dalamnya? Tetapi, baik bumi atau hidup ini sudah mempunyai
 ketentuan yang pasti yang tak berubah-ubah, dan tidak  mungkin
 bila  dasarnya hanya kebetulan saja. Apa yang dialami manusia,
 kebaikan atau keburukan, datang atas kehendak manusia sendiri,
 ataukah itu sudah bawaannya sendiri pula sehingga tak kuasa ia
 memilih yang lain?
 
 Masalah-masalah kejiwaan dan kerohanian serupa itu,  itu  juga
 yang  dipikirkan  Muhammad  selama  ia  mengasingkan  diri dan
 bertekun dalam Gua Hira'. Ia ingin melihat Kebenaran  itu  dan
 melihat   hidup  itu  seluruhnya.  Pemikirannya  itu  memenuhi
 jiwanya, memenuhi jantungnya, pribadinya dan seluruh wujudnya.
 Siang  dan  malam  hal  ini menderanya terus menerus. Bilamana
 bulan Ramadan sudah berlalu dan ia  kembali  kepada  Khadijah,
 pengaruh  pikiran yang masih membekas padanya membuat Khadijah
 menanyakannya selalu, karena diapun ingin  lega  hatinya  bila
 sudah diketahuinya ia dalam sehat dan afiat.
 
 Dalam  melakukan  ibadat  selama  dalam  tahannuth  itu adakah
 Muhammad menganut sesuatu  syariat  tertentu?  Dalam  hal  ini
 ulama-ulama  berlainan  pendapat.  Dalam Tarikh-nya Ibn Kathir
 menceritakan sedikit tentang pendapat-pendapat mereka mengenai
 syariat  yang  digunakannya  melakukan  ibadat  itu:  Ada yang
 mengatakan menurut syariat Nuh, ada  yang  mengatakan  menurut
 Ibrahim,  yang  lain  berkata  menurut  syariat Musa, ada yang
 mengatakan menurut Isa dan  ada  pula  yang  mengatakan,  yang
 lebih  dapat dipastikan, bahwa ia menganut sesuatu syariat dan
 diamalkannya. Barangkali  pendapat  yang  terakhir  ini  lebih
 tepat daripada yang sebelumnya. Ini adalah sesuai dengan dasar
 renungan dan pemikiran yang menjadi kedambaan Muhammad.
 
 Tahun telah berganti tahun dan  kini  telah  tiba  pula  bulan
 Ramadan. Ia pergi ke Hira', ia kembali bermenung, sedikit demi
 sedikit ia bertambah matang, jiwanyapun semakin penuh. Sesudah
 beberapa  tahun jiwa yang terbawa oleh Kebenaran Tertinggi itu
 dalam tidurnya bertemu dengan mimpi  hakiki  yang  memancarkan
 cahaya  kebenaran  yang  selama ini dicarinya Bersamaan dengan
 itu pula dilihatnya hidup yang sia-sia, hidup tipu-daya dengan
 segala macam kemewahan yang tiada berguna.
 
 Ketika  itulah ia percaya bahwa masyarakatnya telah sesat dari
 jalan yang benar, dan  hidup  kerohanian  mereka  telah  rusak
 karena    tunduk    kepada    khayal   berhala-berhala   serta
 kepercayaan-kepercayaan  semacamnya  yang  tidak  kurang  pula
 sesatnya.  Semua yang sudah pernah disebutkan oleh kaum Yahudi
 dan kaum Nasrani tak dapat menolong mereka dari kesesatan itu.
 Apa  yang  disebutkan  mereka  itu masing masing memang benar;
 tapi masih mengandung  bermacam-macam  takhayul  dan  pelbagai
 macam  cara  paganisma,  yang  tidak  mungkin  sejalan  dengan
 kebenaran  sejati,  kebenaran  mutlak  yang  sederhana,  tidak
 mengenal   segala  macam  spekulasi  perdebatan  kosong,  yang
 menjadi pusat perhatian kedua golongan  Ahli  Kitab  itu.  Dan
 Kebenaran  itu ialah Allah, Khalik seluruh alam, tak ada tuhan
 selain Dia. Kebenaran itu ialah Allah Pemelihara semesta alam.
 Dialah  Maha  Rahman dan Maha Rahim. Kebenaran itu ialah bahwa
 manusia   dinilai   berdasarkan   perbuatannya.   "Barangsiapa
 mengerjakan  kebaikan  seberat  atompun  akan  dilihatNya. Dan
 barangsiapa  mengerjakan  kejahatan   seberat   atompun   akan
 dilihatNya  pula."  (Qur'an, 99:7-8) Dan bahwa surga itu benar
 adanya dan nerakapun benar adanya. Mereka yang menyembah tuhan
 selain Allah mereka itulah menghuni neraka, tempat tinggal dan
 kediaman yang paling durhaka.
 
 Muhammad sudah menjelang usia empatpuluh tahun.  Pergi  ia  ke
 Hira'  melakukan  tahannuth.  Jiwanya  sudah  penuh  iman atas
 segala apa yang telah dilihatnya dalam mimpi  hakiki  itu.  Ia
 telah  membebaskan  diri  dari  segala  kebatilan. Tuhan telah
 mendidiknya, dan didikannya baik sekali. Dengan sepenuh  kalbu
 ia  menghadapkan  diri  ke  jalan lurus, kepada Kebenaran yang
 Abadi. Ia telah menghadapkan diri kepada Allah dengan  seluruh
 jiwanya  agar  dapat  memberikan  hidayah dan bimbingan kepada
 masyarakatnya yang sedang hanyut dalam lembah kesesatan.
 
 Dalam hasratnya menghadapkan diri itu ia bangun tengah  malam,
 kalbu  dan  kesadarannya  dinyalakan. Lama sekali ia berpuasa,
 dengan begitu renungannya dihidupkan. Kemudian ia  turun  dari
 gua  itu,  melangkah ke jalan-jalan di sahara. Lalu ia kembali
 ke tempatnya berkhalwat,  hendak  menguji  apa  gerangan  yang
 berkecamuk  dalam  perasaannya itu, apa gerangan yang terlihat
 dalam mimpi itu? Hal serupa itu berjalan  selama  enam  bulan,
 sampai-sampai  ia  merasa  kuatir  akan  membawa  akibat  lain
 terhadap  dirinya.  Oleh  karena  itu   ia   menyatakan   rasa
 kekuatirannya  itu  kepada  Khadijah dan menceritakan apa yang
 telah dilihatnya. Ia kuatir kalau-kalau  itu  adalah  gangguan
 jin.
 
 Tetapi  isteri  yang  setia  itu  dapat menenteramkan hatinya.
 dikatakannya bahwa dia adalah al-Amin, tidak mungkin jin  akan
 mendekatinya,  sekalipun  memang tidak terlintas dalam pikiran
 isteri  atau  dalam  pikiran  suami  itu,  bahwa  Allah  telah
 mempersiapkan  pilihanNya itu dengan memberikan latihan rohani
 sedemikian rupa guna menghadapi saat yang dahsyat, berita yang
 dahsyat,  yaitu  saat  datangnya  wahyu pertama. Dengan itu ia
 dipersiapkan untuk membawakan pesan dan risalah yang besar.
 
 Tatkala ia sedang dalam keadaan tidur dalam  gua  itu,  ketika
 itulah datang malaikat membawa sehelai lembaran seraya berkata
 kepadanya: "Bacalah!" Dengan terkejut Muhammad menjawab: "Saya
 tak   dapat   membaca".   Ia   merasa   seolah  malaikat  itu
 mencekiknya, kemudian dilepaskan  lagi  seraya  katanya  lagi:
 "Bacalah!"  Masih  dalam  ketakutan akan dicekik lagi Muhammad
 menjawab: "Apa yang akan saya baca." Seterusnya  malaikat  itu
 berkata:  "Bacalah!  Dengan  nama  Tuhanmu  Yang  menciptakan.
 Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah. Dan  Tuhanmu
 Maha Pemurah. Yang mengajarkan dengan Pena. Mengajarkan kepada
 manusia apa yang belum diketahuinya ..." (Qur'an 96:1-5)
 
 Lalu ia mengucapkan bacaan  itu.  Malaikatpun  pergi,  setelah
 kata-kata itu terpateri dalam kalbunya.8
 
 Tetapi  kemudian ia terbangun ketakutan, sambil bertanya-tanya
 kepada dirinya:  Gerangan  apakah  yang  dilihatnya?!  Ataukah
 kesurupan  yang  ditakutinya  itu  kini  telah menimpanya?! Ia
 menoleh ke kanan dan ke kiri, tapi  tak  melihat  apa-apa.  Ia
 diam  sebentar,  gemetar  ketakutan.  Kuatir  ia akan apa yang
 terjadi dalam gua itu. Ia lari dari tempat itu. Semuanya serba
 membingungkan.   Tak  dapat  ia  menafsirkan  apa  yang  telah
 dilihatnya itu.
 
 Cepat-cepat ia  pergi  menyusuri  celah-celah  gunung,  sambil
 bertanya-tanya  dalam hatinya: siapa gerangan yang menyuruhnya
 membaca itu?! Yang pernah dilihatnya sampai saat itu sementara
 dia  dalam  tahannuth,  ialah  mimpi hakiki yang memancar dari
 sela-sela renungannya, memenuhi dadanya, membuat jalan yang di
 hadapannya  jadi  terang-benderang,  menunjukkan kepadanya, di
 mana kebenaran itu. Tirai gelap yang selama itu  menjerumuskan
 masyarakat  Quraisy  ke dalam lembah paganisma dan penyembahan
 berhala, jadi terbuka.
 
 Sinar  terang-benderang  yang  memancar  di   hadapannya   dan
 kebenaran  yang  telah  menunjukkan jalan kepadanya itu, ialah
 Yang Tunggal Maha Esa.  Tetapi  siapakah  yang  telah  memberi
 peringatan tentang itu, dan bahwa Dia yang menicptakan manusia
 dan bahwa Dia  Yang  Maha  Pemurah,  Yang  mengajarkan  kepada
 manusia dengan pena, mengajarkan apa yang belum diketahuinya?
 
 Ia  memasuki  pegunungan  itu  masih  dalam  ketakutan,  masih
 bertanya-tanya. Tiba-tiba ia mendengar ada suara memanggilnya.
 Dahsyat   sekali  terasa.  Ia  melihat  ke  permukaan  langit.
 Tiba-tiba yang terlihat adalah malaikat dalam bentuk  manusia.
 Dialah yang memanggilnya. Ia makin ketakutan sehingga tertegun
 ia di tempatnya. Ia memalingkan muka dari yang dilihatnya itu.
 Tetapi  dia  masih  juga  melihatnya  di  seluruh ufuk langit.
 Sebentar  melangkah  maju  ia,  sebentar  mundur,  tapi   rupa
 malaikat  yang sangat indah itu tidak juga lalu dari depannya.
 Seketika lamanya ia dalam keadaan  demikian.  Dalam  pada  itu
 Khadijah  telah  mengutus  orang  mencarinya ke dalam gua tapi
 tidak menjumpainya.
 
 Setelah rupa malaikat itu  menghilang  Muhammad  pulang  sudah
 berisi wahyu yang disampaikan kepadanya. Jantungnya berdenyut,
 hatinya berdebar-debar ketakutan. Dijumpainya Khadijah  sambil
 ia  berkata:  "Selimuti  aku!"  Ia segera diselimuti. Tubuhnya
 menggigil seperti dalam  demam.  Setelah  rasa  ketakutan  itu
 berangsur  reda  dipandangnya  isterinya dengan pandangan mata
 ingin mendapat kekuatan.
 
 "Khadijah, kenapa aku?" katanya. Kemudian  diceritakannya  apa
 yang  telah  dilihatnya,  dan dinyatakannya rasa kekuatirannya
 akan teperdaya oleh kata hatinya atau akan jadi  seperti  juru
 nujum saja.
 
 Seperti  juga ketika dalam suasana tahannuth dan dalam suasana
 ketakutannya  akan  kesurupan   Khadijah   yang   penuh   rasa
 kasih-sayang,  adalah  tempat  ia  melimpahkan  rasa damai dan
 tenteram kedalam hati yang besar itu, hati yang  sedang  dalam
 kekuatiran  dan  dalam  gelisah.  Ia tidak memperlihatkan rasa
 kuatir atau rasa curiga. Bahkan dilihatnya ia dengan pandangan
 penuh hormat, seraya berkata:
 
 "O  putera  pamanku.9 Bergembiralah, dan tabahkan hatimu. Demi
 Dia Yang  memegang  hidup  Khadijah,10  aku  berharap  kiranya
 engkau  akan  menjadi  Nabi  atas  umat  ini. Samasekali Allah
 takkan mencemoohkan kau; sebab engkaulah yang mempererat  tali
 kekeluargaan,  jujur  dalam  kata-kata,  kau  yang mau memikul
 beban orang lain dan menghormati tamu dan menolong mereka yang
 dalam kesulitan atas jalan yang benar."
 
 Muhammad  sudah  merasa  tenang kembali. Dipandangnya Khadijah
 dengan mata penuh terimakasih dan rasa kasih. Sekujur badannya
 sekarang terasa sangat letih dan perlu sekali ia tidur. Ia pun
 tidur, tidur  untuk  kemudian  bangun  kembali  membawa  suatu
 kehidupan  rohani  yang  kuat,  yang  luarbiasa kuatnya. Suatu
 kellidupan  yang  sungguh  dahsyat  dan  mempesonakan.  Tetapi
 kehidupan  yang  penuh  pengorbanan,  yang tulus-ikhlas semata
 untuk Allah, untuk kebenaran dan untuk perikemanusiaan. Itulah
 Risalah Tuhan yang akan diteruskan dan disampaikan kepada umat
 manusia dengan cara  yang  lebih  baik,  sehingga  sempurnalah
 cahaya Allah, sekalipun oleh orang-orang kafir tidak disukai.
 
 Catatan kaki:
 
  1 Berdasarkan pada sebagian besar ahli genekologi,
    bahwa putera-putera Nabi s.a.w. dari Khadijah dua
    orang: al-Qasim dan Abdullah, yang diberi julukan
    at-Tahir dan at-Tayyib. Ada juga yang mengatakan tiga,
    ada pula yang mengatakan empat orang.
    
  2 Mungkin nama ini sudah diarabkan (A)
    
  3 Bangunan itu terdiri dari empat sudut dikenal dengan
    nama-nama sudut utara, ar-rukn'l-iraqi (Irak), sudut
    selatan, ar-rukn'l-yamani, sudut barat, ar-rukn'l-syami
    dan sudut timur, ar-rukn'l-aswad (A)
    
  4 Hubal, Lat, 'Uzza dan Manat adalah berhala-berhala
    sembahan Arab pagan. Konon kabarnya Hubal berhala
    terbesar yang tinggal dalam Ka'bah, dibuat dari batu
    akik dalam bentuk manusia (lihat halaman 21-22).
    Keterangan tentang tuhan-tuhan wanita Lat. 'Uzza dan
    Manat berbeda-beda mengenai bentuknya. Katanya Lat
    dalam bentuk manusia juga, 'Uzza berhala kaum Thaqif.
    'Uzza pada mulanya adalah pohon suci, terletak di
    antara Mekah dengan Ta'if. Manat merupakan batu putih,
    berhala kaum Hudhail dan Khuza'a. Ketiga-tiganya itu
    berbentuk wanita. (A)
    
  5 Usman b. 'Affan, Khalifah ketiga. Setelah Ruqayya
    diceraikan oleh 'Utba diambil isteri oleh Usman b.
    'Affan. Setelah Umm Kulthum dewasa kawin dengan
    'Utaiba, lalu diceraikan pula. Sesudah dalam tahun ke-2
    H. Ruqayya wafat, Usman kawin dcngan Umm Kulthum. Ia
    meninggal dalam tahun ke-9 H. di Medinah (A).
    
  6 Tahannuf atau tahannafa, mungkin asal katanya seakar
    dengan hanif, yang berarti 'cenderung kepada kebenaran'
    'meninggalkan berhala dan beribadat kepada Allah' (LA)
    atau sebaliknya dari perbuatan syirik. (Bandingkan
    Qur'an, 2: 135; 10: 105). Tahannuth atau tahannatha,
    beribadat dan menjauhi dosa; mendekatkan diri kepada
    Tuhan' (N). 'Beribadat dan menjauhi berhala, seperti
    tahannatha (LA). Dalam terjemahan selanjutnya kedua
    kata ini tidak diterjemahkan (A).
    
  7 Bahasa Persia, parsang, ukuran panjang dahulu kala,
    kira-kira 3.5 mil atau hampir 6 km. (A).
    
  8 Demikian buku-buku sejarah yang mula-mula
    menceritakan. Ibn Ishaq juga ke sana dasarnya. Demikian
    juga yang datang kemudian banyak yang menceritakan
    begitu. Hanya saja sebagian mereka berpendapat bahwa
    permulaan wahyu itu datang ia dalam keadaan jaga dan di
    waktu siang, dengan menyebutkan sebuah keterangan
    melalui Jibril yang menenteramkan hati Muhammad ketika
    dilihatnya dalam ketakutan. Ibn Kathir dalam Tarikh-nya
    menyebutkan sumber yang dibawa oleh al-Hafiz Abu Na'im
    al-Ashbahani dalam bukunya Dala'il'n-Nubawa dari
    'Alqama bin Qais, bahwa "Yang mula-mula didatangkan
    kepada para nabi itu mereka dalam keadaan tidur (dengan
    maksud) supaya hati mereka tenteram. Sesudah itu
    kemudian wahyu turun. Dan ditambahkan: "Ini yang
    dikatakan 'Alqama ibn Qais sendiri, suatu keterangan
    yang baik, diperkuat oleh yang datang sebelum dan
    sesudahnya."
    
  9 Suatu kebiasaan orang Arab memanggil orang yang
    dianggap seturunan. Muhammad dan Khadijah dari nenek
    moyang yang sama, yakni Qushayy (A).
 
 10 Suatu pernyataan sumpah yang biasa diucapkan pada
    masa itu, maksudnya "Demi Allah" (A)
 

0 komentar:

Post a Comment

Just select text on the page and get instant translation from Google Translate!
Google Translate Client