Selamat Datang Di Emye Private Blog
Membaca, mendengar, dan menterjemahkan Al Qur'an
Sedikit Bigraphy Singkat tentang Aku.
Title

Bapakku

Bapakku yang Sangat Tegas Akan Sesuatu yang Dia Anggap Fundamental, Berprinsip Kuat. Sangat Religius. Jawa Banyumasan. Gualakeee Poll, hehehe...

Read More
Title

Ibuku

Ibuku.., Seorang Wanita yang Sangat Kuat, Tegar dan Banyak Akal. Bisa Menjadi Seorang Ibu Sekaligus "seorang ayah" Juga. Smart dalam bertahan hidup, Sabar di Keseharian, Walau Galak Tapi Pemaaf... Saluut Untukmu Mah...!

Read More
Title

Aku Yang...

Inilah Yang Dulu Selalu Mencari Masalah, dan Terkena Masalah dan Hampir Terkubur Karenanya.. Berharap Maaf dariNYA, Kedua Orangtuaku dan Juga Kalian Semua.. Do'akan RidhoNYA Untukku ya.. Terimakasih Untuk Kalian Semua...

Read More
Title

Rumahku Hidupku..No Place Like Home

Di Sinilah Awal Semua Kisahku.., Di Awali Dengan Kasih Sayang dan Pengharapan dan Di Jalani Dengan Kegilaan lalu Berakhir dengan Keterpurukan. No More Fly..No More Sky and No More Cry...

Read More
Title

Seberkas CahayaNYA...

Menunggu dan Berharap Banyak dariNYA... Jawaban dan Ampunan Setelah Doa-doa yang Kutambatkan.. Setiap Detik, Setiap Saat Sebelum Saat Akhir Hidupku Tiba...

Read More
Title

Pikirkan Dulu!

Pikirkan dan Pertimbangkan Semua Pilihan. Karena Kau Harus Memilih, Gunakan Kata Hatimu. Ambil Apa Yang Baik Dari Kisahku Kawan.. Semua Hikmah. Sekarang atau Tidak Sama Sekali..!!!?

Read More

Sejarah Hidup Rasulullah Muhammad SAW

October 18, 2011
BAGIAN KETIGA: MUHAMMAD DARI KELAHIRAN                   (3/3) 
 SAMPAI PERKAWINANNYA
 Muhammad Husain Haekal
 
 Juga orang berselisih pendapat mengenai  tugas  yang  dipegang
 Muhammad  dalam  perang  itu.  Ada  yang  mengatakan  tugasnya
 mengumpulkan anak-anak panah yang datang  dari  pihak  Hawazin
 lalu di berikan kepada paman-pamannya untuk dibalikkan kembali
 kepada pihak lawan. Yang  lain  lagi  berpendapat,  bahwa  dia
 sendiri yang ikut melemparkan panah. Tetapi, selama peperangan
 tersebut telah berlangsung sampai empat tahun, maka  kebenaran
 kedua  pendapat  itu dapat saja diterima. Mungkin pada mulanya
 ia  mengumpulkan  anak-anak  panah  itu  untuk  pamannya   dan
 kemudian  dia  sendiripun  ikut  melemparkan.  Beberapa  tahun
 sesudah  kenabiannya  Rasulullah  menyebutkan  tentang  Perang
 Fijar  itu  dengan  berkata:  "Aku mengikutinya bersama dengan
 paman-pamanku, juga ikut melemparkan panah dalam  perang  itu;
 sebab aku tidak suka kalau tidak juga aku ikut melaksanakan."
 
 Sesudah  Perang  Fijar  Quraisy  merasakan sekali bencana yang
 menimpa mereka dan menimpa Mekah seluruhnya,  yang  disebabkan
 oleh perpecahan, sesudah Hasyim dan 'Abd'l-Muttalib wafat, dan
 masing-masing pihak berkeras mau  jadi  yang  berkuasa.  Kalau
 tadinya orang-orang Arab itu menjauhi, sekarang mereka berebut
 mau berkuasa. Atas anjuran Zubair bin 'Abd'l-Muttalib di rumah
 Abdullah  bin  Jud'an  diadakan  pertemuan  dengan  mengadakan
 jamuan makan, dihadiri oleh  keluarga-keluarga  Hasyim,  Zuhra
 dan  Taym.  Mereka  sepakat  dan berjanji atas nama Tuhan Maha
 Pembalas, bahwa Tuhan akan  berada  di  pihak  yang  teraniaya
 sampai  orang itu tertolong. Muhammad menghadiri pertemuan itu
 yang oleh mereka disebut Hilf'l-Fudzul.  Ia  mengatakan,  "Aku
 tidak  suka  mengganti fakta yang kuhadiri di rumah Ibn Jud'an
 itu dengan jenis unta yang baik.  Kalau  sekarang  aku  diajak
 pasti kukabulkan."
 
 Seperti   kita  lihat,  Perang  Fijar  itu  berlangsung  hanya
 beberapa hari saja tiap tahun.  Sedang  selebihnya  masyarakat
 Arab  kembali  ke  pekerjaannya  masing-masing. Pahit-getirnya
 peperangan  yang  tergores  dalam  hati  mereka   tidak   akan
 menghalangi  mereka  dari  kegiatan  perdagangan,  menjalankan
 riba, minum minuman keras serta pelbagai macam kesenangan  dan
 hiburan sepuas-puasnya
 
 Adakah  juga  Muhammad ikut serta dengan mereka dalam hal ini?
 Ataukah sebaliknya perasaannya yang halus,  kemampuannya  yang
 terbatas  serta asuhan pamannya membuatnya jadi menjauhi semua
 itu, dan melihat segala kemewahan dengan  mata  bernafsu  tapi
 tidak  mampu? Bahwasanya dia telah menjauhi semua itu, sejarah
 cukup menjadi saksi. Yang terang ia menjauhi itu bukan  karena
 tidak  mampu  mencapainya.  Mereka  yang  tinggal di pinggiran
 Mekah,  yang  tidak  mempunyai  mata  pencarian,  hidup  dalam
 kemiskinan dan kekurangan, ikut hanyut juga dalam hiburan itu.
 Bahkan di antaranya lebih gila lagi dari  pemuka-pemuka  Mekah
 dan  bangsawan-bangsawan  Quraisy  dalam menghanyutkan diri ke
 dalam kesenangan demikian itu.
 
 Akan tetapi jiwa Muhammad  adalah  jiwa  yang  ingin  melihat,
 ingin  mendengar,  ingin  mengetahui.  Dan  seolah  tidak ikut
 sertanya ia belajar seperti yang dilakukan teman-temannya dari
 anak-anak  bangsawan  menyebabkan  ia  lebih  keras lagi ingin
 memiliki pengetahuan. Karena jiwanya yang besar, yang kemudian
 pengaruhnya tampak berkilauan menerangi dunia, jiwa besar yang
 selalu mendambakan kesempurnaan, itu jugalah yang  menyebabkan
 dia  menjauhi  foya-foya,  yang  biasa  menjadi  sasaran utama
 pemduduk Mekah. Ia mendambakan cahaya hidup  yang  akan  lahir
 dalam  segala  manifestasi kehidupan, dan yang akan dicapainya
 hanya dengan dasar kebenaran. Kenyataan  ini  dibuktikan  oleh
 julukan  yang  diberikan  orang  kepadanya dan bawaan yang ada
 dalam dirinya. Itu sebabnya, sejak masa ia kanak-kanak  gejala
 kesempurnaan,  kedewasaan  dan  kejujuran  hati  sudah tampak,
 sehingga penduduk Mekah semua  memanggilnya  Al-Amin  (artinya
 'yang dapat dipercaya').
 
 Yang menyebabkan dia lebih banyak merenung dan berpikir, ialah
 pekerjaannya menggembalakan kambing sejak dalam  masa  mudanya
 itu.   Dia  menggembalakan  kambing  keluarganya  dan  kambing
 penduduk Mekah. Dengan rasa gembira ia  menyebutkan  saat-saat
 yang  dialaminya  pada  waktu menggembala itu. Di antaranya ia
 berkata: "Nabi-nabi yang diutus Allah  itu  gembala  kambing."
 Dan  katanya  lagi:  "Musa  diutus,  dia gembala kambing, Daud
 diutus, dia gembala kambing, aku diutus, juga gembala  kambing
 keluargaku di Ajyad."
 
 Gembala  kambing  yang  berhati  terang  itu, dalam udara yang
 bebas lepas di siang hari, dalam kemilau  bintang  bila  malam
 sudah  bertahta,  menemukan  suatu  tempat  yang  serasi untuk
 pemikiran dan permenungannya. Ia menerawang dalam suasana alam
 demikian  itu,  karena ia ingin melihat sesuatu di balik semua
 itu.  Dalam  pelbagai  manifestasi  alam  ia   mencari   suatu
 penafsiran  tentang penciptaan semesta ini. Ia melihat dirinya
 sendiri. Karena hatinya yang terang, jantungnya yang hidup, ia
 melihat dirinya tidak terpisah dari alam semesta itu. Bukankah
 juga ia menghirup udaranya, dan kalau tidak  demikian  berarti
 kematian?   Bukankah   ia   dihidupkan  oleh  sinar  matahari,
 bermandikan cahaya bulan dan kehadirannya  berhubungan  dengan
 bintang-bintang  dan  dengan seluruh alam? Bintang-bintang dan
 semesta alam yang tampak membentang di  depannya,  berhubungan
 satu  dengan  yang  lain  dalam susunan yang sudah ditentukan,
 matahari tiada seharusnya dapat mengejar bulan atau malam akan
 mendahului  siang.  Apabila kelompok kambing yang ada di depan
 Muhammad itu  memintakan  kesadaran  dan  perhatiannya  supaya
 jangan  ada  serigala  yang  akan  menerkam  domba itu, jangan
 sampai - selama tugasnya di pedalaman itu  -  ada  domba  yang
 sesat, maka kesadaran dan kekuatan apakah yang menjaga susunan
 alam yang begitu kuat ini?
 
 Pemikiran dan permenungan demikian membuat ia jauh dari segala
 pemikiran  nafsu  manusia duniawi. Ia berada lebih tinggi dari
 itu sehingga adanya hidup palsu yang sia-sia akan tampak jelas
 di   hadapannya.   Oleh   karena   itu,  dalam  perbuatan  dan
 tingkah-lakunya Muhammad terhindar dari segala  penodaan  nama
 yang sudah diberikan kepadanya oleh penduduk Mekah, dan memang
 begitu adanya: Al-Amin.
 
 Semua  ini  dibuktikan  oleh  keterangan  yang  diceritakannya
 kemudian,  bahwa  ketika  itu  ia  sedang  menggembala kambing
 dengan seorang kawannya.  Pada  suatu  hari  hatinya  berkata,
 bahwa  ia  ingin  bermain-main seperti pemuda-pemuda lain. Hal
 ini dikatakannya kepada kawannya pada suatu  senja,  bahwa  ia
 ingin  turun  ke  Mekah,  bermain-main  seperti para pemuda di
 gelap  malam,  dan  dimintanya  kawannya  menjagakan   kambing
 ternaknya itu. Tetapi sesampainya di ujung Mekah, perhatiannya
 tertarik pada suatu pesta perkawinan dan dia hadir  di  tempat
 itu.  Tetapi  tiba-tiba  ia  tertidur.  Pada  malam berikutnya
 datang lagi ia ke Mekah, dengan maksud  yang  sama.  Terdengar
 olehnya  irama  musik yang indah, seolah turun dari langit. Ia
 duduk mendengarkan. Lalu tertidur lagi sampai pagi.
 
 Jadi apakah gerangan pengaruh segala daya  penarik  Mekah  itu
 terhadap  kalbu  dan  jiwa  yang begitu padat oleh pikiran dan
 renungan? Gerangan apa pula artinya segala daya  penarik  yang
 kita  gambarkan itu yang juga tidak disenangi oleh mereka yang
 martabatnya jauh di bawah Muhammad?
 
 Karena itu ia terhindar dari cacat. Yang sangat  terasa  benar
 nikmatnya,  ialah  bila  ia sedang berpikir atau merenung. Dan
 kehidupan  berpikir  dan  merenung  serta  kesenangan  bekerja
 sekadarnya seperti menggembalakan kambing, bukanlah suatu cara
 hidup yang  membawa  kekayaan  berlimpah-limpah  baginya.  Dan
 memang  tidak  pernah  Muhammad  mempedulikan  hal  itu. Dalam
 hidupnya  ia  memang  menjauhkan  diri  dari  segala  pengaruh
 materi.  Apa  gunanya  ia  mcngejar  itu padahal sudah menjadi
 bawaannya ia tidak pernah tertarik? Yang  diperlukannya  dalam
 hidup ini asal dia masih dapat menyambung hidupnya.
 
 Bukankah  dia juga yang pernahh berkata: "Kami adalah golongan
 yang hanya makan bila merasa lapar, dan bila sudah makan tidak
 sampai  kenyang?"  Bukankah  dia juga yang sudah dikenal orang
 hidup  dalam  kekurangan  selalu  dan   minta   supaya   orang
 bergembira  menghadapi  penderitaan hidup? Cara orang mengejar
 harta dengan  serakah  hendak  memenuhi  hawa  nafsunya,  sama
 sekali   tidak   pernah   dikenal  Muhammad  selama  hidupnya.
 Kenikmatan jiwa yang  paling  besar,  ialah  merasakan  adanya
 keindahan  alam  ini  dan mengajak orang merenungkannya. Suatu
 kenikmatan besar,  yang  hanya  sedikit  saja  dikenal  orang.
 Kenikmatan  yang  dirasakan Muhammad sejak masa pertumbuhannya
 yang mula-mula  yang  telah  diperlihatkan  dunia  sejak  masa
 mudanya  adalah kenangan yang selalu hidup dalam jiwanya, yang
 mengajak orang  hidup  tidak  hanya  mementingkan  dunia.  Ini
 dimulai   sejak   kematian   ayahnya  ketika  ia  masih  dalam
 kandungan,  kemudian  kematian   ibunya,   kemudian   kematian
 kakeknya.  Kenikmatan  demikian  ini  tidak  memerlukan  harta
 kekayaan yang besar, tetapi  memerlukan  suatu  kekayaan  jiwa
 yang  kuat.  sehingga  orang  dapat  mengetahui:  bagaimana ia
 memelihara diri dan menyesuaikannya dengan kehidupan batin.
 
 Andaikata pada waktu itu Muhammad dibiarkan saja begitu, tentu
 takkan tertarik ia kepada harta. Dengan keadaannya itu ia akan
 tetap bahagia, seperti halnya dengan gembala-gembala  pemikir,
 yang  telah  menggabungkan alam ke dalam diri mereka dan telah
 pula mereka berada dalam pelukan kalbu alam.
 
 Akan tetapi Abu Talib pamannya - seperti sudah  kita  sebutkan
 tadi  -hidup  miskin dan banyak anak. Dari kemenakannya itu ia
 mengharapkan akan dapat memberikan tambahan rejeki  yang  akan
 diperoleh   dari   pemilik-pemilik   kambing  yang  kambingnya
 digembalakan. Suatu waktu ia mendengar berita, bahwa  Khadijah
 bint  Khuwailid mengupah orang-orang Quraisy untuk menjalankan
 perdagangannya. Khadijah adalah seorang wanita  pedagang  yang
 kaya  dan  dihormati, mengupah orang yang akan memperdagangkan
 hartanya itu. Berasal dari Keluarga (Banu) Asad, ia  bertambah
 kaya  setelah  dua  kali  ia  kawin  dengan  keluarga Makhzum,
 sehingga dia menjadi seorang penduduk Mekah yang  terkaya.  Ia
 menjalankan  dagangannya  itu dengan bantuan ayahnya Khuwailid
 dan beberapa orang  kepercayaannya.  Beberapa  pemuka  Quraisy
 pernah  melamarnya,  tetapi  ditolaknya.  Ia  yakin mereka itu
 melamar hanya karena  memandang  hartanya.  Sungguhpun  begitu
 usahanya itu terus dikembangkan.
 
 Tatkala Abu Talib mengetahui, bahwa Khadijah sedang menyiapkan
 perdagangan yang  akan  dibawa  dengan  kafilah  ke  Syam,  ia
 memanggil   kemenakannya  -  yang  ketika  itu  sudah  berumur
 duapuluh lima tahun.
 
 "Anakku," kata Abu Talib, "aku bukan orang  berpunya.  Keadaan
 makin   menekan  kita  juga.  Aku  mendengar,  bahwa  Khadijah
 mengupah orang dengan dua  ekor  anak  unta.  Tapi  aku  tidak
 setuju  kalau  akan  mendapat upah semacam itu juga. Setujukah
 kau kalau hal ini kubicarakan dengan dia?"
 
 "Terserah paman," jawab Muhammad.
 
 Abu Talibpun pergi mengunjungi Khadijah:
 
 "Khadijah, setujukah kau mengupah Muhammad?" tanya Abu  Talib.
 "Aku mendengar engkau mengupah orang dengan dua ekor anak unta
 Tapi buat Muhammad aku tidak setuju kurang dari empat ekor."
 
 "Kalau  permintaanmu  itu  buat  orang  yang  jauh  dan  tidak
 kusukai,  akan  kukabulkan,  apalagi buat orang yang dekat dan
 kusukai." Demikian jawab Khadijah.
 
 Kembalilah sang paman kepada kemenakannya dengan  menceritakan
 peristiwa  itu.  "Ini  adalah  rejeki  yang  dilimpahkan Tuhan
 kepadamu," katanya.
 
 Setelah mendapat nasehat paman-pamannya Muhammad pergi  dengan
 Maisara,  budak  Khadijah. Dengan mengambil jalan padang pasir
 kafilah  itupun  berangkat   menuju   Syam,   dengan   melalui
 Wadi'l-Qura,  Madyan  dan Diar Thamud serta daerah-daerah yang
 dulu pernah dilalui Muhammad dengan pamannya Abu Talib tatkala
 umurnya baru duabelas tahun.
 
 Perjalanan  sekali  ini telah menghidupkan kembali kenangannya
 tentag perjalanan yang pertama dulu itu. Hal ini menambah  dia
 lebih  banyak  bermenung, lebih banyak berpikir tentang segala
 yang pernah dilihat, yang pernah didengar sebelumnya:  tentang
 peribadatan   dan  kepercayaan-kepercayaan  di  Syam  atau  di
 pasar-pasar sekeliling Mekah.
 
 Setelah sampai di Bushra ia bertemu dengan agama Nasrani Syam.
 Ia  bicara  dengan  rahib-rahib dan pendeta-pendeta agama itu,
 dan seorang rahib Nestoria juga mengajaknya bicara. Barangkali
 dia  atau  rahib-rahib  lain  pernah  juga  mengajak Mullammad
 berdebat  tentang  agama  Isa,  agama  yang  waktu  itu  sudah
 berpecah-belah  menjadi  beberapa  golongan  dan sekta-sekta -
 seperti sudah kita uraikan di atas.
 
 Dengan kejujuran  dan  kemampuannya  ternyata  Muhammad  mampu
 benar  memperdagangkan  barang-barang  Khadijah,  dengan  cara
 perdagangan yang  lebih  banyak  menguntungkan  daripada  yang
 dilakukan orang lain sebelumnya. Demikian juga dengan karakter
 yang  manis  dan  perasaannya  yang  luhur  ia  dapat  menarik
 kecintaan  dan  penghormatan  Maisara  kepadanya. Setelah tiba
 waktunya mereka akan kembali,  mereka  membeli  segala  barang
 dagangan dari Syam yang kira-kira akan disukai oleh Khadijah.
 
 Dalam    perjalanan    kembali    kafilah   itu   singgah   di
 Marr'-z-Zahran.  Ketika  itu   Maisara   berkata:   "Muhammad,
 cepat-cepatlah    kau    menemui    Khadijah   dan   ceritakan
 pengalamanmu. Dia akan mengerti hal itu."
 
 Muhammad berangkat dan tengah  hari  sudah  sampai  di  Mekah.
 Ketika   itu  Khadijah  sedang  berada  di  ruang  atas.  Bila
 dilihatnya Muhammad di atas unta dan  sudah  memasuki  halaman
 rumahnya.  ia  turun  dan  menyambutnya.  Didengarnya Muhammad
 bercerita   dengan   bahasa   yang   begitu   fasih    tentang
 perjalanannya  serta  laba  yang  diperolehnya,  demikian juga
 mengenai barang-barang Syam yang dibawanya.  Khadijah  gembira
 dan  tertarik  sekali  mendengarkan.  Sesudah  itu  Maisarapun
 datang pula yang lalu bercerita juga tentang Muhammad,  betapa
 halusnya  wataknya,  betapa tingginya budi-pekertinya. Hal ini
 menambah  pengetahuan   Khadijah   di   samping   yang   sudah
 diketahuinya sebagai pemuda Mekah yang besar jasanya.
 
 Dalam  waktu  singkat  saja  kegembiraan  Khadijah  ini  telah
 berubah menjadi rasa cinta, sehingga dia - yang sudah  berusia
 empatpuluh  tahun,  dan yang sebelum itu telah menolak lamaran
 pemuka-pemuka dan pembesar-pembesar Quraisy  -  tertarik  juga
 hatinya  mengawini  pemuda  ini, yang tutur kata dan pandangan
 matanya telah menembusi kalbunya. Pernah ia  membicarakan  hal
 itu  kepada  saudaranya  yang  perempuan - kata sebuah sumber,
 atau dengan sahabatnya, Nufaisa  bint  Mun-ya  -  kata  sumber
 lain. Nufaisa pergi menjajagi Muhammad seraya berkata: "Kenapa
 kau tidak mau kawin?"
 
 "Aku tidak punya apa-apa sebagai persiapan perkawinan,"  jawab
 Muhammad.
 
 "Kalau itu disediakan dan yang melamarmu itu cantik, berharta,
 terhormat dan memenuhi syarat, tidakkah akan kauterima?"
 
 "Siapa itu?"
 
 Nufaisa menjawab hanya dengan sepatah kata: "Khadijah."
 
 "Dengan cara bagaimana?" tanya Muhammad. Sebenarnya ia sendiri
 berkenan  kepada  Khadijah  sekalipun hati kecilnya belum lagi
 memikirkan soal perkawinan, mengingat Khadijah  sudah  menolak
 permintaan hartawan-hartawan dan bangsawan-bangsawan Quraisy.
 
 Setelah  atas pertanyaan itu Nufaisa mengatakan: "Serahkan hal
 itu kepadaku," maka iapun menyatakan persetujuannya. Tak  lama
 kemudian Khadijah menentukan waktunya yang kelak akan dihadiri
 oleh paman-paman Muhammad supaya dapat bertemu dengan keluarga
 Khadijah guna menentukan hari perkawinan.
 
 Kemudian perkawinan itu berlangsung dengan diwakili oleh paman
 Khadijah,  Umar  bin  Asad,  sebab  Khuwailid  ayahnya   sudah
 meninggal  sebelum  Perang  Fijar.  Hal  ini dengan sendirinya
 telah membantah apa yang biasa dikatakan,  bahwa  ayahnya  ada
 tapi  tidak menyetujui perkawinan itu dan bahwa Khadijah telah
 memberikan minuman keras sehingga ia mabuk dan  dengan  begitu
 perkawinannya dengan Muhammad kemudian dilangsungkan.
 
 Di  sinilah dimulainya lembaran baru dalam kehidupan Muhammad.
 Dimulainya kehidupan itu sebagai  suami-isteri  dan  ibu-bapa,
 suami-isten  yang  harmonis  dan sedap dari kedua belah pihak,
 dan sebagai ibu-bapa yang telah merasakan pedihnya  kehilangan
 anak sebagaimana pernah dialami Muhammad yang telah kehilangan
 ibu-bapa semasa ia masih kecil.
 
 Catatan kaki:
 
  1 Muhammad atau Mahmud artinya yang terpuji (A).
    
  2 Abwa' ialah sebuah desa antara Medinah dengan Juhfa,
    jaraknya 23 mil (37 km) dari Medinah.
    
  3 Al-Mu'allaqat nama yang diberikan kepada tujuh buah kumpulan
    puisi Arab pra Islam yang dianggap terbaik, oleh tujuh
    penyair: Imr'l-Qais, Tarafa, Zuhair, Labid, 'Antara, 'Amr ibn
    Kulthum dan Harith ibn Hilizza. Mu'allaqat berarti 'yang
    digantungkan' yakni sajak-sajak yang ditulis dengan tinta emas
    (almudhahhab) di atas kain lina (A).
    
  4 Pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku (A).
 

0 komentar:

Post a Comment

Just select text on the page and get instant translation from Google Translate!
Google Translate Client