Selamat Datang Di Emye Private Blog
Membaca, mendengar, dan menterjemahkan Al Qur'an
Sedikit Bigraphy Singkat tentang Aku.
Title

Bapakku

Bapakku yang Sangat Tegas Akan Sesuatu yang Dia Anggap Fundamental, Berprinsip Kuat. Sangat Religius. Jawa Banyumasan. Gualakeee Poll, hehehe...

Read More
Title

Ibuku

Ibuku.., Seorang Wanita yang Sangat Kuat, Tegar dan Banyak Akal. Bisa Menjadi Seorang Ibu Sekaligus "seorang ayah" Juga. Smart dalam bertahan hidup, Sabar di Keseharian, Walau Galak Tapi Pemaaf... Saluut Untukmu Mah...!

Read More
Title

Aku Yang...

Inilah Yang Dulu Selalu Mencari Masalah, dan Terkena Masalah dan Hampir Terkubur Karenanya.. Berharap Maaf dariNYA, Kedua Orangtuaku dan Juga Kalian Semua.. Do'akan RidhoNYA Untukku ya.. Terimakasih Untuk Kalian Semua...

Read More
Title

Rumahku Hidupku..No Place Like Home

Di Sinilah Awal Semua Kisahku.., Di Awali Dengan Kasih Sayang dan Pengharapan dan Di Jalani Dengan Kegilaan lalu Berakhir dengan Keterpurukan. No More Fly..No More Sky and No More Cry...

Read More
Title

Seberkas CahayaNYA...

Menunggu dan Berharap Banyak dariNYA... Jawaban dan Ampunan Setelah Doa-doa yang Kutambatkan.. Setiap Detik, Setiap Saat Sebelum Saat Akhir Hidupku Tiba...

Read More
Title

Pikirkan Dulu!

Pikirkan dan Pertimbangkan Semua Pilihan. Karena Kau Harus Memilih, Gunakan Kata Hatimu. Ambil Apa Yang Baik Dari Kisahku Kawan.. Semua Hikmah. Sekarang atau Tidak Sama Sekali..!!!?

Read More

Sejarah Hidup Rasulullah Muhammad SAW

October 18, 2011
BAGIAN KEDUA: MEKAH, KA'BAH DAN QURAISY                  (3/4)
 Muhammad Husain Haekal
 
 Seperti ayahnya, Abd'd-Dar juga telah memegang pimpinan Ka'bah
 dan  kemudian  diteruskan  oleh  anak-anaknya.   Akan   tetapi
 anak-anak  Abd Manaf sebenarnya mempunyai kedudukan yang lebih
 baik dan  terpandang  juga  di  kalangan  masyarakatnya.  Oleh
 karena  itu,  anak-anak  Abd  Manaf,  yaitu Hasyim, Abd Syams,
 Muttalib dan Naufal sepakat akan mengambil pimpinan  yang  ada
 di  tangan  sepupu-sepupu  mereka  itu.  Tetapi  pihak Quraisy
 berselisih pendapat: yang satu membela satu golongan yang lain
 membela golongan yang lain lagi.
 
 Keluarga  Abd  Manaf  mengadakan  Perjanjian Mutayyabun dengan
 memasukkan  tangan  mereka  ke   dalam   tib,   (yaitu   bahan
 wangi-wangian)  yang  dibawa ke dalam Ka'bah. Mereka bersumpah
 takkan melanggar janji. Demikian juga pihak Keluarga Abd,d-Dar
 mengadakan  pula  Perjanjian  Ahlaf: Antara kedua golongan itu
 hampir saja pecah perang yang akan memusnakan  Quraisy,  kalau
 tidak  cepat-cepat  diadakan  perdamaian.  Keluarga  Abd Manaf
 diberi bagian mengurus persoalan air  dan  makanan,  sedangkan
 kunci,  panji dan pimpinan rapat di tangan Keluarga Abd'd-Dar.
 Kedua belah pihak  setuju,  dan  keadaan  itu  berjalan  tetap
 demikian, sampai pada waktu datangnya Islam.
 
 Hasyim termasuk pemuka masyarakat dan orang yang berkecukupan.
 Dialah yang memegang urusan  air  dan  makanan.  Dia  mengajak
 masyarakatnya  seperti  yang  dilakukan oleh Qushayy kakeknya,
 yaitu supaya masing-masing menafkahkan hartanya untuk  memberi
 makanan   kepada  pengunjung  pada  musim  ziarah.  Pengunjung
 Baitullah, tamu  Tuhan  inilah  yang  paling  berhak  mendapat
 penghormatan.  Kenyataannya  memang para tamu itu diberi makan
 sampai mereka pulang kembali.
 
 Peranan yang dipegang Hasyim  tidak  hanya  itu  saja,  bahkan
 jasanya  sampai ke seluruh Mekah. Pernah terjadi musim tandus,
 dia datang membawakan  persediaan  makanan,  sehingga  kembali
 penduduk  itu menghadapi hidupnya dengan wajah berseri. Hasyim
 jugalah yang membuat ketentuan perjalanan musim, musim  dingin
 dan  musim  panas.  Perjalanan  musim  dingin  ke  Yaman,  dan
 perjalanan musim panas ke Suria.
 
 Dengan  adanya  semua  kenyataan  ini   keadaan   Mekah   jadi
 berkembang dan mempunyai kedudukan penting di seluruh jazirah,
 sehingga ia dianggap sebagai ibukota yang sudah diakui. Dengan
 perkembangan  serupa  itu  tidak  ragu-ragu lagi anak-anak Abd
 Manaf      membuat      perjanjian      perdamaian      dengan
 tetangga-tetangganya.   Hasyim   sendiri   membuat  perjanjian
 sebagai tetangga baik dan bersahabat  dengan  Imperium  Rumawi
 dan   dengan   penguasa   Ghassan.  Pihak  Rumawi  mengijinkan
 orang-orang Quraisy memasuki Suria dengan aman. Demikian  juga
 Abd  Syams  membuat  pula  perjanjian  dagang  dengan  Najasyi
 (Negus).  Selanjutnya  Naufal  dan   Muttalib   juga   membuat
 persetujuan  dengan  Persia dan perjanjian dagang dengan pihak
 Himyar di Yaman.
 
 Mekah sekarang bertambah kuat dan bertambah  makmur.  Demikian
 pandainya penduduk kota itu dalam perdagangan sehingga tak ada
 pihak lain yang  semasa  yang  dapat  menyainginya.  Rombongan
 kafilah   datang  ke  tempat  itu  dari  segenap  penjuru  dan
 berangkat lagi pada musim dingin dan musim panas.  Di  sekitar
 tempat  itu didirikan pasar-pasar guna menjalankan perdagangan
 itu. Itu  pula  sebabnya  mereka  jadi  cekatan  sekali  dalam
 utang-piutang  dan  riba serta segala sesuatu yang berhubungan
 dengan perdagangan.  Tak  ada  yang  teringat  akan  menyaingi
 Hasyim   yang  kini  sudah  makin  lanjut  usianya  itu  dalam
 kedudukannya sebagai penguasa Mekah. Hanya kemudian  terbayang
 oleh  Umayya  anak  Abd  Syams  -sepupunya  - bahwa sudah tiba
 masanya kini ia akan bersaing. Tetapi dia tidak  berdaya,  dan
 kedudukan  itu  tetap  dipegang  Hasyim.  Sementara itu Umayya
 telah meninggalkan Mekah dan selama sepuluh tahun  tinggal  di
 Suria.
 
 Pada  suatu  ketika dalam perjalanan pulang dari Suria, ketika
 Hasyim melalui Jathrib dilihatnya seorang wanita baik-baik dan
 terpandang,   muncul   di   tengah-tengah  orang  yang  sedang
 mengadakan perdagangan dengan dia. Wanita itu ialah Salma anak
 'Amr   dari   kabilah   Khazraj.   Hasyim   merasa   tertarik.
 Ditanyakannya, adakah ia sedang dalam ikatan dengan  laki-laki
 lain?  Setelah diketahui bahwa dia seorang janda dan tidak mau
 kawin lagi kecuali bila ia memegang kebebasan sendiri,  Hasyim
 lalu  melamarnya.  Dan  wanita  itupun  menerima,  karena  dia
 mengetahui kedudukan Hasyim di tengah-tengah masyarakatnya.
 
 Beberapa waktu lamanya ia tinggal di  Mekah  dengan  suaminya.
 Kemudian  ia  kembali  ke  Jathrib.  Di kota ini ia melahirkan
 seorang anak yang diberi nama Syaiba.
 
 Beberapa tahun kemudian dalam suatu perjalanan musim panas  ke
 Ghazza (Gaza). Hasyim meninggal dunia. Kedudukannya digantikan
 oleh adiknya, Muttalib. Sebenarnya Muttalib ini masih adik Abd
 Syams.  Tetapi dia sangat dihormati oleh masyarakatnya. Karena
 sikapnya yang suka menenggang dan murah hati oleh  Quraisy  ia
 dijuluki Al-Faidz', ("Yang melimpah"). Dengan keadaan Muttalib
 yang demikian itu di tengah-tengah masyarakatnya, sudah  tentu
 segalanya akan berjalan tenteram sebagaimana mestinya.
 
 Pada suatu hari terpikir oleh Muttalib akan kemenakannya, anak
 Hasyim itu. Ia pergi ke Jathrib. Dan  karena  anak  itu  sudah
 besar,  dimintanya  kepada Salma supaya anaknya itu diserahkan
 kepadanya. Oleh Muttalib dibawanya pemuda itu ke atas  untanya
 dan  dengan  begitu  ia  memasuki  Mekah.  Orang-orang Quraisy
 menduga bahwa yang dibawa itu budaknya. Oleh karena itu mereka
 lalu  memanggilnya:  Abd'l  Muttalib  (Budak Muttalib). "Hai,"
 kata Muttalib. "Dia kemenakanku anak Hasyim yang  kubawa  dari
 Jathrib."   Tetapi  sebutan  itu  sudah  melekat  pada  pemuda
 tersebut. Orang sudah memanggilnya demikian  dan  nama  Syaiba
 yang diberikan ketika dilahirkan sudah dilupakan orang.
 
 Pada  mulanya Muttalib ingin sekali mengembalikan harta Hasyim
 untuk kemenakannya. Tetapi Naufal menolak, lalu  menguasainya.
 Sesudah  Abd'l-Muttalib  mempunyai kekuatan ia meminta bantuan
 kepada saudara-saudara ibunya  di  Jathrib  terhadap  tindakan
 saudara ayahnya itu dengan maksud supaya miliknya dikembalikan
 kepadanya. Untuk  memberikan  bantuan  itu  pihak  Khazraj  di
 Jathrib mengirimkan delapan puluh orang pasukan perang. Dengan
 demikian Naufal terpaksa mengembalikan harta itu.
 
 Sekarang  Abd'l-Muttalib  sudah  menempati  kedudukan  Hasyim.
 Sesudah  pamannya Muttalib, dialah yang mengurus pembagian air
 dan  persediaan  makanan.  Dalam  mengurus  dua  jabatan   ini
 terutama urusan air - ia menemui kesulitan yang tidak sedikit.
 Sampai saat itu anaknya hanyalah seorang, yaitu Harith. Sedang
 persediaan  air  untuk  tamu  - sejak terserapnya sumur Zamzam
 didatangkan dari beberapa sumur yang terpencar-pencar  sekitar
 Mekah,  yang  kemudian  diletakkan  di  sebuah  kolam di dekat
 Ka'bah. Anak yang banyak itu akan merupakan bantuan besar  dan
 memudahkan pekerjaan serupa ini serta pengawasannya sekaligus.
 Sebaliknya,  kalau  Abd'l-Muttalib   harus   memikul   jabatan
 penyediaan   air   dan   makanan   sedang  anak  hanya  Harith
 satu-satunya, tentu hal ini  akan  terasa  berat  sekali.  Ini
 jugalah yang lama menjadi pikiran.
 
 Orang-orang  Arab  masih selalu ingat kepada sumur Zamzam yang
 telah dicetuskan oleh Mudzadz bin Amr beberapa abad yang lalu.
 Menjadi  harapan mereka selalu andaikata sumur itu masih tetap
 ada. Dan sesuai dengan kedudukannya Abd'l-Muttalib  pun  tentu
 lebih   banyak  lagi  memikirkan  dam  mengharapkan  hal  itu.
 Demikian kerasnya keinginan itu hingga terbawa dalam  tidurnya
 seolah  ada suara gaib menyuruhnya menggali kembali sumur yang
 pernah menyembur di kaki Ismail neneknya  dulu  itu.  Demikian
 mendesaknya  suara  itu  dengan menunjukkan sekali letak sumur
 itu. Dan diapun memang gigih sekali ingin mencari letak Zamzam
 tersebut,  sampai achirnya diketemukannya juga, yaitu terletak
 antara dua patung: Isaf dan Na'ila.
 
 Ia terus mengadakan penggalian, dibantu oleh anaknya,  Harith.
 Waktu  itu tiba-tiba air membersit dan dua pangkal pelana emas
 dan pedang Mudzadz mulai  tampak.  Sementara  itu  orang-orang
 lalu  mau  mencampuri  Abd'l-Muttalib  dalam  urusan sumur itu
 serta   apa   yang   terdapat   di   dalamnya.   Akan   tetapi
 Abd'l-Muttalib berkata:
 
 "Tidak!  Tetapi  marilah kita mengadakan pembagian, antara aku
 dengan kamu sekalian.  Kita  mengadu  nasib  dengan  permainan
 qid-h  (anak  panah). Dua anak panah buat Ka'bah, dua buat aku
 dan dua buat kamu. Kalau anak panah itu  keluar,  ia  mendapat
 bagian, kalau tidak, dia tidak mendapat apa-apa."
 
 Usul  ini disetujui. Lalu anak-anak panah itu diberikan kepada
 juru qid-h  yang  biasa  melakukan  itu  di  tempat  Hubal  di
 tengah-tengah   Ka'bah.  Anak  panah  Quraisy  ternyata  tidak
 keluar. Sekarang pedang-pedang itu buat Abd'l-Muttalib dan dua
 buah  pangkal  pelana emas buat Ka'bah. Pedang-pedang itu oleh
 Abd'l-Muttalib dipasang di pintu Ka'bah, sedang  kedua  pelana
 emas  dijadikan perhiasan dalam Rumah Suci itu. Abd'l Muttalib
 meneruskan tugasnya mengurus air untuk keperluan tamu, sesudah
 sumur Zamzam dapat berjalan lancar.
 
 Karena  tidak  banyak  anak,  Abd'l-Muttalib  di tengah-tengah
 masyarakatnya sendiri itu merasa kekurangan tenaga  yang  akan
 dapat  membantunya.  Ia bernadar; kalau sampai beroleh sepuluh
 anak laki-laki kemudian sesudah besar-besar tidak beroleh anak
 lagi  seperti  ketika  ia  menggali  sumur  Zamzam dulu, salah
 seorang di antaranya akan disembelih di Ka'bah sebagai  kurban
 untuk  Tuhan.  Tepat  juga  anaknya  yang  laki-laki  akhirnya
 mencapai sepuluh orang dan takdirpun menentukan  pula  sesudah
 itu tidak beroleh anak lagi.
 
 Dipanggilnya  semua  anak-anaknya  dengan  maksud supaya dapat
 memenuhi   nadarnya.   Semua   patuh.   Sebagai    konsekwensi
 kepatuhannya  itu setiap anak menuliskan namanya masing-masing
 di atas qid-h (anak panah). Kemudian semua itu diambilnya oleh
 Abd'l-Muttalib  dan  dibawanya  kepada  juru  qid-h  di tempat
 berhala Hubal di tengah-tengah Ka'bah.
 
 Apabila  sedang   menghadapi   kebingungan   yang   luarbiasa,
 orang-orang  Arab  masa  itu lalu minta pertolongan juru qid-h
 supaya memintakan kepada Maha Dewa  Patung  itu  dengan  jalan
 (mengadu  nasib)  melalui  qid-h.  Abdullah bin Abd'l-Muttalib
 adalah anaknya yang bungsu dan yang sangat dicintai.
 
 Setelah juru qid-h mengocok anak panah  yang  sudah  dicantumi
 nama-nama semua anak-anak yang akan menjadi pilihan dewa Hubal
 untuk kemudian disembelih oleh sang  ayah,  maka  yang  keluar
 adalah   nama   Abdullah.   Dituntunnya  anak  muda  itu  oleh
 Abd'l-Muttalib dan dibawanya untuk  disembelih  ditempat  yang
 biasa  orang-orang  Arab  melakukan  itu  di dekat Zamzam yang
 terletak antara berhala Isaf dengan Na'ila.
 
 Tetapi saat itu  juga  orang-orang  Quraisy  serentak  sepakat
 melarangnya  supaya  jangan  berbuat,  dan atas pembatalan itu
 supaya memohon ampun kepada  Hubal.  Sekalipun  mereka  begitu
 mendesak,   namun   Abd'l-Muttalib   masih   ragu-ragu   juga.
 Ditanyakannya kepada mereka apa yang  harus  diperbuat  supaya
 sang  berhala  itu  berkenan.  Mughira  bin Abdullah dari suku
 Makhzum berkata: "Kalau penebusannya  dapat  dilakukan  dengan
 harta kita, kita tebuslah."
 
 Setelah  antara  mereka  diadakan  perundingan, mereka sepakat
 akan pergi menemui seorang dukun di Jathrib yang  sudah  biasa
 memberikan  pendapat  dalam  hal  semacam ini. Dalam pertemuan
 mereka dengan dukun wanita itu kepada mereka dimintanya supaya
 menangguhkan sampai besok.
 
 "Berapa tebusan yang ada pada kalian?" tanya sang dukun.
 
 "Sepuluh ekor unta."
 
 "Kembalilah   ke   negeri  kamu  sekalian,"  kata  dukun  itu.
 "Sediakanlah tebusan sepuluh ekor unta. Kemudian keduanya  itu
 diundi dengan anak panah. Kalau yang keluar itu atas nama anak
 kamu, ditambahlah jumlah unta itu sampai dewa berkenan."
 
 Merekapun menyetujui.
 
 Setelah yang demikian ini dilakukan ternyata  anak  panah  itu
 keluar  atas  nama  Abdullah juga. Ditambahnya jumlah unta itu
 sampai mencapai jumlah seratus ekor. Ketika itulah anak  panah
 keluar  atas  nama unta itu. Sementara itu orang-orang Quraisy
 berkata kepada Abd'l-Muttalib  -  yang  sedang  berdoa  kepada
 tuhannya: "Tuhan sudah berkenan."
 
 "Tidak,"  kata  Abd'l-Muttalib.  "Harus  kulakukan sampai tiga
 kali." Tetapi sampai tiga kali dikocok anak panah itupun tetap
 keluar  atas nama unta itu juga. Barulah Abd'l-Muttalib merasa
 puas setelah ternyata sang dewa berkenan.  Disembelihnya  unta
 itu   dan  dibiarkannya  begitu  tanpa  dijamah  manusia  atau
 binatang.
 
 Dengan   begitu   itulah   buku-buku   biografi    melukiskan.
 Digambarkannya   beberapa   macam  adat-istiadat  orang  Arab,
 kepercayaan   serta   cara-cara   mereka   melakukan   upacara
 kepercayaan itu. Hal ini menunjukkan sekaligus betapa mulianya
 kedudukan Mekah dengan  Rumah  Sucinya  itu  di  tengah-tengah
 tanah  Arab.  At-Tabari menceritakan - sehubungan dengan kisah
 penebusan ini - bahwa pernah ada seorang wanita Islam bernadar
 bahwa  bila  maksudnya  terlaksana dalam melakukan sesuatu, ia
 akan  menyembelih   anaknya.   Ternyata   kemudian   maksudnya
 terkabul.  Ia  pergi kepada Abdullah bin Umar. Orang ini tidak
 memberikan pendapat. Kemudian ia  pergi  kepada  Abdullah  bin
 Abbas  yang  ternyata  memberikan  fatwa supaya ia menyembelih
 seratus ekor unta, seperti halnya  dengan  penebusan  Abdullah
 anak  Abd'l-Muttalib.  Tetapi Marwan - penguasa Medinah ketika
 itu - merasa heran sekali setelah mengetahui hal  itu.  "Nadar
 tidak berlaku dalam suatu perbuatan dosa," katanya.
 
 Kedudukan  Mekah  dengan  status Rumah Sucinya itu menyebabkan
 beberapa daerah lain yang jauh-jauh juga  membuat  rumah-rumah
 ibadat  sendiri-sendiri,  dengan  maksud mengalihkan perhatian
 orang dari Mekah dan Rumah  Sucinya.  Di  Hira  pihak  Ghassan
 mendirikan  rumah  suci, Abraha al-Asyram membangun rumah suci
 di Yaman. Tetapi bagi orang Arab itu  tak  dapat  menggantikan
 Rumah  Suci  yang  di Mekah, juga tak dapat memalingkan mereka
 dari  Kota  Suci  itu.  Bahkan  sampai  demikian  rupa  Abraha
 menghiasi   rumah   sucinya  yang  di  Yaman,  dengan  membawa
 perlengkapan yang paling mewah  yang  kira-kira  akan  menarik
 orang-orang  Arab  -  bahkan  orang-orang  Mekah  sendiri - ke
 tempat itu.
 
 Akan tetapi setelah ternyata bahwa tujuan orang-orang Arab itu
 hanya  Rumah  Purba itu juga, dan orang-orang Yaman sendiripun
 meninggalkan  rumah  yang  dibangunnya  itu  serta  menganggap
 ziarah  mereka  tidak  sah kalau tidak ke Mekah, maka sekarang
 tak ada jalan lain bagi penguasa Negus itu  kecuali  ia  harus
 menghancurkan  rumah  Ibrahim  dan  Ismail itu. Dengan pasukan
 yang besar didatangkan dari Abisinia dia  sudah  mempersiapkan
 perang  dan  dia  sendiri di depan sekali di atas seekor gajah
 besar.
 
 Tatkala  pihak  Arab   mendengar   hal   itu,   besar   sekali
 kekuatirannya  akan akibat yang mungkin ditimbulkan karenanya.
 Suatu hal  yang  luarbiasa  bagi  mereka,  kedatangan  seorang
 laki-laki  Abisinia  akan  menghancurkan rumah suci mereka dan
 tempat  berhala-berhala  mereka.  Seorang  laki-laki   bernama
 Dhu-Nafar  - salah seorang bangsawan dan terpandang di Yaman -
 tampil ke  depan  mengerahkan  masyarakatnya  dan  orang  Arab
 lainnya  yang bersedia berjuang melawan Abraha serta maksudnya
 yang hendak menghancurkan  Baitullah.  Tetapi  dia  tak  dapat
 menghalangi  Abraha.  Malah  dia  sendiri terpukul dan menjadi
 tawanan. Nasib yang demikian itu juga yang menimpa Nufail  bin
 Habib  al-Khath'ami  ketika  ia mengerahkan masyarakatnya dari
 kabilah Syahran dan Nahis, malah dia  sendiri  yang  tertawan,
 yang  kemudian menjadi anggota pasukannya dan menjadi penunjuk
 jalan. Ketika Abraha  sampai  di  Ta'if  penduduk  tempat  itu
 mengatakan,  bahwa  rumah suci mereka bukanlah rumah suci yang
 dimaksudkan Abraha. Itu adalah rumah Lat. Kemudian ia  diantar
 oleh orang-orang yang bersedia menunjukkan jalan ke Mekah.
 
 Bila  Abraha  sudah mendekati Mekah dikirimnya pasukan berkuda
 sebagai kurir. Dari Tihama mereka dapat  membawa  harta  benda
 Quraisy  dan  yang  lain-lain,  di antaranya seratus ekor unta
 kepunyaan Abd'l-Muttalib bin Hasyim. Pada mulanya  orang-orang
 Quraisy   bermaksud   mengadakan   perlawanan.  Tapi  kemudian
 berpendapat, bahwa mereka takkan mampu. Sementara  itu  Abraha
 sudah  mengirimkan  salah  seorang  pengikutnya sebagai utusan
 bernama Hunata dan Himyar untuk  menemui  pemimpin  Mekah.  Ia
 diantar  menghadap Abd'l-Muttalib bin Hasyim, dan kepadanya ia
 menyampaikan pesan  Abraha,  bahwa  kedatangannya  bukan  akan
 berperang  melainkan akan menghancurkan Baitullah. Kalau Mekah
 tidak mengadakan perlawanan tidak perlu ada pertumpahan darah.
 
 Begitu Abd'l-Muttalib mendengar, bahwa mereka tidak  bermaksud
 berperang,  ia  pergi ke markas pasukan Abraha bersama Hunata,
 bersama  anak-anaknya  dan  beberapa  pemuka  Mekah   lainnya.
 Kedatangan  delegasi  Abd'l-Muttalib  ini  disambut  baik oleh
 Abraha,   dengan   menjanjikan   akan    mengembalikan    unta
 Abd'l-Muttalib. Akan tetapi segala pembicaraan mengenai Ka'bah
 serta   supaya   menarik   kembali   maksudnya   yang   hendak
 menghancurkan  tempat suci itu ditolaknya belaka. Juga tawaran
 delegasi Mekah  yang  akan  mengalah  sampai  sepertiga  harta
 Tihama  baginya, ditolak. Abd'l-Muttalib dan rombongan kembali
 ke Mekah. Dinasehatkannya supaya orang meninggalkan tempat itu
 dan  pergi  ke  lereng-lereng  bukit,  menghindari  Abraha dan
 pasukannya yang akan  memasuki  kota  suci  dan  menghancurkan
 Rumah Purba itu.
                                     (bersambung ke bagian 4/4)
 

0 komentar:

Post a Comment

Just select text on the page and get instant translation from Google Translate!
Google Translate Client