Selamat Datang Di Emye Private Blog
Membaca, mendengar, dan menterjemahkan Al Qur'an
Sedikit Bigraphy Singkat tentang Aku.
Title

Bapakku

Bapakku yang Sangat Tegas Akan Sesuatu yang Dia Anggap Fundamental, Berprinsip Kuat. Sangat Religius. Jawa Banyumasan. Gualakeee Poll, hehehe...

Read More
Title

Ibuku

Ibuku.., Seorang Wanita yang Sangat Kuat, Tegar dan Banyak Akal. Bisa Menjadi Seorang Ibu Sekaligus "seorang ayah" Juga. Smart dalam bertahan hidup, Sabar di Keseharian, Walau Galak Tapi Pemaaf... Saluut Untukmu Mah...!

Read More
Title

Aku Yang...

Inilah Yang Dulu Selalu Mencari Masalah, dan Terkena Masalah dan Hampir Terkubur Karenanya.. Berharap Maaf dariNYA, Kedua Orangtuaku dan Juga Kalian Semua.. Do'akan RidhoNYA Untukku ya.. Terimakasih Untuk Kalian Semua...

Read More
Title

Rumahku Hidupku..No Place Like Home

Di Sinilah Awal Semua Kisahku.., Di Awali Dengan Kasih Sayang dan Pengharapan dan Di Jalani Dengan Kegilaan lalu Berakhir dengan Keterpurukan. No More Fly..No More Sky and No More Cry...

Read More
Title

Seberkas CahayaNYA...

Menunggu dan Berharap Banyak dariNYA... Jawaban dan Ampunan Setelah Doa-doa yang Kutambatkan.. Setiap Detik, Setiap Saat Sebelum Saat Akhir Hidupku Tiba...

Read More
Title

Pikirkan Dulu!

Pikirkan dan Pertimbangkan Semua Pilihan. Karena Kau Harus Memilih, Gunakan Kata Hatimu. Ambil Apa Yang Baik Dari Kisahku Kawan.. Semua Hikmah. Sekarang atau Tidak Sama Sekali..!!!?

Read More

Sejarah Hidup Rasulullah Muhammad SAW

October 18, 2011
 
BAGIAN KEENAMBELAS: PENGARUH UHUD                        (1/2)
 Muhammad Husain Haekal
 
    Kabilah-kabilah berkomplot terhadap Muslimin - Serbuan
    Banu Asad   Khalid al-Hudhali - Terbunuhnya Khubaib
    dan teman-temannya di Raji' - Terbunuhnya Muslimin di
    Bi'ir Ma'una - Pengosongan Banu Nadzir dari Medinah -
    Ekspedisi Badr yang terakhir - Ekspedisi
    Dumat'l-Jandal.
 
 ABU SUFYAN telah kembali dari  Uhud  ke  Mekah.  Berita-berita
 kemenangannya  sudah lebih dulu sampai, yang disambut penduduk
 dengan rasa gembira, karena  dianggap  sudah  dapat  menghapus
 cemar yang dialami Quraisy selama di Badr. Begitu sampai ia ke
 Mekah, langsung menuju Ka'bah  sebelum  ia  pulang  ke  rumah.
 Kepada  Hubal  dewa  terbesar  ia  menyatakan puji dan syukur.
 Dicukurnya lebih dulu rambut yang di bawah telinganya, lalu ia
 pulang  ke rumah sebagai orang yang sudah memenuhi janji bahwa
 ia  takkan  mendekati  isterinya  sebelum  dapat   mengalahkan
 Muhammad.
 
 Sebaliknya  kalangan  Muslimin,  mereka  melihat  kota Medinah
 sudah  banyak  terasa  aneh  sekali,  meskipun   musuh   tetap
 mengejar-ngejar  mereka. Selama tiga hari terus-menerus mereka
 tetap  tabah  menghadapi  musuh  yang  masih  tidak  mempunyai
 keberanian   menghadapi   mereka  itu.  Padahal  belum  selang
 duapuluh empat jam yang lalu musuh telah merasa sebagai  pihak
 yang menang.
 
 Pihak Muslimin melihat keadaan Medinah itu sudah terasa banyak
 sekali mengalami perubahan,  meskipun  kekuasaan  Muhammad  di
 kota  itu tetap di atas. Dalam pada itu Nabi as. merasa, bahwa
 keadaan memang sudah sangat genting dan  gawat  sekali,  bukan
 hanya  dalam  kota  Medinah  saja, bahkan juga sudah melampaui
 sampai kepada kabilah-kabilah Arab lainnya, yang memang  sudah
 merasa  ketakutan. Peristiwa Uhud membawa perasaan lega kepada
 mereka, sehingga terpikir oleh mereka itu hendak  menentangnya
 lagi  dan  mengadakan  perlawanan.  Oleh  karena  itu ia ingin
 sekali mengikuti berita-berita sekitar  penduduk  Medinah  dan
 kalangan  Arab  umumnya,  yang  kiranya  akan memberikan suatu
 kemungkinan  menempatkan  kembali  kedudukan,   kekuatan   dan
 kewibawaan Muslimin kedalam hati mereka.
 
 Berita  pertama  yang sampai kepadanya sesudah peristiwa Uhud,
 ialah bahwa Tulaiha dan Salama bin Khuailid dua  bersaudara  -
 dan  keduanya  waktu  itu  yang  memimpin  Banu  Asad - sedang
 mengerahkan masyarakatnya dan  mereka  yang  mau  mentaatinya,
 untuk  menyerang Medinah dan menyerbu Muhammad sampai ke dalam
 rumahnya  sendiri  dengan  maksud  memperoleh  keuntungan  dan
 merampas  ternak  Muslimin  yang  dipelihara  di ladang-ladang
 sekeliling kota itu. Yang menyebabkan  mereka  berani  berbuat
 begitu ialah karena anggapan bahwa Muhammad dan teman-temannya
 masih menderita karena telah mengalami pukulan hebat selama di
 Uhud.

 Berita  itu  terbetik  juga oleh Nabi. Ia segera memanggil Abu
 Salama b. Abd'l-Asad yang lalu diserahi pimpinan pasukan  yang
 terdiri  dari  150  orang,  termasuk Abu 'Ubaida bin'l-Jarrah,
 Sa'd b. Abi Waqqash dan Usaid b. Hudzair. Mereka diperintahkan
 supaya  berjalan  pada  malam  hari  dan  siangnya bersembunyi
 dengan menempuh jalan yang tidak biasa dilalui  orang,  supaya
 jangan  ada  orang yang mengenal jejak mereka. Dengan demikian
 mereka akan dapat menyergap musuh dengan cara  yang  tiba-tiba
 sekali. Perintah ini oleh Abu Salama dilaksanakan. Ia berhasil
 menyerbu musuh dalam  keadaan  tidak  siap.  Dalam  pagi  buta
 mereka  sudah  terkepung.  Dikalahkannya  anak  buahnya  dalam
 menghadapi perjuangan itu.  Tetapi  pihak  musyrik  sudah  tak
 dapat  bertahan  lagi.  Dua  pasukan  segera  dikirim mengejar
 mereka dan merebut rampasan  perang  yang  ada.  Ia  dan  anak
 buahnya  menunggu  di  tempat  itu  sambil  menantikan pasukan
 pengejar itu kembali membawa rampasan perang.
 
 Setelah seperlima rampasan itu dikeluarkan untuk Tuhan,  untuk
 Rasul,   orang   miskin   dan  orang  yang  dalam  perjalanan,
 selebihnya mereka bagi sesama mereka, lalu mereka  kembali  ke
 Medinah  dengan  sudah  membawa  kemenangan.  Kewibawaan  yang
 karena peristiwa Uhud itu terasa sudah  agak  berkuramg,  kini
 mulai  kembali lagi. Hanya saja Abu Salama sendiri hidup tidak
 lama lagi sesudah ekspedisi itu. Ia menderita luka-luka akibat
 perang  Uhud  dan  luka-lukanya itu belum sembuh benar kecuali
 yang tampak dari luar saja. Tetapi sesudah  ia  bekerja  keras
 lukanya  itu  terbuka  dan  kembali  mengucurkan  darah,  yang
 diderita terus sampai meninggalnya.

 Sesudah itu kemudian sampai pula berita kepada Muhammad  bahwa
 Khalid  b.  Sufyan b. Nubaih al-Hudhali yang tinggal di Nakhla
 atau  di  'Urana  telah   mengumpulkan   orang   pula   hendak
 menyerangnya.  Mendengar ini Muhammad segera mengutus Abdullah
 b.  Unais  meneliti  dan  mencek  kebenaran  berita  tersebut.
 Abdullah  berjalan  menuju  ke  tempat Khalid, yang ketika itu
 dijumpainya  ia  sedang  berada  di   rumah   bersama   dengan
 isteri-isterinya.
 
 "Siapa kamu," tanya Khalid setelah Abdullah sampai.
 
 "Saya  dari  golongan  Arab  juga,"  jawabnya. "Mendengar tuan
 mengumpulkan orang hendak menyerang Muhammad maka saya  datang
 kemari."
 
 Khalid  berterus-terang,  bahwa  ia memang sedang mengumpulkan
 orang  hendak  menyerang  Medinah.  Setelah  Abdullah  melihat
 sekarang  ia  seorang  diri  jauh  dari anak-buahnya - kecuali
 isteri-isterinya - dicarinya  jalan  supaya  ia  mau  berjalan
 bersama-sama.  Begitu ia mendapat kesempatan dihantamnya orang
 itu dengan pedangnya dan dia pun menemui ajalnya. Dibiarkannya
 dia  di  tangan isteri-isterinya yang berkerumun menangisinya.
 Sekembalinya  ke  Medinah  disampaikannya  berita  itu  kepada
 Rasul.
 
 Setelah  kematian  pemimpinnya itu, Banu Lihyan sebagai cabang
 Hudhail  yang  selama  beberapa  waktu   tenang-tenang   saja,
 sekarang  mulai  terpikir  akan  mengadakan  pembalasan dengan
 suatu tipu-muslihat.
 
 Pada  waktu  itulah  kabilah  yang  berdekatan  itu   mengutus
 rombongan  kepada Muhammad dengan mengatakan: Di kalangan kami
 ada beberapa orang Islam. Kirimkanlah beberapa  orang  sahabat
 tuan  bersama  kami,  yang  akan dapat kelak mengajarkan hukum
 agama dan Qur'an kepada kami.

 Untuk menunaikan tugas agama yang mulia itu, setiap diperlukan
 pada    waktu    itu    Muhammad    selalu    siap    mengutus
 sahabat-sahabatnya untuk  memberikan  bimbingan  kepada  orang
 dalam mengenal Tuhan dan agama yang benar, serta untuk menjadi
 pengikut Muhammad  dan  sahabat-sahabatnya  menghadapi  lawan,
 seperti  yang  sudah  kita lihat, ketika mereka dulu diutus ke
 Medinah sesudah Ikrar 'Aqaba kedua. Oleh karena itu enam orang
 sahabat besar kemudian diutusnya berangkat bersama-sama dengan
 rombongan utusan itu. Tetapi sesampainya  di  suatu  pangkalan
 air  kepunyaan Hudhail di bilangan Hijaz, di suatu daerah yang
 disebut ar-Raji', ternyata  mereka  telah  dikhianati,  dengan
 tindakan rombongan itu yang sudah tentu dengan meminta bantuan
 Hudhail. Tetapi ini tidak membuat keenam  orang  Muslimin  itu
 jadi  gugup  ketakutan,  yang dalam perlengkapannya itu mereka
 hanya membawa pedang. Kaum Muslimin itu segera mencabut pedang
 hendak  mempertahankan  diri.  Tetapi  pihak  Hudhail  berkata
 kepada mereka:
 
 "Demi Allah, kami tidak ingin membunuh kamu. Tapi dengan  kamu
 ini kami ingin memperoleh keuntungan dari penduduk Mekah. Kami
 berjanji atas nama Tuhan bahwa kami tidak  bermaksud  membunuh
 kamu."
 
 Keenam  orang  Muslim  itu  berpandang-pandangan. Mereka sadar
 sudah bahwa dibawanya mereka satu-satu ke  Mekah  itu  berarti
 suatu  penghinaan yang sebenarnya lebih jahat dari pembunuhan.
 Mereka menolak  janji  Hudhail  itu,  dan  mereka  tetap  akan
 mengadakan  perlawanan, meskipun mereka sudah menyadari, bahwa
 dalam jumlah yang sekecil itu mereka tidak berdaya. Tiga orang
 dari  mereka  ini  dibunuh  oleh Hudhail, sedang sisanya sudah
 makin tak berdaya. Mereka semua ditangkap dan  dibawa  sebagai
 tawanan, yang kemudian dibawa ke Mekah dan dijual. Abdullah b.
 Tariq, salah seorang dari ketiga orang  Islam  itu  di  tengah
 jalan  berhasil  melepaskan  belenggu  dari  tangannya lalu ia
 mencabut pedang. Oleh karena rombongan  yang  lain  berada  di
 belakangnya,  dihujaninya  ia  dengan  batu  dan  ia  puntewas
 karenanya.
 
 Kedua orang tawanan lainnya  sempat  dibawa  oleh  Hudhail  ke
 Mekah,  lalu dijual. Zaid bin'd-Dathinna dijual kepada Shafwan
 b. Umayya yang sengaja membelinya untuk dibunuh. Ia diserahkan
 kepada  Nastas,  budaknya  supaya  membunuhnya sebagai balasan
 atas kematian ayahnya Umayya b. Khalaf.  Ketika  dibawa,  oleh
 Abu Sufyan ia ditanya:
 
  "Zaid,   sangat   kuharapkan   sekali.   Bersediakah   engkau
 memberikan tempatmu itu kepada Muhammad ?  Dialah  yang  harus
 dipenggal   lehernya,   sedang  engkau  dapat  kembali  kepada
 keluargamu."
 
 "Tidak," jawab Zaid. "Sekiranya Muhammad ditempatnya  sekarang
 ini  akan  menderita karena tusukan duri sekalipun, sedang aku
 di tempat keluarga, aku tidak sudi."
 
 Abu Sufyan kagum sekali, seraya katanya:
 
 "Belum  pernah  aku  melihat  seseorang   mencintai   kawannya
 demikian   rupa  seperti  sahabat-sahabat  Muhammad  mencintai
 Muhammad."
 
 Zaid lalu dibunuh oleh  Nastas.  Maka  ia  pun  gugur  sebagai
 syahid yang memegang teguh agama dan amanat Nabi.

 Adapun  Khubaib  waktu itu dalam penjara, yang kemudian dibawa
 keluar untuk disalib. Tapi ia berkata kepada mereka:
 
 "Dapatkah kamu membiarkan  aku  sekadar  melakukan  salat  dua
 raka'at?"
 
 Permintaan  demikian  itu  dikabulkan.  Iapun  sembahyang  dua
 raka'at dengan baik dan sempurna. Kemudian ia menghadap mereka
 lagi:
 
 "Kalau   tidak   karena   kamu  akan  menyangka  saya  sengaja
 memperlambat karena takut dibunuh,  niscaya  saya  masih  akan
 sembahyang lebih banyak lagi."
 
 Setelah   ia  dinaikkan  dan  diikat  di  atas  tonggak  kayu,
 dipandangnya mereka itu dengan mata sayu seraya katanya:
 
 "Ya Allah, hitungkan bilangan  mereka  itu,  binasakan  mereka
 dalam keadaan cerai-berai dan jangan dibiarkan seorangpun dari
 mereka itu."
 
 Mendengar  suara  yang  keras  itu  mereka   gemetar,   mereka
 merebahkan  diri  takut terkena kutukannya. Sesudah itu ia pun
 dibunuh. Seperti Zaid yang telah gugur sebagai syahid, Khubaib
 juga  kemudian gugur pula sebagai syahid untuk agama dan untuk
 Nabi. Dua ruh yang suci itu pun kini melayang  pula.  Padahal,
 sebenarnya   mereka   akan   dapat   menyelamatkan  diri  dari
 pembunuhan itu kalau saja mereka mau jadi murtad  meninggalkan
 agamanya.  Tetapi  demi  keyakinan mereka kepada Tuhan, kepada
 keluhuran rohani dan hari kemudian - tatkala setiap jiwa hanya
 akan  mendapat  balasan sesuai dengan perbuatannya dan tak ada
 orang yang akan memikul beban orang lain - mereka melihat maut
 itu  -  sebagai  tujuan hidup - adalah tujuan yang paling baik
 dalam hidupnya demi akidah,  demi  iman  dan  demi  kebenaran.
 Mereka  pun yakin bahwa darah mereka, yang kini ditumpahkan di
 atas  bumi  Mekah,  akan  memanggil  saudara-saudaranya   kaum
 Muslimin  supaya  memasuki kota itu sebagai pihak yang menang,
 yang akan  menghancurkan  berhala-berhala,  akan  membersihkan
 segala  noda  paganisma  dan  kehidupan  syirik.  Dan kesucian
 Ka'bah sebagai Baitullah akan  dikembalikan  juga  sebagaimana
 mestinya,  bersih  dari  segala  sebutan nama-nama selain asma
 Allah.

 Dalam menghadapi peristiwa ini pihak Orientalis  tidak  bicara
 apa-apa  seperti ketika menghadapi peristiwa tawanan Badr yang
 dibunuh pihak Muslimin. Mereka tidak berusaha untuk  memandang
 jijik  perbuatan  khianat yang diiakukan Banu Hudhail terhadap
 dua orang yang tidak berdosa  itu,  yang  bukan  ditawan  dari
 medan  perang,  tapi  diambil  dengan cara tipu-muslihat, yang
 berangkat  karena  perintah   Rasul   dengan   maksud   supaya
 mengajarkan  agama kepada orang-orang yang mengkhianati mereka
 itu,  orang-orang  yang  menyerahkan  mereka  kepada  Quraisy,
 setelah  kawan-kawannya yang lain pun dibunuh secara gelap dan
 licik.  Kaum  Orientalis  tidak  menganggap  jijik   perbuatan
 Quraisy  terhadap  dua  orang yang tak bersenjata itu, padahal
 apa yang mereka lakukan adalah suatu  perbuatan  pengecut  dan
 tindakan  permusuhan yang rendah sekali. Pada dasarnya prinsip
 kejujuran yang harus menjadi pegangan  kaum  Orientalis,  yang
 merasa  tidak  dapat menerima apa yang dilakukan kaum Muslimin
 terhadap dua tawanan perang Badr itu, ialah akan merasa  jijik
 sekali terhadap pengkhianatan Quraisy yang menerima penyerahan
 dua orang untuk dibunuh itu, sesudah empat orang lainnya  yang
 didatangkan  atas  permintaan  mereka untuk mengajarkan agama,
 telah lebih dulu pula mereka bunuh.
 
 Semua Muslimin merasa sedih, Muhammad juga merasa sedih sekali
 atas  malapetaka  yang  telah  menimpa keenam orang yang gugur
 sebagai syahid di jalan  Tuhan  karena  pengkhianatan  Hudhail
 itu. Ketika itulah Hassan b. Thabit mengirimkan sajak-sajaknya
 sebagai elegi yang mendalam sekali buat Khubaib dan Zaid.
 
 Dalam pada itu lebih banyak lagi Muhammad  memikirkan  keadaan
 umat Muslimin. Kuatir sekali ia kalau hal semacam itu terulang
 lagi. Masyarakat Arab akan sangat merendahkan mereka.
 
 Sementara ia  sedang  berpikir-pikir  demikian  itu  tiba-tiba
 datang Abu Bara' 'Amir b. Malik. Muhammad menawarkan kepadanya
 supaya ia sudi masuk Islam, tapi ia menolak. Sungguhpun begitu
 juga  ia tidak menunjukkan sikap permusuhannya terhadap Islam.
 Bahkan katanya: "Muhammad, kalau  ada  sahabat-sahabatmu  yang
 dapat diutus ke Najd dan mengajak mereka itu menerima ajaranmu
 saya harap mereka itu akan menerima."
 
 Tetapi    Muhammad    masih     kuatir     akan     melepaskan
 sahabat-sahabatnya  itu  ke  Najd dan takut ia penduduk daerah
 itu nanti akan mengkhianati mereka  seperti  pernah  dilakukan
 Hudhail  terhadap  Khubaib dan kawan-kawan. Ia tidak yakin dan
 tidak dapat mengabulkan permintaan Abu Bara'.
 
 "Saya menjamin  mereka,"  katanya  lagi.  "Kirimkanlah  utusan
 kesana untuk mengajak mereka menerima ajaranmu."
 
 Abu  Bara' adalah orang yang ditaati di kalangan masyarakatnya
 dan  didengar  orang  perkataannya.  Barangsiapa  yang   sudah
 diberinya  perlindungan ia tidak kuatir akan mendapat serangan
 pihak lain.
 
 Dengan demikian Muhammad mengutus al-Mundhir b. 'Amr dari Banu
 Sa'ida  dengan  memimpin 40 orang Muslimin pilihan. Mereka pun
 berangkat. Sampai di Bi'ir Masuna - antara daerah  Banu  'Amir
 dan  Banu  Sulaim - mereka berhenti. Dari sana mereka mengutus
 Haram  b.  Milhan  membawa   surat   Muhammad   kepada   'Amir
 bin't-Tufail.  Tetapi  oleh  'Amir  surat itu tidak dibacanya,
 malah orang yang membawanya dibunuh,  dan  dia  minta  bantuan
 Banu  'Amir  supaya  membunuhi  kaum  Muslimin. Tetapi setelah
 mereka    menolak    untuk    melakukan    pelanggaran    atas
 pertanggung-jawaban dan perlindungan yang telah diberikan oleh
 Abu  Bara'  'Amir  meminta   bantuan   kabilah-kabilah   lain.
 Permintaan  ini oleh mereka dipenuhi dan kemudian bersama-sama
 dia mereka  berangkat  dan  mengepung  rombongan  Muslimin  di
 tempat  itu.  Melihat  keadaan  ini  pihak Muslimin pun segera
 mencabut  pedang.  Mereka  mengadakan  perlawanan  mati-matian
 sampai akhirnya mereka terbunuh semua.
 
 Hanya  Ka'b  b. Zaid yang masih selamat, yang dibiarkan begitu
 saja oleh Ibn't-Tufail. Ternyata ia belum  mati.  Kemudian  ia
 pun  pergi  pulang  ke  Madinah. Demikian juga 'Amr b. Umayya,
 yang oleh 'Amir bin't-Tufail dimerdekakan karena dikiranya  ia
 masih  terikat  dengan  suatu  niat  ibunya.  Dalam perjalanan
 pulang di tengah jalan 'Amr  bertemu  dengan  dua  orang  yang
 dikiranya  turut  menyerang kawan-kawannya. Dibiarkannya kedua
 orang itu sampai tidur lebih dulu,  kemudian  diserangnya  dan
 dibunuhnya.  Sesudah  itu  ia  melanjutkan lagi perjalanannya.
 Sesampainya  di  Medinah  diberitahukannya  perbuatannya   itu
 kepada  Rasul  a.s.  Ternyata kedua orang itu dari Banu 'Amir,
 dari golongan Abu Bara'  dan  yang  juga  terikat  oleh  suatu
 perjanjian Jiwar (bertetangga baik) dengan Rasulullah, dan ini
 berarti harus diselesaikan dengan diat.
 
 Bukan main Muhammad menahan perasaan pilu karena pembunuhan di
 Bi'ir  Ma'una itu. Sungguh berat hatinya menahan dukacita atas
 sahabat-sahabatnya itu. Ia berkata: "Ini adalah perbuatan  Abu
 Bara'. Sejak semula saya sudah berat hati dan kuatir sekali."
 
 Abu Bara' juga merasa sangat terpukul karena pelanggaran 'Amir
 bin't-Tufail atas dirinya itu. Karena itu, Rabi'a anaknya lalu
 bertindak  menghantam 'Amir dengan tombak sebagai balasan atas
 perbuatannya terhadap ayahnya. Begitu dalamnya  rasa  dukacita
 Muhammad  sehingga sebulan penuh setiap selesai salat Subuh ia
 berdoa semoga Tuhan mengadakan pembalasan terhadap mereka yang
 telah  membunuh  sahabat-sahabatnya itu. Demikian juga seluruh
 umat Muslimin turut merasa pilu karena malapetaka  yang  telah
 menimpa  saudara-saudaranya seagama itu, meskipun sudah dengan
 penuh iman bahwa  mereka  semua  gugur  sebagai  syuhada,  dan
 mereka semua akan mendapat surga.

 Malapetaka  yang  telah  menimpa kaum Muslimin di Raji' dan di
 Bi'ir Ma'una mengingatkan kaum munafik dan Yahudi Medinah akan
 kemenangan  Quraisy  di  Uhud,  dan  membuat  mereka lupa akan
 kemenangan Muslimin atas Banu Asad, juga mengurangi  pandangan
 mereka  terhadap  kewibawaan  Muhammad dan sahabat-sahabatnya.
 Dalam menghadapi hal ini sekarang Nabi  a.s.  berpikir  dengan
 suatu  pemikiran  politik  yang  cermat sekali serta pandangan
 yang jauh. Ketika itu bahaya yang paling besar mengancam  kaum
 Muslimin  ialah  sikap  penduduk  Medinah  yang  kiranya  akan
 merendahkan  kewibawaan  mereka.  Begitu  juga   yang   sangat
 diharapkan   oleh  kabilah-kabilah  Arab,  mereka  akan  dapat
 menanamkan  perpecahan  didalam,  yang  berarti   akan   dapat
 menimbulkan  perang  saudara jika nanti ada saja tetangga yang
 menyerbu Medinah. Disamping itu pihak Yahudi  dan  orang-orang
 munafik seolah-olah memang sedang menantikan bencana yang akan
 menimpa itu. Karena itu dilihatnya tak  ada  jalan  lain  yang
 lebih  baik  daripada  membiarkan  mereka,  supaya  nanti niat
 mereka terbongkar.
 
 Oleh karena Yahudi Banu Nadzir itu  sekutu  Banu  'Amir,  maka
 Nabi berangkat  sendiri  ke  tempat  mereka -  yang tidak jauh
 dari Quba'[  -    dengan  membawa   sepuluh   orang   Muslimin
 terkemuka,  diantaranya  Abu  Bakr,  Umar  dan  Ali.  Ia minta
 bantuan Banu Nadzir dalam membayar diat dua orang  yang  telah
 dibunuh  tidak  sengaja  oleh  'Amr  b.  Umayya  itu dan tidak
 diketahuinya pula bahwa  Nabi  telah  memberikan  perlindungan
 kepada mereka.
                                     (bersambung ke bagian 2/2)
 
 ---------------------------------------------
 

0 komentar:

Post a Comment

Just select text on the page and get instant translation from Google Translate!
Google Translate Client