Selamat Datang Di Emye Private Blog
Membaca, mendengar, dan menterjemahkan Al Qur'an
Sedikit Bigraphy Singkat tentang Aku.
Title

Bapakku

Bapakku yang Sangat Tegas Akan Sesuatu yang Dia Anggap Fundamental, Berprinsip Kuat. Sangat Religius. Jawa Banyumasan. Gualakeee Poll, hehehe...

Read More
Title

Ibuku

Ibuku.., Seorang Wanita yang Sangat Kuat, Tegar dan Banyak Akal. Bisa Menjadi Seorang Ibu Sekaligus "seorang ayah" Juga. Smart dalam bertahan hidup, Sabar di Keseharian, Walau Galak Tapi Pemaaf... Saluut Untukmu Mah...!

Read More
Title

Aku Yang...

Inilah Yang Dulu Selalu Mencari Masalah, dan Terkena Masalah dan Hampir Terkubur Karenanya.. Berharap Maaf dariNYA, Kedua Orangtuaku dan Juga Kalian Semua.. Do'akan RidhoNYA Untukku ya.. Terimakasih Untuk Kalian Semua...

Read More
Title

Rumahku Hidupku..No Place Like Home

Di Sinilah Awal Semua Kisahku.., Di Awali Dengan Kasih Sayang dan Pengharapan dan Di Jalani Dengan Kegilaan lalu Berakhir dengan Keterpurukan. No More Fly..No More Sky and No More Cry...

Read More
Title

Seberkas CahayaNYA...

Menunggu dan Berharap Banyak dariNYA... Jawaban dan Ampunan Setelah Doa-doa yang Kutambatkan.. Setiap Detik, Setiap Saat Sebelum Saat Akhir Hidupku Tiba...

Read More
Title

Pikirkan Dulu!

Pikirkan dan Pertimbangkan Semua Pilihan. Karena Kau Harus Memilih, Gunakan Kata Hatimu. Ambil Apa Yang Baik Dari Kisahku Kawan.. Semua Hikmah. Sekarang atau Tidak Sama Sekali..!!!?

Read More

Sejarah Hidup Rasulullah Muhammad SAW

October 18, 2011
BAGIAN KESEBELAS: TAHUN PERTAMA DI YATHRIB1              (1/4)
 Muhammad Husain Haekal
 
    Yathrib menyambut Muhajir Besar - Pembinaan mesjid dan
    tempat-tempat tinggal Nabi - Kebebasan beragama bagi
    seluruh penduduk Yathrib - Orang-orang Yahudi Medinah -
    Muhammad mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan Anshar -
    Perjanjiannya dengan Yahudi menetapkan kebebasan
    beragama - Perkawinan Muhammad dengan Aisyah - Azan
    sembahyang - Teladan dan ajaran-ajaran Muhammad -
    Kuatnya agama baru dan takutnya pihak Yahudi - Kiblat
    dari al-Masjid'l-Aqsha dialihkan ke al-Masjid'l-Haram -
    Delegasi Nasrani ke Medinah - Pertemuan tiga agama di
    Yathrib - Kaum Muslimin mempertimbangkan kedudukannya
    terhadap Quraisy
 
 BERBONDONG-BONDONG  penduduk  Yathrib  ke  luar  rumah  hendak
 menyambut   kedatangan   Muhammad,  pria  dan  wanita.  Mereka
 berangkat setelah tersiar berita  tentang  hijrahnya,  tentang
 Quraisy yang hendak membunuhnya, tentang ketabahannya menempuh
 panas  yang  begitu  membakar  dalam  perjalanan  yang  sangat
 meletihkan,   mengarungi   bukit  pasir  dan  batu  karang  di
 tengah-tengah dataran Tihama, yang  justru  memantulkan  sinar
 matahari  yang  panas  dan  membakar itu. Mereka keluar karena
 terdorong ingin mengetahui sekitar  berita  tentang  ajakannya
 yang  sudah  tersiar  di seluruh jazirah. Ajakan ini juga yang
 sudah mengikis kepercayaan-kepercayaan lama yang diwarisi dari
 nenek-moyang mereka, yang sudah dianggap begitu suci.
 
 Akan tetapi mereka keluar itu bukan disebabkan oleh dua alasan
 ini saja, melainkan lebih jauh lagi, yakni karena  orang  yang
 hijrah   dari  Mekah  ini  akan  menetap  di  Yathrib.  Setiap
 golongan, setiap kabilah  dari  penduduk  Yathrib,  dari  segi
 politik   dan  sosial  dalam  hal  ini  memberikan  efek  yang
 bermacam-macam. Inilah  yang  lebih  banyak  mendorong  mereka
 menyongsong  keluar, daripada sekedar ingin melihat orang ini.
 Juga mereka ingin mengetahui, benarkah hal itu akan memperkuat
 dugaan mereka, ataukah mereka harus menarik diri.
 
 Oleh  karena itu, sambutan orang-orang musyrik dan Yahudi atas
 kedatangan Nabi tidak kurang daripada sambutan kaum  Muslimin,
 baik  dari Muhajirin maupun dari kalangan Anshar. Mereka semua
 mengerumuninya. Sesuai dengan perasaan yang  berkecamuk  dalam
 hati   masing-masing   terhadap  pendatang  orang  besar  itu,
 denyutan jantung merekapun tidak sama  pula  satu  sama  lain.
 Mereka  sama-sama  mengikutinya  tatkala  ia melepaskan kekang
 untanya  dan  membiarkannya  berjalan  sekehendaknya  sendiri,
 dengan   agak   kurang   teratur  karena  masing-masing  ingin
 memandang  wajahnya.  Semua   ingin   mengelilinginya   dengan
 pandangan  mata  tentang  orang  yang gambarnya sudah terlukis
 dalam jiwa masing-masing, tentang  orang  yang  telah  membuat
 Ikrar  Aqaba  kedua,  bersama-sama  penduduk  kota  ini - guna
 melakukan perang  mati-matian  terhadap  Quraisy;  orang  yang
 telah   hijrah  meninggalkan  tanah  airnya,  berpisah  dengan
 keluarganya  dengan  memikul  segala  tekanan  permusuhan  dan
 tindakan   kekerasan   dari   mereka  selama  tigabelas  tahun
 terus-menerus. Ini semua demi keyakinan tauhid  kepada  Allah,
 tauhid yang dasarnya adalah merenungkan alam semesta ini serta
 mengungkapkan hakekat yang ada dengan jalan itu.

 Unta yang  dinaiki  Nabi  alaihi  ssalam  berlutut  di  tempat
 penjemuran kurma milik Sahl dan Suhail b. Amr. Kemudian tempat
 itu dibelinya guna dipakai tempat membangun mesjid.  Sementara
 tempat  itu dibangun ia tinggal pada keluarga Abu Ayyub Khalid
 b. Zaid al-Anshari. Dalam membangun mesjid itu  Muhammad  juga
 turut  bekerja  dengan  tangannya  sendiri. Kaum Muslimin dari
 kalangan  Muhajirin  dan   Anshar   ikut   pula   bersama-sama
 membangun. Selesai mesjid itu dibangun, di sekitarnya dibangun
 pula tempat-tempat  tinggal  Rasul.  Baik  pembangunan  mesjid
 maupun   tempat-tempat   tinggal   itu  tidak  sampai  memaksa
 seseorang,  karena  segalanya  serba  sederhana,   disesuaikan
 dengan petunjuk-petunjuk Muhammad.
 
 Mesjid itu merupakan sebuah ruangan terbuka yang luas, keempat
 temboknya  dibuat  daripada  batu  bata  dan  tanah.   Atapnya
 sebagian  terdiri  dari  daun  kurma  dan  yang  sebagian lagi
 dibiarkan terbuka, dengan salah  satu  bagian  lagi  digunakan
 tempat    orang-orang    fakir-miskin    yang    tidak   punya
 tempat-tinggal. Tidak ada penerangan  dalam  mesjid  itu  pada
 malam  hari.  Hanya  pada waktu salat Isya diadakan penerangan
 dengan membakar jerami.  Yang  demikian  ini  berjalan  selama
 sembilan   tahun.  Sesudah  itu  kemudian  baru  mempergunakan
 lampu-lampu  yang  dipasang  pada  batang-batang  kurma   yang
 dijadikan  penopang atap itu. Sebenarnya tempat-tempat tinggal
 Nabi sendiri tidak lebih  mewah  keadaannya  daripada  mesjid,
 meskipun memang sudah sepatutnya lebih tertutup.

 Selesai  Muhammad  membangun  mesjid  dan  tempat-tinggal,  ia
 pindah dari rumah Abu Ayyub ke tempat ini.  Sekarang  terpikir
 olehnya  akan adanya hidup baru yang harus dimulai, yang telah
 membawanya dan membawa dakwahnya itu harus  menginjak  langkah
 baru  lebih  lebar.  Ia  melihat  adanya suku-suku yang saling
 bertentangan dalam kota ini, yang oleh  Mekah  tidak  dikenal.
 Tapi   juga  ia  melihat  kabilah-kabilah  dan  suku-suku  itu
 semuanya merindukan adanya suatu kehidupan damai dan tenteram,
 jauh  dari  segala  pertentangan dan kebencian, yang pada masa
 lampau telah  memecah-belah  mereka.  Kota  ini  akan  membawa
 ketenteraman  pada masa yang akan datang, yang diharapkan akan
 lebih kaya dan lebih terpandang daripada Mekah.  Akan  tetapi,
 bukanlah  kekayaan  dan  kehormatan  Yathrib  itu yang menjadi
 tujuan Muhammad yang pertama, sekalipun ini ada  juga.  Segala
 tujuan  dan  daya-upaya, yang pertama dan yang terakhir, ialah
 meneruskan risalah,  yang  penyampaiannya  telah  dipercayakan
 Tuhan  kepadanya,  dengan  mengajak dan memberikan peringatan.
 Akan  tetapi,  oleh  penduduk  Mekah  sendiri,   dengan   cara
 kekerasan  risalah  ini  dilawan  mati-matian, sejak dari awal
 kerasulannya sampai  Rada  waktu  hijrah.  Karena  takut  akan
 penganiayaan dan tindakan kekerasan pihak Quraisy, risalah dan
 iman  itu  tidak  sampai   memasuki   setiap   kalbu.   Segala
 penganiayaan  dan  tindakan  kekerasan  ini  menjadi perintang
 antara iman dengan kalbu manusia yang belum lagi menerima iman
 itu.
 
 Baik  kaum Muslimin maupun yang lain seharusnya percaya, bahwa
 barangsiapa menerima pimpinan Tuhan dan sudah masuk  ke  dalam
 agama Allah, akan terlindung ia dari gangguan; bagi orang yang
 sudah beriman akan tambah kuat imannya, sedang bagi yang masih
 ragu-ragu,  atau masih takut-takut atau yang lemah akan segera
 pula menerima iman itu.
 
 Pikiran itulah yang mula-mula meyakinkan Muhammad, ia  tinggal
 di Yathrib, ke arah itu politiknya ditujukan dan dengan tujuan
 itu pula hendaknya sejarah hidupnya  ditulis.  Ia  tak  pernah
 memikirkan  kerajaan,  harta-benda  atau  perniagaan.  Seluruh
 tujuannya ialah memberikan ketenangan jiwa  bagi  mereka  yang
 menganut  ajarannya dengan jaminan kebebasan bagi mereka dalam
 menganut kepercayaan agama masing-masing.  Baik  bagi  seorang
 Muslim,  seorang  Yahudi,  atau  seorang Kristen masing-masing
 mempunyai kebebasan  yang  sama  dalam  menganut  kepercayaan,
 kebebasan  yang  sama  menyatakan  pendapat dan kebebasan yang
 sama pula menjalankan  propaganda  agama.  Hanya  kebebasanlah
 yang   akan   menjamin   dunia   ini  mencapai  kebenaran  dan
 kemajuannya dalam menuju kesatuan yang integral dan terhormat.
 Setiap   tindakan   menentang   kebebasan  berarti  memperkuat
 kebatilan, berarti menyebarkan kegelapan  yang  akhirnya  akan
 mengikis habis percikan cahaya yang berkedip dalam hati nurani
 manusia. Percikan cahaya  ini  yang  akan  menghubungkan  hati
 nurani  manusia  dengan alam semesta ini, dari awal yang azali
 sampai pada akhirnya yang abadi, suatu hubungan yang  menjalin
 rasa  kasih  sayang  dan  persatuan,  bukan rasa kebencian dan
 kehancuran
 
 Dengan pemikiran inilah wahyu itu disampaikan kepada  Muhammad
 sejak  ia  hijrah.  Dan  karena itu pula ia sangat mendambakan
 perdamaian, dan tidak menyukai perang. Dalam  hal  ini  selama
 hidupnya ia sangat cermat sekali. Ia tidak menempuh jalan itu,
 kalau tidak terpaksa karena membela kebebasan,  membela  agama
 dan  kepercayaan.  Bukankah,  ketika  mendengar  ada mata-mata
 memanggil-manggil Quraisy, memberi peringatan  tentang  mereka
 itu,  penduduk  Yathrib yang ikut mengadakan Ikrar Aqaba kedua
 berkata kepadanya?
 
 "Demi Allah yang telah  mengutus  tuan  atas  dasar  kebenaran
 kalau  sekiranya  tuan sudi, penduduk Mina itu besok akan kami
 habiskan dengan pedang kami."
 
 Dijawabnya:
 
 "Kami tidak diperintahkan untuk itu."
 
 Bukankah ayat pertama yang datang mengenai perang berbunyi?
 
 "Diijinkan (berperang) kepada mereka  yang  diperangi,  karena
 mereka  dianiaya;  dan  sesungguhnya Allah Maha kuasa menolong
 mereka." (Qur'an, 8: 39)
 
 Dan bukankah ayat berikutnya mengenai soal  perang  itu  Tuhan
 berfirman?
 
 "Dan  perangilah  mereka  supaya  jangan  ada lagi fitnah, dan
 agama seluruhnya untuk Allah." (Qur'an, 2: 193)
 
 Jadi  pertimbangan  pikiran  Muhammad  dalam  hal  ini   hanya
 mempunyai  satu  tujuan  yang  luhur, yaitu menjamin kebebasan
 beragama dan menyatakan pendapat. Hanya  untuk  mempertahankan
 itulah  perang dibenarkan, dan hanya untuk itu pula dibenarkan
 menangkis serangan pihak agresor, sehingga  jangan  ada  orang
 yang  dapat  dikacau  dari  agamanya dan jangan pula ada orang
 yang ditindas karena kepercayaan atau pendapatnya.

 Kalau inilah tujuan Muhammad  dalam  pertimbangannya  mengenai
 masalah  Yathrib  serta  harus menjamin adanya kebebasan, maka
 penduduk kota ini pun menyambutnya dalam pikiran yang  serupa,
 meskipun  setiap  golongan pertimbangannya saling bertentangan
 satu sama lain. Penduduk Yathrib pada waktu itu  terdiri  dari
 kaum  Muslimin  -  Muhajirin  dan Anshar - orang-orang musyrik
 dari  sisa-sisa  Aus  dan  Khazraj  -  sedang  hubungan  kedua
 golongan   ini   sudah   sama-sama   kita   ketahui;  kemudian
 orang-orang  Yahudi:  Banu  Qainuqa  di  sebelah  dalam,  Banu
 Quraiza  di  Fadak,  Banu'n-Nadzir  tidak  jauh  dari sana dan
 Yahudi Khaibar di Utara.

 Ada pun kaum Muhajirin dan Anshar,  karena  solidaritas  agama
 baru itu, mereka sudah erat sekali bersatu. Sungguhpun begitu,
 kekuatiran  dalam  hati  Muhammad  belum  hilang   samasekali,
 kalau-kalau suatu waktu kebencian lama di kalangan mereka akan
 kembali  timbul.  Sekarang  terpikir  olehnya   bahwa   setiap
 keraguan  semacam itu harus dihilangkan. Usaha ini akan tampak
 juga pengaruhnya

 Sebaliknya golongan musyrik dari sisa-sisa  Aus  dan  Khazraj,
 akibat  peperangan-peperangan masa lampau, mereka merasa lemah
 sekali di tengah-tengah kaum Muslimin dan Yahudi  itu.  Mereka
 mencari  jalan  supaya  antara  keduanya  itu  timbul insiden.
 Selanjutnya golongan Yahudi dengan tiada  ragu-ragu  merekapun
 menyambut  baik kedatangan Muhammad dengan dugaan bahwa mereka
 akan dapat membujuknya dan  sekaligus  merangkulnya  ke  pihak
 mereka,  serta  dapat pula diminta bantuannya membentuk sebuah
 jazirah  Arab.  Dengan  demikian  mereka   akan   dapat   pula
 membendung   Kristen,  yang  telah  mengusir  Yahudi,  -bangsa
 pilihan Tuhan - dari  Palestina,  Tanah  yang  Dijanjikan  dan
 tanah air mereka itu.
 
 Dengan  dasar  pikiran  itulah  mereka masing-masing bertolak.
 Mereka membukakan jalan  supaya  tujuan  mereka  masing-masing
 mudah tercapai.
 
 Di  sinilah  fase  baru  dalam hidup Muhammad itu dimulai yang
 sebelum  itu  tiada  seorang  nabi  atau  rasul  yang   pernah
 mengalaminya. Di sini dimulainya suatu fase politik yang telah
 diperlihatkan oleh Muhammad dengan segala kecakapan, kemampuan
 dan pengalamannya, yang akan membuat orang jadi termangu, lalu
 menundukkan  kepala  sebagai  tanda  hormat  dan  rasa  kagum.
 Tujuannya yang pokok akan mencapai Yathrib - tanah airnya yang
 baru - ialah meletakkan dasar kesatuan politik dan organisasi,
 yang  sebelum  itu  di  seluruh  wilayah  Hijaz belum dikenal;
 sungguhpun jauh sebelumnya di Yaman memang sudah pernah ada.

 Sekarang ia bermusyawarah dengan kedua wazirnya itu  Abu  Bakr
 dan  Umar  -  demikianlah  mereka dinamakan. Dengan sendirinya
 yang menjadi pokok pikirannya yang  mula-mula  ialah  menyusun
 barisan  kaum Muslimin serta mempererat persatuan mereka, guna
 menghilangkan segala  bayangan  yang  akan  membangkitkan  api
 permusuhan  lama di kalangan mereka itu. Untuk mencapai maksud
 ini  diajaknya  kaum   Muslimin   supaya   masing-masing   dua
 bersaudara,  demi  Allah. Dia sendiri bersaudara dengan Ali b.
 Abi  Talib.  Hamzah  pamannya  bersaudara  dengan  Zaid  bekas
 budaknya.  Abu  Bakr  bersaudara  dengan Kharija b. Zaid. Umar
 ibn'l-Khattab, bersaudara dengan 'Itban b. Malik  al-Khazraji.
 Demikian  juga  setiap  orang  dari  kalangan  Muhajirin  yang
 sekarang sudah banyak jumlahnya di Yathrib  -  sesudah  mereka
 yang  tadinya  masih  tinggal  di  Mekah  menyusul  ke Medinah
 setelah Rasul hijrah  -  dipersaudarakan  pula  dengan  setiap
 orang  dari pihak Anshar, yang oleh Rasul lalu dijadikan hukum
 saudara sedarah  senasib.  Dengan  persaudaraan  demikian  ini
 persaudaraan kaum Muslimin bertambah kukuh adanya.
 
 Ternyata  kalangan  Anshar memperlihatkan sikap keramahtamahan
 yang luarbiasa terhadap saudara-saudara mereka kaum  Muhajirin
 ini,  yang  sejak  semula  sudah  mereka  sambut  dengan penuh
 gembira. Sebabnya ialah, mereka telah meninggalkan Mekah,  dan
 bersama  itu mereka tinggalkan pula segala yang mereka miliki,
 harta-benda dan semua kekayaan. Sebagian besar  ketika  mereka
 memasuki  Medinah  sudah hampir tak ada lagi yang akan dimakan
 disamping mereka memang bukan orang  berada  dan  berkecukupan
 selain  Usman  b.  'Affan.  Sedangkan yang lain sedikit sekali
 yang dapat membawa sesuatu yang berguna dari Mekah.
 
 Pada suatu hari Hamzah paman Rasul pergi mendatanginya  dengan
 permintaan kalau-kalau ada yang dapat dimakannya. Abdur-Rahman
 b. 'Auf yang sudah bersaudara dengan Sa'd  bin'r-Rabi'  ketika
 di  Yathrib  ia  sudah  tidak  punya apa-apa lagi. Ketika Sa'd
 menawarkan hartanya akan dibagi dua, Abdur-Rahman menolak.  Ia
 hanya  minta  ditunjukkan  jalan  ke  pasar. Dan di sanalah ia
 mulai berdagang mentega dan keju.  Dalam  waktu  tidak  berapa
 lama,  dengan  kecakapannya  berdagang ia telah dapat mencapai
 kekayaan kembali, dan dapat pula memberikan  mas-kawin  kepada
 salah   seorang   wanita   Medinah.   Bahkan  sudah  mempunyai
 kafilah-kafilah yang pergi  dan  pulang  membawa  perdagangan.
 Selain Abdur-Rahman, dari kalangan Muhajirin, banyak juga yang
 telah melakukan hal serupa itu. Sebenarnya  karena  kepandaian
 orang-orang  Mekah  itu  dalam  bidang  perdagangan sampai ada
 orang mengatakan: dengan perdagangannya itu ia dapat  mengubah
 pasir sahara menjadi emas.
 
 Adapun   mereka  yang  tidak  melakukan  pekerjaan  berdagang,
 diantaranya ialah  Abu  Bakr,  Umar,  Ali  b.  Abi  Talib  dan
 lain-lain.  Keluarga-keluarga mereka terjun kedalam pertanian,
 menggarap  tanah   milik   orang-orang   Anshar   bersama-sama
 pemiliknya.   Tetapi   selain   mereka  ada  pula  yang  harus
 menghadapi kesulitan dan kesukaran hidup.  Sungguhpun  begitu,
 mereka ini tidak mau hidup menjadi beban orang lain. Merekapun
 membanting  tulang  bekerja,  dan  dalam  bekerja  itu  mereka
 merasakan  adanya ketenangan batin, yang selama di Mekah tidak
 pernah mereka rasakan.
 
 Di samping itu  ada  lagi  segolongan  orang-orang  Arab  yang
 datang  ke  Medinah  dan menyatakan masuk Islam, dalam keadaan
 miskin dan serba kekurangan sampai-sampai ada diantara  mereka
 yang   tidak  punya  tempat  tinggal.  Bagi  mereka  ini  oleh
 Muhammad disediakan tempat di  selasar  mesjid  yaitu  shuffa
 [bahagian mesjid yang beratap] sebagai tempat tinggal mereka.
 
 Oleh  karena  itu  mereka  diberi nama Ahl'sh-Shuffa (Penghuni
 Shuffa). Belanja mereka diberikan dari  harta  kaum  Muslimin,
 baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar yang berkecukupun.
 
 Dengan adanya persatuan kaum Muslimin dengan cara persaudaraan
 itu Muhammad sudah merasa  lebih  tenteram.  Sudah  tentu  ini
 merupakan  suatu  langkah  politik  yang  bijaksana sekali dan
 sekaligus menunjukkan  adanya  suatu  perhitungan  yang  tepat
 serta  pandangan  jauh. Baru tampak kepada kita arti semua ini
 bila kita melihat segala daya-upaya kaum Munafik  yang  hendak
 merusak  dan  menjerumuskan  kaum Muslimin ke dalam peperangan
 antara Aus dengan Khazraj dan antara Muhajirin dengan  Anshar.
 Akan  tetapi suatu operasi politik yang begitu tinggi dan yang
 menunjukkan adanya kemampuan luarbiasa, ialah apa  yang  telah
 dicapai  oleh Muhammad dengan mewujudkan persatuan Yathrib dan
 meletakkan  dasar  organisasi  politiknya  dengan   mengadakan
 persetujuan  dengan  pihak  Yahudi atas landasan kebebasan dan
 persekutuan yang  kuat  sekali.  Orang  sudah  melihat  betapa
 mereka  menyambut baik kedatangannya dengan harapan akan dapat
 dibujuknya ke pihak mereka.  Penghormatan  mereka  ini  dengan
 segera  dibalasnya  pula  dengan  penghormatan yang sama serta
 mengadakan tali silaturahmi dengan mereka.  Ia  bicara  dengan
 kepala-kepala  mereka,  didekatkannya pembesar-pembesar mereka
 dibentuknya dengan mereka itu suatu tali persahabatan,  dengan
 pertimbangan  bahwa mereka juga Ahli Kitab dan kaum monotheis.
 Lebih dari itu bahwa pada waktu  mereka  berpuasa  iapun  ikut
 puasa.   Pada  waktu  itu  kiblatnya  dalam  sembahyang  masih
 menghadap ke Bait'l-Maqdis,  titik  perhatian  mereka,  tempat
 terkumpulnya  semua  Keluarga  Israil.  Persahabatannya dengan
 pihak Yahudi dan persahabatan pihak Yahudi  dengan  dia  makin
 sehari makin bertambah erat dan dekat juga.
 
                                     (bersambung ke bagian 2/4)
 

0 komentar:

Post a Comment

Just select text on the page and get instant translation from Google Translate!
Google Translate Client