Selamat Datang Di Emye Private Blog
Membaca, mendengar, dan menterjemahkan Al Qur'an
Sedikit Bigraphy Singkat tentang Aku.
Title

Bapakku

Bapakku yang Sangat Tegas Akan Sesuatu yang Dia Anggap Fundamental, Berprinsip Kuat. Sangat Religius. Jawa Banyumasan. Gualakeee Poll, hehehe...

Read More
Title

Ibuku

Ibuku.., Seorang Wanita yang Sangat Kuat, Tegar dan Banyak Akal. Bisa Menjadi Seorang Ibu Sekaligus "seorang ayah" Juga. Smart dalam bertahan hidup, Sabar di Keseharian, Walau Galak Tapi Pemaaf... Saluut Untukmu Mah...!

Read More
Title

Aku Yang...

Inilah Yang Dulu Selalu Mencari Masalah, dan Terkena Masalah dan Hampir Terkubur Karenanya.. Berharap Maaf dariNYA, Kedua Orangtuaku dan Juga Kalian Semua.. Do'akan RidhoNYA Untukku ya.. Terimakasih Untuk Kalian Semua...

Read More
Title

Rumahku Hidupku..No Place Like Home

Di Sinilah Awal Semua Kisahku.., Di Awali Dengan Kasih Sayang dan Pengharapan dan Di Jalani Dengan Kegilaan lalu Berakhir dengan Keterpurukan. No More Fly..No More Sky and No More Cry...

Read More
Title

Seberkas CahayaNYA...

Menunggu dan Berharap Banyak dariNYA... Jawaban dan Ampunan Setelah Doa-doa yang Kutambatkan.. Setiap Detik, Setiap Saat Sebelum Saat Akhir Hidupku Tiba...

Read More
Title

Pikirkan Dulu!

Pikirkan dan Pertimbangkan Semua Pilihan. Karena Kau Harus Memilih, Gunakan Kata Hatimu. Ambil Apa Yang Baik Dari Kisahku Kawan.. Semua Hikmah. Sekarang atau Tidak Sama Sekali..!!!?

Read More

Sejarah Hidup Rasulullah Muhammad SAW

October 19, 2011
 
BAGIAN KEDUAPULUH EMPAT: PEMBEBASAN MEKAH                (2/3)
 Muhammad Husain Haekal
 
 Disamping  Abbas,  yang  juga  berangkat menyongsong ialah Abu
 Sufyan bin'l-Harith b. 'Abd'l-Muttalib, sepupu Nabi,  Abdullah
 b.    Abi   Umayya   bin'l-Mughira,   anak   bibinya.   Mereka
 menggabungkan diri dengan  pasukan  Muslimin  di  Niq'l-'Uqab.
 Mereka berdua minta ijin akan menemui Nabi, tapi Nabi menolak.
 
 "Tidak  perlu  aku  kepada mereka," katanya kepada Umm Salama,
 isterinya, ketika ia mencoba membicarakan  masalah  dua  orang
 itu.  "Aku  sudah  banyak  menderita  karena anak pamanku itu.
 Sedang anak bibiku, dan iparku pula, ia sudah mengatakan  yang
 bukan-bukan ketika ia di Mekah."
 
 Keterangan ini disampaikan kepada Abu Sufyan, dan dia berkata:
 
 "Demi  Allah,  bagiku  hanyalah  aku  ingin diijinkan bertemu,
 atau, dengan bantuan anakku ini, kami akan pergi ke mana saja,
 sampai kami mati kehausan dan kelaparan."
 
 Nabi   merasa  kasihan  kepada  mereka.  Kemudian  mereka  pun
 diijinkan masuk menemuinya, dan mereka menyatakan masuk Islam.

 Menyaksikan pasukan Muslimin serta kekuatannya  yang  demikian
 rupa,  Abbas  b.  'Abd'l-Muttalib  sekarang  merasa  cemas dan
 terkejut sekali. Sekalipun ia sudah masuk Islam, namun hatinya
 selalu  kuatir  akan  bencana  yang  akan  menimpa  Mekah jika
 kekuatan pasukan yang belum pernah ada bandingannya di seluruh
 jazirah  Arab  itu kelak menyerbu ke dalam kota. Bukankah baru
 saja  ia  meninggalkan  Mekah,   meninggalkan   keluarga   dan
 handai-tolan, yang belum lagi terputus pertalian mereka karena
 Islam yang baru dianutnya itu? Boleh jadi ia  menyatakan  rasa
 kekuatirannya  itu kepada Rasul, dan ia bertanya apa yang akan
 diperbuatnya kalau pihak Quraisy minta damai. Atau boleh  jadi
 juga sepupunya ini yang dengan senang hati membuka pembicaraan
 dengan Abbas dalam  hal  ini,  dan  diharapkannya  ia  menjadi
 seorang  utusan yang akan memberi kesan yang menakutkan kepada
 sekelompok orang di kalangan Quraisy itu, sehingga kelak dapat
 memasuki  Mekah tanpa sesuatu pertumpahan darah dan Mekah akan
 tetap  dalam  kesuciannya  seperti  dulu  dan   seperti   yang
 seharusnya akan demikian.
 
 Dengan duduk di atas seekor bagal3 putih kepunyaan Nabi, Abbas
 berangkat pergi ke daerah Arak, dengan harapan kalau-kalau  ia
 akan berjumpa dengan orang mencari kayu, atau tukang susu atau
 dengan manusia siapa saja yang sedang pergi ke Mekah. Ia  akan
 menitipkan  pesan  kepada  penduduk  kota itu tentang kekuatan
 pasukan Muslimin yang sebenarnya supaya mereka  kelak  menemui
 Rasulullah  dan  minta damai sebelum pasukan ini memasuki kota
 dengan kekerasan.
 
 Sejak pihak Muslimin berlabuh di Marr'z-Zahran, pihak  Quraisy
 sudah  mulai  merasakan  adanya  bahaya  yang sedang mendekati
 mereka. Maka diutusnya Abu Sufyan b. Harb,  Budail  b.  Warqa'
 dan  Hakim  b.  Hizam  - masih kerabat Khadijah - mencari-cari
 berita serta mengajuk sampai seberapa jauh bahaya yang mungkin
 mengancam mereka itu.

 Sementara  Abbas  sedang  di  atas  bagal Nabi yang putih itu,
 tiba-tiba ia mendengar ada percakapan  antara  Abu  Sufyan  b.
 Harb dengan Budail b. Warqa' sebagai berikut:
 
 Abu  Sufyan:  "Aku belum pernah melihat api unggun dan pasukan
 tentara seperti yang kita lihat malam ini."
 
 Budail: "Tentu itu api unggun Khuza'a  yang  sudah  dirangsang
 perang."

 Abbas  sudah  mengenal suara Abu Sufyan itu, lalu dipanggilnya
 dengan nama julukannya:
 
 "Abu Hanzala!"
 
 "Abu'l-Fadzl!" gilir Abu Sufyan menyahut.
 
 "Abu Sufyan, kasihan engkau!" kata Abbas.  "Rasulullah  berada
 di  tengah-tengah  rombongan  itu.  Apa  jadinya Quraisy kalau
 mereka memasuki Mekah dengan kekerasan."
 
 "Apa yang harus kita perbuat!" kata Abu Sufyan. "Kupertaruhkan
 ibu-bapaku untukmu."4
 
 Oleh  Abbas  ia  dinaikkannya  di belakang bagal dan diajaknya
 berangkat  bersama-sama,  sedang  kedua  temannya   disuruhnya
 kembali  ke Mekah. Oleh karena ketika melihat bagal itu mereka
 sudah mengenalnya, dibiarkannya  ia  dengan  penumpangnya  itu
 lalu  di  hadapan  mereka, di tengah-tengah sepuluh ribu orang
 yang sedang memasang api unggun, yang sengaja  dipasang  untuk
 menimbulkan kegentaran dalam hati penduduk Mekah.
 
 Akan  tetapi  ketika  bagal  itu lalu di depan api unggun Umar
 bin'l-Khattab, dan Umar melihatnya, sekaligus ia mengenal  Abu
 Sufyan dan diketahuinya pula bahwa Abbas hendak melindunginya.
 Cepat-cepat ia pergi ke kemah Nabi dan dimintanya kepada  Nabi
 supaya batang leher orang itu dipenggal.
 
 "Rasulullah," kata Abbas. "Saya sudah melindunginya."

 Menghadapi situasi semacam itu dan waktu sudah malam pula, dan
 setelah terjadi perdebatan yang kadang sengit juga antara Umar
 dan Abbas, Muhammad berkata:
 
 "Bawalah  dia dulu ke tempatmu, Abbas. Pagi-pagi besok bawa ke
 mari."
 
 Keesokan  harinya,  bilamana  Abu  Sufyan  sudah  dibawa  lagi
 menghadap  Nabi  dan  disaksikan  oleh  pembesar-pembesar dari
 kalangan Muhajirin dan Anshar - terjadi dialog demikian ini:
 
 Nabi: "Kasihan kamu Abu Sufyan! Bukankah sudah  tiba  waktunya
 sekarang  engkau  harus mengetahui, bahwa tak ada Tuhan selain
 Allah!?"
 
 Abu  Sufyan:  "Demi  ibu-bapaku!  Sungguh  bijaksana   engkau!
 Sungguh  pemurah engkau dan suka memelihara hubungan keluarga!
 Aku memang sudah menduga, bahwa tak ada  tuhan  selain  Allah,
 itu sudah mencukupi segalanya."
 
 Nabi: "Kasihan engkau Abu Sufyan! Bukankah sudah tiba waktunya
 engkau harus mengetahui, bahwa aku Rasulullah!?"
 
 Abu  Sufyan:  "Demi  ibu-bapaku!  Sungguh  bijaksana   engkau!
 Sungguh  pemurah engkau dan suka memelihara hubungan keluarga!
 Tetapi mengenai hal ini, sungguh  sampai  sekarang  masih  ada
 sesuatu dalam hatiku."
 
 Sekarang  Abbas  campur  tangan.  Ia  bicara  dengan ditujukan
 kepada Abu Sufyan, supaya ia mau menerima Islam  dan  bersaksi
 bahwa tak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad pesuruhNya
 - sebelum batang lehernya dipenggal. Menghadapi hal  ini  buat
 Abu  Sufyan  tak  ada  jalan  lain ia harus menerima. Sekarang
 Abbas menghadapkan pembicaraannya kepada Nabi 'alaihissalam:
 
 "Rasulullah," katanya. "Abu Sufyan  orang  yang  gila  hormat.
 Berikanlah sesuatu kepadanya."
 
 "Ya," kata Rasulullah "Barangsiapa datang ke rumah Abu Sufyan,
 orang itu selamat, barangsiapa menutup  pintu  rumahnya  orang
 itu  selamat  dan  barangsiapa masuk ke dalam mesjid orang itu
 juga selamat."
 
 Ahli-ahli sejarah dan penulis-penulis riwayat hidup Nabi semua
 sepakat  tentang  terjadinya  peristiwa-peristiwa  itu.  Hanya
 sebagian mereka masih ada yang  bertanya-tanya:  Adakah  semua
 itu terjadi karena kebetulan saja? Kepergian Abbas kepada Nabi
 dengan maksud  hendak  pergi  ke  Medinah,  tiba-tiba  bertemu
 dengan   pasukan   tentara  Muslimin  di  Juhfa,  begitu  juga
 kepergian Budail b. Warqa' dan Abu Sufyan b. Harb  yang  hanya
 sekedar  mau  mengintai,  padahal  sebelum  itu Budail sendiri
 sudah ke Medinah dan melaporkan kepada  Nabi  apa  yang  telah
 terjadi terhadap Khuza'a dan dari Nabi diketahuinya bahwa Nabi
 akan membelanya. Adakah  dalam  kepergiannya  ini  Abu  Sufyan
 tidak  menyadari  bahwa  Muhammad  juga telah berangkat hendak
 menyerbu Mekah? Ataukah karena sesuatunya itu - sedikit banyak
 -  dengan suatu persepakatan yang sudah diatur lebih dulu, dan
 karena persepakatan itu pula, telah mempertemukan Abbas dengan
 Abu  Sufyan, dan bahwa Abu Sufyan sudah yakin - sejak ia pergi
 ke  Medinah  hendak  meminta  perpanjangan  waktu   Perjanjian
 Hudaibiya  dan  kembali  dengan  tangan kosong - bahwa tak ada
 jalan lain buat Quraisy akan dapat menahan Muhammad dan  yakin
 pula  ia  bahwa kalau ia membukakan jalan untuk pembebasan itu
 ia   akan   tetap   memegang   pimpinan   dan   mempertahankan
 kedudukannya  yang  penting di Mekah, dan bahwa apa yang telah
 menjadi persepakatan  mereka  itu  tidak  sampai  pula  kepada
 Muhammad  dan  kepada  orang-orang  yang berkepentingan dengan
 soal itu,  dengan  kenyataan  bahwa  Umar  sendiri  pun  telah
 bermaksud  hendak  membunuh Abu Sufyan? Besar sekali risikonya
 kita akan menjatuhkan vonis. Tetapi rasanya  kita  sudah  akan
 dapat  memastikan  -  untuk  memuaskan  hati kita - bahwa baik
 karena suatu  kebetulan  saja  yang  telah  menyebabkan  semua
 peristiwa  itu,  atau  karena  memang  sudah ada semacam suatu
 persepakatan, tapi yang terang kedua kejadian itu menunjukkan,
 betapa  cermat  dan  pandainya  Muhammad dapat menguasai suatu
 peperangan terbesar dalam sejarah Islam tanpa pertempuran  dan
 tanpa pertumpahan darah.

 Islamnya  Abu Sufyan itu tidak akan mengurangi kewaspadaan dan
 kesiap-siagaan Muhammad dalam menyiapkan diri hendak  memasuki
 Mekah.  Kalau  kemenangan  yang  di  tangan  Tuhan  itu memang
 diberikan kepada siapa saja yang  dikehendakiNya,  tapi  Tuhan
 akan  memberikan  pertolongan  hanya  kepada  orang yang sudah
 mengadakan persiapan, dan dalam segala  hal  dan  setiap  saat
 berjaga-jaga  terhadap  segala  kemungkinan.  Oleh  karena itu
 diperintahkannya supaya Abu Sufyan ditahan dulu di sela  wadi,
 pada  sebuah  jalan masuk gunung ke Mekah, sehingga bila nanti
 pasukan Muslimin lewat, ia akan melihatnya sendiri, dan  dapat
 pula  dengan  jelas  ia  melaporkan kepada golongannya, supaya
 jangan timbul perlawanan yang bagaimanapun bentuknya,  apabila
 ia dapat cepat-eepat kembali kepada mereka kelak.
 
 Bilamana  kemudian  kabilah-kabilah  itu  lewat di hadapan Abu
 Sufyan, yang sangat mempesonakan hatinya ialah batalion  serba
 hijau  yang  mengelilingi  Muhammad,  yang  terdiri  dari kaum
 Muhajirin dan Anshar, dan yang tampak hanyalah  pakaian  besi.
 Setelah mengetahui keadaan itu Abu Sufyan berkata:
 
 "Abbas,  kiranya  takkan  ada  orang  yang  sanggup menghadapi
 mereka itu. Abu'l-Fadzl, kerajaan kemenakanmu ini  kelak  akan
 menjadi besar!"
 
 Sesudah  itu  kemudian ia dibebaskan pergi menemui golongannya
 dan dengan suara keras ia berteriak kepada mereka:
 
 "Saudara-saudara  Quraisy!  Muhammad  sekarang  datang  dengan
 kekuatan  yang  takkan  dapat  kamu  lawan. Tetapi barangsiapa
 datang ke rumah Abu  Sufyan  orang  itu  selamat,  barangsiapa
 menutup  pintu  rumahnya,  orang  itu  selamat dan barangsiapa
 masuk ke dalam mesjid orang itu juga selamat!"
 
 Muhammad  sudah  berangkat  bersama   pasukannya   sampai   ke
 Dhu-Tuwa.   Setelah   dilihatnya   dari  tempat  itu  tak  ada
 perlawanan  dari  pihak  Mekah,  pasukannya   dihentikan.   Ia
 membungkuk  menyatakan  rasa  syukur  kepada Tuhan, yang telah
 membukakan pintu  Lembah  Wahyu  dan  tempat  Rumah  Suci  itu
 kepadanya  dan  kepada  kaum  Muslimin,  sehingga mereka dapat
 masuk dengan aman, dengan tenteram.
 
 Dalam pada itu Abu Quhafa (ayah Abu Bakr) -  yang  belum  lagi
 masuk  Islam waktu itu - meminta kepada cucunya yang perempuan
 supaya ia dibawa mendaki gunung  Abu  Qubais.  Sesampainya  di
 atas gunung, orang yang sudah buta itu bertanya kepada cucunya
 apa yang dilihatnya. Oleh cucunya  dijawab  bahwa  ia  melihat
 sesuatu  serba  hitam  berkelompok "ltu pasukan berkuda", kata
 orang tua itu.
 
 "Sekarang yang serba hitam itu sudah terpencar," kata  cucunya
 lagi.
 
 "Kalau  begitu  pasukan  berkuda itu sedang bertolak ke Mekah.
 Cepat-cepatlah bawa aku pulang ke rumah."
 
 Tetapi sebelum ia sampai ke rumahnya pasukan berkuda itu sudah
 lebih dulu sampai.

 Muhammad merasa bersyukur kepada Tuhan karena pintu Mekah kini
 telah terbuka. Tetapi  sungguhpun  demikian  ia  tetap  selalu
 waspada  dan  berhati-hati. Diperintahkannya pasukannya supaya
 dipecah menjadi  empat  bagian.  Diperintahkan  kepada  mereka
 semua  supaya  jangan  melakukan  pertempuran,  jangan  sampai
 meneteskan darah, kecuali jika sangat terpaksa sekali.  Zubair
 bin'l-'Awwam dalam memimpin pasukan itu ditempatkan pada sayap
 kiri dan diperintahkan  memasuki  Mekah  dari  sebelah  utara.
 Khalid   bin'l-Walid   ditempatkan   pada   sayap   kanan  dan
 diperintahkan supaya memasuki Mekah dari jurusan  bawah.  Sa'd
 b.  'Ubada  yang  memimpin orang Medinah supaya memasuki Mekah
 dari sebelah  barat,  sedang  Abu  'Ubaida  bin'l-Jarrah  oleh
 Muhammad   ditempatkan   ke   dalam   barisan   Muhajirin  dan
 bersama-sama memasuki Mekah dari bagian atas, di  kaki  gunung
 Hind.
 
 Sementara   mereka   sedang   dalam  persiapan  demikian  itu,
 tiba-tiba terdengar Said b. 'Ubada berkata:
 
 "Hari ini adalah hari perang. Hari dibolehkannya  segala  yang
 terlarang ..."
 
 Dalam  hal  ini  ia  telah melanggar perintah Nabi, bahwa kaum
 Muslimin tidak boleh membunuh penduduk Mekah. Oleh karena itu,
 ketika  Nabi  mengetahui  apa  yang  dikatakan  oleh Sa'd itu,
 terpikir olehnya akan mengambil bendera yang ada di  tangannya
 dan menyerahkannya kepada anaknya, Qais. Qais adalah laki-laki
 yang bertubuh besar, tapi ia lebih tenang dari ayahnya.
 
 Ketika pasukan sudah memasuki kota, dari pihak Mekah tidak ada
 perlawanan, kecuali pasukan Khalid bin'l-Walid yang berhadapan
 dengan perlawanan dari mereka yang tinggal  di  daerah  bagian
 bawah  Mekah. Mereka ini terdiri dari orang-orang Quraisy yang
 paling keras memusuhi Muhammad dan yang ikut serta dengan Banu
 Bakr melanggar Perjanjian Hudaibiya dengan mengadakan serangan
 terhadap Khuza'a. Mereka ini tidak  mau  memenuhi  seruan  Abu
 Sufyan.  Bahkan mereka telah menyiapkan diri hendak berperang,
 sementara yang  lain  dari  golongan  mereka  ini  juga  telah
 bersiap-siap  pula hendak melarikan diri. Mereka dipimpin oleh
 Safwan, Suhail dan  'Ikrima  b.  Abi  Jahl.  Bilamana  pasukan
 Khalid ini datang, mereka menghujaninya dengan serangan panah.
 Tetapi secepat  itu  pula  Khalid  berhasil  meneerai-beraikan
 mereka.  Sungguhpun  begitu dua orang dari anak buahnya tewas,
 karena mereka ini ternyata sesat jalan dan terpisah dari induk
 pasukannya,   sementara  pihak  Quraisy  kehilangan  tigabelas
 orang, menurut  satu  sumber,  atau  duapuluh  delapan  orang,
 menurut sumber yang lain.
 
 Melihat  malapetaka  yang  sekarang sedang menimpa mereka ini,
 Shafwan, Suhail dan 'Ikrima cepat-cepat angkat kaki  melarikan
 diri,  dengan  meninggalkan  orang-orang  yang  tadinya mereka
 kerahkan mengadakan perlawanan menghadapi kekuatan dan pukulan
 Khalid yang heroik itu. Dalam pada itu Muhammad dengan pasukan
 Muhajirin yang kini di atas sebuah dataran tinggi itu,  sedang
 menyusur  turun  menuju ke Mekah, dengan keyakinan hati hendak
 membebaskannya dalam keadaan aman dan damai.  Dilihatnya  kota
 itu  dengan  segala  isinya, dilihatnya pula kilatan pedang di
 bagian  bawah  kota   serta   pasukan   Khalid   yang   sedang
 mengejar-ngejar mereka yang menyerangnya itu. Disini ia merasa
 sedih sekali dan berteriak geram dengan  mengingatkan  kembali
 akan  perintahnya  untuk tidak mengadakan pertempuran. Setelah
 diketahuinya kemudian apa  yang  telah  terjadi,  teringat  ia
 bahwa yang sudah dikehendaki Tuhan itulah yang baik.

 Sekarang  Muhammad  berhenti  di  hulu  kota Mekah, di hadapan
 Bukit Hind. Di tempat  itu  dibangunnya  sebuah  kubah  (kemah
 lengkung),  tidak  jauh  dari  makam  Abu  Talib dan Khadijah.
 Ketika  ia  ditanya,  maukah  ia  beristirahat  di   rumahnya,
 dijawabnya:  "Tidak.  Tidak  ada  rumah yang mereka tinggalkan
 buat saya di Mekah," katanya. Kemudian ia masuk ke dalam kemah
 lengkung  itu,  ia  beristirahat dengan hati penuh rasa syukur
 kepada Tuhan, karena ia telah kembali dengan terhormat, dengan
 membawa  kemenangan  ke  dalam  kota,  kota  yang  dulu  telah
 mengganggunya menyiksanya dan mengusirnya  dari  keluarga  dan
 kampung  halamannya.  Ia  melepaskan pandang ke sekitar tempat
 itu,  ke  lembah  wadi   dan   gunung-gunung   yang   ada   di
 sekelilingnya.  Gunung-gunung,  tempat  ia  dahulu  tinggal di
 celah-celahnya, ketika tindakan Quraisy sudah begitu memuncak,
 begitu keras mengasingkan dia. Di pegunungan itulah, yang juga
 di antaranya Gua Hira, tempat ia menjalankan tahannuth  ketika
 datang  kepadanya  wahyu:  'Bacalah!  Dengan nama Tuhanmu Yang
 menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah.
 Dan  Tuhanmu  Maha  Pemurah.  Yang  mengajarkan  dengan  Pena.
 Mengajarkan kepada manusia  apa  yang  belum  diketahuinya..."
 (Qur'an, 96: 1-5)
 
 Ke   sekitar  gunung-gunung  itu  ia  melepaskan  pandang,  ke
 lembah-lembah, dengan rumah-rumah Mekah yang  bertebaran,  dan
 di  tengah-tengah  adalah  Rumah  Suci.  Begitu rendah hati ia
 kepada Tuhan, sehingga airmata menitik dari  matanya,  setitik
 airmata Islam dan rasa syukur demi Kebenaran Yang Mutlak, yang
 dalam segala soal kepadaNya jua akan kembali.
 
 Saat itu juga terasa olehnya bahwa tugasnya  sebagai  komandan
 sudah  selesai.  Tidak lama tinggal dalam kemah itu, ia segera
 keluar  lagi.  Dinaikinya  untanya  Al-Qashwa,  dan  ia  pergi
 meneruskan  perjalanan  ke Ka'bah. Ia bertawaf di Ka'bah tujuh
 kali  dan  menyentuh  sudut  (hajar  aswad)  dengan   sebatang
 tongkat5  di  tangan. Selesai ia melakukan tawaf, dipanggilnya
 Uthman b. Talha dan pintu  Ka'bah  dibuka.  Sekarang  Muhammad
 berdiri di depan pintu, orang pun mulai berbondong-bondong. Ia
 berkhotbah di  hadapan  mereka  itu  serta  membacakan  firman
 Tuhan:  "Wahai manusia. Kami menciptakan kamu berbangsa-bangsa
 dan bersuku-suku supaya kamu  saling  mengenal.  Tetapi  orang
 yang  paling  mulia di antara kamu dalam pandangan Allah ialah
 orang yang paling takwa (menjaga diri dari  kejahatan).  Allah
 Maha mengetahui dan Maha mengerti." (Qur'an, 49: 13)
 
 Kemudian ia menanya kepada mereka:
 
 "Orang-orang  Quraisy.  Menurut  pendapat  kamu, apa yang akan
 kuperbuat terhadap kamu sekarang?"
 
 "Yang baik-baik. Saudara yang pemurah, sepupu  yang  pemurah."
 jawab mereka.
 
 "Pergilah kamu sekalian. Kamu sekarang sudah bebas!" katanya.
 
 Dengan  ucapan  itu  maka  kepada Quraisy dan seluruh penduduk
 Mekah ia telah memberikan pengampunan umum (amnesti).
 
 Alangkah indahnya pengampunan itu dikala  ia  mampu!  Alangkah
 besarnya jiwa ini, jiwa yang telah melampaui segala kebesaran,
 melampaui segala rasa dengki dan dendam  di  hati!  Jiwa  yang
 telah  dapat  menjauhi segala perasaan duniawi, telah mencapai
 segala yang diatas kemampuan insani! Itu orang-orang  Quraisy,
 yang  sudah  dikenal  betul  oleh Muhammad, siapa-siapa mereka
 yang pernah berkomplot hendak  membunuhnya,  siapa-siapa  yang
 telah  menganiayanya dan menganiaya sahabat-sahabatnya dahulu,
 siapa-siapa yang memeranginya di Badr dan di Uhud, siapa  yang
 dahulu mengepungnya dalam perang Khandaq? Dan siapa-siapa yang
 telah menghasut orang-orang Arab semua supaya melawannya,  dan
 siapa  pula,  kalau  berhasil,  yang  akan  membunuhnya,  akan
 mencabiknya sampai berkeping-keping kapan saja kesempatan  itu
 ada!?  Mereka  itu,  orang-orang  Quraisy  itu  sekarang dalam
 genggaman tangan Muhammad, berada di  bawah  telapak  kakinya.
 Perintahnya  akan  segera  dilaksanakan  terhadap  mereka itu.
 Nyawa mereka semua kini tergantung hanya di ujung bibirnya dan
 pada  wewenangnya  atas  ribuan balatentara yang bersenjatakan
 lengkap, yang akan dapat mengikis habis Mekah  dengan  seluruh
 penduduknya dalam sekejap mata!
                                     (bersambung ke bagian 3/3)
 

0 komentar:

Post a Comment

Just select text on the page and get instant translation from Google Translate!
Google Translate Client