BAGIAN KEDUAPULUH EMPAT: PEMBEBASAN MEKAH (1/3)
Muhammad Husain Haekal
Pengaruh Mu'ta - Quraisy melanggar Perjanjian Hudaibiya
- Khuza'a meminta bantuan Nabi - Utusan Abu Sufyan
kepada Nabi - Sepuluh ribu Muslimin siap ke Mekah -
Harapan Muhammad tanpa pertumpahan darah membebaskan
Mekah - Abbas berangkat menemui Abu Sufyan - Muslimin
datang membebaskan - Muhammad memaafkan musuhnya semua
- Ka'bah dibersihkan dari berhala - Islamnya penduduk
Mekah.
DI BAWAH pimpinan Khalid bin'l-Walid pasukan Muslimin kini
kembali pulang setelah terjadi peristiwa Mu'ta itu. Mereka
kembali tidak membawa kemenangan, juga tidak membawa
kekalahan. Mereka kembali pulang dengan senang hati.
Penarikan mundur ini setelah - Zaid b. Haritha, Ja'far b. Abi
Talib dan Abdullah b. Rawaha tewas - telah meninggalkan kesan
yang berlain-lainan sekali pada pihak Rumawi, pada pihak
Muslimin yang tinggal di Medinah dan pada pihak Quraisy di
Mekah. Rumawi merasa gembira sekali dengan penarikan mundur
pasukan Muslimin itu. Mereka sudah merasa bersyukur, sebab
pertempuran itu tidak sampai berlangsung lama, meskipun
tentara Rumawi terdiri dari seratus ribu menurut satu sumber,
- atau dua ratus ribu menurut sumber yang lain, - sementara
pasukan Muslimin terdiri dari tiga ribu orang. Kegembiraan
pihak Rumawi itu - baik disebabkan oleh ketangkasan Khalid
bin'l-Walid dalam bertahan mati-matian dengan kekuatannya
dalam mengadakan serangan, sehingga ia menghabiskan sembilan
pedang yang patah di tangannya ketika bertempur setelah
tewasnya tiga sahabatnya itu, atau disebabkan oleh
kecerdikannya dalam mengatur dan membagi-bagi pasukannya pada
hari kedua dan yang telah menimbulkan hiruk-pikuk sehingga
pihak Rumawi mengira bahwa bala bantuan telah didatangkan dari
Medinah - namun kabilah-kabilah Arab yang tinggal di
perbatasan dengan Syam sangat kagum sekali melihat tindakan
Muslimin ketika itu.
Karena peristiwa itu pula salah seorang pemimpin mereka (Farwa
b. 'Amr al-Judhami, seorang komandan pasukan Rumawi) langsung
menyatakan diri masuk Islam. Akan tetapi, atas perintah
Heraklius dia kemudian ditangkap dengan tuduhan berkhianat.
Sungguh pun begitu Heraklius masih bersedia membebaskannya
kembali asal saja ia mau kembali ke dalam pangkuan agama
Nasrani, bahkan ia bersedia mengembalikannya pada jabatan
semula sebagai komandan pasukan. Tetapi Farwa menolak dan
tetap menolak dengan tetap bertahan dalam keislamannya,
sehingga akhirnya ia dibunuh juga. Tetapi karena itu pula
Islam makin luas tersebar di kalangan kabilah-kabilah Najd
yang berbatasan dengan Irak dan Syam. Ketika itu di sana
Rumawi sedang berada dalam puncak kekuasaannya.
Dengan bertambah banyaknya orang masuk ke dalam agama baru ini
Kerajaan Bizantium makin goyah kedudukannya, sehingga ada
penguasa Heraklius, yang bertugas membayar gaji militer,
ketika itu berkata lantang kepada orang-orang Arab Syam yang
ikut dalam perang; "Lebih baik kalian menarik diri. Kerajaan
dengan susah payah baru dapat membayar gaji angkatan
perangnya. Untuk makanan anjingnya pun sudah tidak ada."
Tidak heran kalau mereka lalu meninggalkan kerajaan dan
meninggalkan angkatan perangnya. Sebaliknya, agama baru ini
makin cemerlang sinarnya memancar dihadapan mereka, yang akan
mengantarkan mereka kepada kebenaran yang lebih tinggi, yang
akan menjadi tujuan umat manusia. Itu pula sebabnya, selama
waktu itu saja ribuan orang telah masuk Islam, yang terdiri
dari kabilah Sulaim dengan pemimpinnya Al-'Abbas ibn Mirdas,
kabilah-kabilah Asyja' dan Ghatafan yang dahulu sudah
bersekutu dengan Yahudi sampai hancurnya Yahudi di Khaibar,
demikian juga kabilah-kabilah 'Abs, Dhubyan dan Fazara.
Peristiwa Mu'ta ini jugalah yang telah imemudahkan persoalan
bagi Muslimin di bagian utara Medinah sampai ke perbatasan
Syam itu, dan ini pula yang telah membuat Islam lebih
terpandang dan lebih kuat.
Akan tetapi buat Muslimin yang tinggal di Medinah pengaruhnya
lain lagi. Bilamana mereka melihat Khalid dan pasukannya
kembali dari perbatasan Syam tidak membawa kemenangan atas
pasukan Heraklius, mereka bersorak-sorak mengatakan: "He
orang-orang pelarian! Kamu lari dari jalan Allah!" Beberapa
orang anggota pasukan itu merasa demikian malu sampai ada yang
tidak berani keluar rumah, supaya jangan lagi diperolok-olok
oleh anak-anak dan pemuda-pemuda Muslimin dengan tuduhan
melarikan diri itu.
Sebaliknya di mata Quraisy, akibat Mu'ta itu dipandang oleh
mereka sebagai suatu kehancuran dan pukulan berat buat
Muslimin, sehingga tak ada lagi orang yang mau menghiraukan
mereka atau menganggap penting segala perjanjian dengan
mereka. Biarlah keadaan kembali seperti sebelum
'umrat'l-qadza'. Biarlah keadaan kembali seperti sebelum
Perjanjian Hudaibiya. Biarlah orang-orang Quraisy kembali lagi
menyerang kaum Muslimin dan siapa saja yang masih terikat
perjanjian dengan mereka tanpa harus merasa takut ada tindakan
hukum dari Muhammad.
Perdamaian Hudaibiya antara lain sudah menentukan, bahwa
barangsiapa yang ingin masuk kedalam persekutuan dengan
Muhammad boleh saja, dan barangsiapa ingin masuk kedalam
persekutuan dengan pihak Quraisy juga boleh. Ketika itu
Khuza'a masuk bersekutu dengan Muhammad sedang Banu Bakr
dengan pihak Quraisy. Sebenarnya antara Khuza'a dengan Banu
Bakr ini sudah lama timbul permusuhan yang baru reda setelah
ada perjanjian Hudaibiya, masing-masing kabilah menggabungkan
diri dengan pihak yang mengadakan perdamaian itu.
Dengan adanya peristiwa yang telah terjadi di Mu'ta itu,
sekarang terbayang oleh Quraisy bahwa Muslimin pasti mengalami
kehancuran. Sudah terbayang oleh Banu'd-Dil, sebagai bagian
dari Banu Bakr b. 'Abd Manat, bahwa sekarang sudah tiba
waktunya akan membalas dendam lamanya kepada Khuza'a, ditambah
lagi memang ada segolongan orang dari pihak Quraisy yang ikut
mendorong, diantaranya 'Ikrima b. Abi Jahl dan beberapa orang
pemimpin Quraisy lainnya yang sekalian memberikan bantuan
senjata.
Malam itu pihak Khuza'a sedang berada di tempat pangkalan air
milik mereka sendiri yang bernama al-Watir, oleh pihak Banu
Bakr mereka diserang dengan tiba-tiba sekali dan beberapa
orang dari pihak Khuza'a dibunuh. Sekarang Khuza'a lari ke
Mekah, berlindung kepada keluarga Budail b. Warqa, dengan
mengadukan perbuatan Quraisy dan Banu Bakr yang telah
melanggar perjanjian dengan Rasulullah itu. Untuk itu 'Amr b.
Salim dari Khuza'a cepat-eepat pula pergi ke Medinah. Dan bila
ia sudah menghadap Muhammad yang ketika itu sedang dalam
mesjid dengan beberapa orang, diceritakannya apa yang telah
terjadi itu dan ia meminta pertolongannya.
"'Amr b. Salim, mesti engkau dibela," kata Rasulullah.
Sesudah itu Budail b. Warqa, bersama beberapa orang dari pihak
Khuza'a kemudian berangkat pula ke Medinah. Mereka melaporkan
kepada Nabi mengenai nasib yang mereka alami itu serta adanya
dukungan Quraisy kepada Banu Bakr. Melihat apa yang telah
dilakukan Quraisy dengan merusak perjanjian itu, maka tak ada
jalan lain menurut Nabi, Mekah harus dibebaskan. Untuk itu ia
bermaksud mengutus orang kepada kaum Muslimin di seluruh
jazirah supaya bersiap-siap menantikan panggilan yang belum
mereka ketahui apa tujuannya panggilan demikian itu.
Sebaliknya orang-orang yang dapat berpikir lebih bijaksana di
kalangan Quraisy, mereka sudah dapat menduga bahaya apa yang
akan timbul akibat tindakan 'Ikrima dan kawan-kawannya dari
kalangan pemuda itu. Kini persetujuan Hudaibiya sudah
dilanggar, dan pengaruh Muhammad di seluruh jazirah sekarang
sudah bertambah kuat. Sekiranya apa yang telah terjadi itu
dipikirkan, bahwa pihak Khuza'a akan menuntut balas terhadap
penduduk Mekah, pasti Kota Suci itu akan sangat terancam
bahaya. Jadi apa yang harus mereka lakukan sekarang?
Mereka mengutus Abu Sufyan ke Medinah, dengan maksud supaya
persetujuan itu diperkuat kembali dan diperpanjang waktunya.
Barangkali waktu yang sudah itu berlaku untuk dua tahun,
sekarang mereka mau supaya menjadi sepuluh tahun.
Abu Sufyan, sebagai pemimpin mereka dan sebagai orang yang
bijaksana di kalangan mereka kini berangkat menuju Medinah.
Ketika sampai di 'Usfan dalam perjalanannya itu ia bertemu
dengan Budail b. Warqa, dan rombongannya. Ia kuatir Budail
sudah menemui Muhammad dan melaporkan apa yang telah terjadi.
Hal ini akan lebih mempersulit tugasnya. Tetapi Budail
membantah bahwa ia telah menemui Muhammad. Sungguhpun begitu,
dari kotoran binatang tunggangan Budail itu ia mengetahui,
bahwa orang itu memang dari Medinah. Oleh karena itulah, ia
tidak akan langsung menemui Muhammad lebih dulu, melainkan
akan menuju ke rumah puterinya, Umm Habiba, isteri Nabi.
Mungkin ia (Umm Habiba) memang sudah mengetahui rasa kasih
sayang Nabi kepada Quraisy meskipun ia belum mengetahui apa
yang sudah menjadi keputusannya mengenai Mekah. Dan mungkin
juga semua Muslimin yang ada di Medinah demikian.
Waktu itu Abu Sutyan sudah akan duduk di lapik yang biasa
diduduki Nabi, tapi oleh Umm Habiba lapik itu segera
dilipatnya. Lalu oleh ayahnya ia ditanya, melipat lapik itu
karena ia sayang kepada ayah, ataukah karena sayang kepada
lapik.
"Ini lapik Rasulullah s.a.w.," jawabnya. "Ayah orang musyrik
yang kotor. Saya tidak ingin ayah duduk di tempat itu."
"Sungguh engkau akan mendapat celaka, anakku," kata Abu
Sufyan. Lalu ia keluar dengan marah.
Sesudah itu ia pergi menemui Muhammad, bicara mengenai
perjanjian serta perpanjangan waktunya. Tetapi Nabi tidak
memberikan jawaban samasekali. Selanjutnya ia pergi menemui
Abu Bakr supaya membicarakan maksudnya itu dengan Nabi. Tetapi
Abu Bakr juga menolak. Sekarang Umar bin'l-Khattab yang
dijumpainya. Tetapi Umar memberikan jawaban yang cukup keras:
"Aku mau menjadi perantara kamu kepada Rasulullah? Sungguh,
kalau yang ada padaku hanya remah, pasti dengan itu pun akan
kulawan engkau." Seterusnya ia menemui Ali b. Abi Talib, dan
Fatimah ada di tempat itu. Dikemukakannya maksud kedatangannya
itu dan dimintanya supaya ia menjadi perantaranya kepada
Rasul. Tetapi Ali mengatakan dengan lemah-lembut bahwa tak ada
orang yang akan dapat menyuruh Muhammad menarik kembali
sesuatu yang sudah menjadi keputusannya. Selanjutnya utusan
Quraisy itu meminta pertolongan Fatimah supaya Hasan - anaknya
- berusaha memintakan perlindungan di kalangan khalayak ramai.
"Tak ada orang akan berbuat demikian itu dengan maksud akan
dihadapkan kepada Rasulullah," jawab Fatimah.
Sekarang keadaannya jadi makin gawat buat Abu Sufyan. Ia
meminta pendapat Ali.
"Sungguh saya tidak tahu, apa yang kiranya akan berguna buat
kau," jawab Ali. "Tetapi engkau pemimpin Banu Kinana. Cobalah
minta perlindungan kepada orang ramai; sesudah itu, pulanglah
ke negerimu. Saya kira ini tidak cukup memuaskan. Tapi hanya
itu yang dapat saya usulkan kepadamu."
Abu Sufyan lalu pergi ke mesjid dan di sana ia mengumumkan
bahwa ia sudah meminta perlindungan khalayak ramai. Kemudian
ia menaiki untanya dan berangkat pulang ke Mekah dengan
membawa perasaan kecewa karena rasa hina yang dihadapinya dari
anaknya sendiri dan dari orang-orang - yang sebelum mereka
hijrah - pernah mengharapkan belas-kasihannya.
Abu Sufyan kembali ke Mekah. Kepada masyarakatnya ia
melaporkan segala yang dialaminya selama di Medinah serta
perlindungan yang dimintanya dari masyarakat ramai atas saran
Ali, dan bahwa Muhammad belum memberikan persetujuannya.
"Sial!" kata mereka. "Orang itu lebih-lebih lagi mempermainkan
kau."
Lalu mereka kembali lagi mengadakan perundingan.
Sebaliknya Muhammad, ia berpendapat tidak akan memberikan
kesempatan mereka mengadakan persiapan untuk memeranginya.
Oleh karena ia sudah percaya pada kekuatan sendiri dan pada
pertolongan Tuhan kepadanya, ia berharap akan dapat menyergap
mereka dengan tiba-tiba, sehingga mereka tidak lagi sempat
mengadakan perlawanan dan dengan demikian mereka menyerah
tanpa pertumpahan darah.
Oleh karena itu diperintahkannya supaya orang bersiap-siap.
Dan setelah persiapan selesai, diberitahukan kepada mereka,
bahwa kini ia siap berangkat ke Mekah, dan diperintahkan pula
supaya mereka cepat-cepat. Sementara itu ia berdoa kepada
Tuhan mudah-mudahan Quraisy tidak sampai mengetahui berita
perjalanan Muslimin itu.
Ketika tentara Muslimin sudah siap-siap akan berangkat, Hatib
b. Abi Balta'a mengirim sepucuk surat di tangan seorang wanita
dari Mekah, budak salah seorang Banu 'Abd'l-Muttalib bernama
Sarah dengan dlberi upah supaya surat itu disampaikan kepada
pihak Quraisy, yang isinya memberitahukan, bahwa Muhammad
sedang mengadakan persiapan hendak menghadapi mereka.
Sebenarnya Hatib orang besar dalam Islam. Tapi sebagai
manusia, dari segi kejiwaannya ia mempunyai beberapa
kelemahan, yang kadang cukup menekan jiwanya sendiri dan
menghanyutkannya kedalam suatu masalah yang memang tidak
dikehendakinya. Masalah ini oleh Muhammad segera pula
diketahui.
Cepat-cepat disuruhnya Ali b. Abi Talib dan Zubair
bin'l-'Awwam mengejar Sarah. Wanita itu disuruh turun, surat
dicarinya di tempat barang tapi tidak juga diketemukan. Wanita
itu diperingatkan, bahwa kalau surat itu tidak dikeluarkan,
merekalah yang akan membongkarnya. Melihat keadaan yang begitu
sungguh-sungguh, wanita itu berkata: Lalulah.
Kemudian ia membuka ikatan rambutnya dan surat itu pun
dikeluarkan, yang oleh kedua orang itu lalu dibawa kembali ke
Medinah.
Sekarang Hatib dipanggil oleh Muhammad dan ditanya kenapa ia
sampai berbuat demikian.
"Rasulullah," kata Hatib. "Demi Allah, saya tetap beriman
kepada Allah dan kepada Rasulullah. Sedikit pun tak ada
perubahan pada diri saya. Akan tetapi saya, yang tidak punya
hubungan keluarga atau kerabat dengan mereka itu, mempunyai
seorang anak dan keluarga di tengah-tengah mereka. Maka itu
sebabnya saya hendak menenggang mereka."
"Rasulullah," sela Umar bin'l-Khattab. "Serahkan kepada saya,
akan saya penggal lehernya. Orang ini bermuka dua."
"Dari mana engkau mengetahui itu, Umar," kata Rasulullall.
"Kalau-kalau Allah sudah menempatkan dia sebagai orang-orang
Badr ketika terjadi Perang Badr." Lalu katanya: "Berbuatlah
sekehendak kamu. Sudah kumaafkan kamu."
Dan Hatib memang orang yang ikut dalam Perang Badr. Ketika
itulah firman Tuhan datang:
"Orang-orang yang beriman! Janganlah musuhKu dan musuh kamu
dijadikan sahabat-sahabat kamu, dengan memperlihatkan
kasih-sayang kamu kepada mereka." (Qur'an, 60: 1)
Sekarang pasukan tentara Muslimin sudah mulai bergerak dari
Medinah menuju Mekah, dengan tujuan membebaskan kota itu serta
menguasai Rumah Suci, yang oleh Tuhan telah dijadikan tempat
berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman.
Pasukan ini bergerak dalam suatu jumlah yang belum pernah
dialami oleh kota Medinah. Mereka terdiri dan kabilah-kabilah
Sulaim, Muzaina, Ghatafan dan yang lain, yang telah
menggabungkan diri, baik kepada Muhajirin atau pun kepada
Anshar. Mereka berangkat bersama-sama dengan mengenakan
pakaian besi. Mereka melingkar ke tengah-tengah padang sahara
yang membentang luas itu, sehingga apabila kemah-kemah mereka
sudah dikembangkan, tertutup belaka oleh debu pasir sahara
itu; sehingga karenanya orang takkan dapat melihatnya. Mereka
yang terdiri dari ribuan orang itu telah mengadakan gerak
cepat. Setiap mereka melangkah maju, kabilah-kabilah lain ikut
menggabungkan diri, yang berarti menambah jumlah dan menambah
kekuatan pula. Semua mereka berangkat dengan kalbu yang penuh
iman, bahwa dengan pertolongan Allah mereka akan mendapat
kemenangan. Perjalanan ini dipimpin oleh Muhammad dengan
pikiran dan perhatian tertuju hanya hendak memasuki Rumah Suci
tanpa akan mengalirkan darah setetes sekalipun.
Bila pasukan ini sudah sampai di Marr'z-Zahran1 dan jumlah
anggota pasukan sudah mencapai sepuluh ribu orang, pihak
Quraisy belum juga mendapat berita. Mereka masih dalam
silang-sengketa, bagaimana caranya akan menangkis serangan
dari Muhammad.
Oleh Abbas b. 'Abd'l-Muttalib - paman Nabi ditinggalkannya
mereka itu dalam perdebatan dan dia sendin sekeluarga
berangkat menemui Muhammad di Juhfa.2 Boleh jadi sudah ada
orang-orang dari Banu Hasyim yang sudah menerima berita atau
semacam berita tentang kebenaran Nabi. Lalu mereka bermaksud
menggabungkan diri tanpa akan mendapat sesuatu gangguan.
(bersambung ke bagian 2/3)
---------------------------------------------
S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D
|
Bapakku
Bapakku yang Sangat Tegas Akan Sesuatu yang Dia Anggap Fundamental, Berprinsip Kuat. Sangat Religius. Jawa Banyumasan. Gualakeee Poll, hehehe...
Read More







0 komentar:
Post a Comment