Selamat Datang Di Emye Private Blog
Membaca, mendengar, dan menterjemahkan Al Qur'an
Sedikit Bigraphy Singkat tentang Aku.
Title

Bapakku

Bapakku yang Sangat Tegas Akan Sesuatu yang Dia Anggap Fundamental, Berprinsip Kuat. Sangat Religius. Jawa Banyumasan. Gualakeee Poll, hehehe...

Read More
Title

Ibuku

Ibuku.., Seorang Wanita yang Sangat Kuat, Tegar dan Banyak Akal. Bisa Menjadi Seorang Ibu Sekaligus "seorang ayah" Juga. Smart dalam bertahan hidup, Sabar di Keseharian, Walau Galak Tapi Pemaaf... Saluut Untukmu Mah...!

Read More
Title

Aku Yang...

Inilah Yang Dulu Selalu Mencari Masalah, dan Terkena Masalah dan Hampir Terkubur Karenanya.. Berharap Maaf dariNYA, Kedua Orangtuaku dan Juga Kalian Semua.. Do'akan RidhoNYA Untukku ya.. Terimakasih Untuk Kalian Semua...

Read More
Title

Rumahku Hidupku..No Place Like Home

Di Sinilah Awal Semua Kisahku.., Di Awali Dengan Kasih Sayang dan Pengharapan dan Di Jalani Dengan Kegilaan lalu Berakhir dengan Keterpurukan. No More Fly..No More Sky and No More Cry...

Read More
Title

Seberkas CahayaNYA...

Menunggu dan Berharap Banyak dariNYA... Jawaban dan Ampunan Setelah Doa-doa yang Kutambatkan.. Setiap Detik, Setiap Saat Sebelum Saat Akhir Hidupku Tiba...

Read More
Title

Pikirkan Dulu!

Pikirkan dan Pertimbangkan Semua Pilihan. Karena Kau Harus Memilih, Gunakan Kata Hatimu. Ambil Apa Yang Baik Dari Kisahku Kawan.. Semua Hikmah. Sekarang atau Tidak Sama Sekali..!!!?

Read More

Sejarah Hidup Rasulullah Muhammad SAW

October 18, 2011
BAGIAN PERTAMA: ARAB PRA-ISLAM                           (2/4)
 Muhammad Husain Haekal
 
 Kedua  kekuatan  yang  sekarang  sedang  berhadap-hadapan  itu
 ialah: kekuatan Kristen dan kekuatan  Majusi,  kekuatan  Barat
 berhadapan   dengan   kekuatan  Timur.  Bersamaan  dengan  itu
 kekuasaan-kekuasaan kecil yang berada dibawah  pengaruh  kedua
 kekuatan  itu, pada awal abad keenam berada di sekitar jazirah
 Arab.  Kedua  kekuatan  itu  masing-masing  mempunyai   hasrat
 ekspansi   dan   penjajahan.  Pemuka-pemuka  kedua  agama  itu
 masing-masing berusaha sekuat tenaga akan menyebarkan agamanya
 ke   atas   kepercayaan   agama  lain  yang  sudah  dianutnya.
 Sungguhpun demikian jazirah itu  tetap  seperti  sebuah  oasis
 yang  kekar  tak sampai terjamah oleh peperangan, kecuali pada
 beberapa tempat  di  bagian  pinggir  saja,  juga  tak  sampai
 terjamah  oleh  penyebaran  agama-agama  Masehi  atau  Majusi,
 kecuali sebagian kecil  saja  pada  beberapa  kabilah.  Gejala
 demikian ini dalam sejarah kadang tampak aneh kalau tidak kita
 lihat letak dan iklim  jazirah  itu  serta  pengaruh  keduanya
 terhadap  kehidupan  penduduknya,  dalam aneka macam perbedaan
 dan persamaan serta kecenderungan hidup mereka masing-masing.

 Jazirah Arab bentuknya memanjang dan tidak  parallelogram.  Ke
 sebelah  utara  Palestina  dan  padang  Syam, ke sebelah timur
 Hira, Dijla (Tigris), Furat (Euphrates) dan Teluk  Persia,  ke
 sebelah  selatan  Samudera Indonesia dan Teluk Aden, sedang ke
 sebelah barat Laut Merah. Jadi, dari sebelah barat dan selatan
 daerah  ini  dilingkungi  lautan, dari utara padang sahara dan
 dari timur padang sahara dan Teluk Persia. Akan  tetapi  bukan
 rintangan  itu saja yang telah melindunginya dari serangan dan
 penyerbuan penjajahan dan  penyebaran  agama,  melainkan  juga
 karena  jaraknya  yang berjauh-jauhan. Panjang semenanjung itu
 melebihi seribu kilometer, demikian juga luasnya sampai seribu
 kilometer  pula. Dan yang lebih-lebih lagi melindunginya ialah
 tandusnya daerah ini yang luar  biasa  hingga  semua  penjajah
 merasa  enggan melihatnya. Dalam daerah yang seluas itu sebuah
 sungaipun tak ada.  Musim  hujan  yang  akan  dapat  dijadikan
 pegangan  dalam  mengatur  sesuatu  usaha  juga tidak menentu.
 Kecuali daerah Yaman yang terletak  di  sebelah  selatan  yang
 sangat  subur  tanahnya  dan cukup banyak hujan turun, wilayah
 Arab  lainnya  terdiri  dari  gunung-gunung,  dataran  tinggi,
 lembah-lembah  tandus serta alam yang gersang. Tak mudah orang
 akan dapat tinggal  menetap  atau  akan  memperoleh  kemajuan.
 Samasekali  hidup  di  daerah  itu  tidak menarik selain hidup
 mengembara terus-menerus  dengan  mempergunakan  unta  sebagai
 kapalnya  di  tengah-tengah  lautan  padang  pasir itu, sambil
 mencari padang hijau  untuk  makanan  ternaknya,  beristirahat
 sebentar  sambil  menunggu ternak itu menghabiskan makanannya,
 sesudah itu berangkat lagi mencari padang hijau baru di tempat
 lain.  Tempat-tempat  beternak  yang  dicari  oleh orang-orang
 badwi jazirah biasanya di sekitar mata air yang menyumber dari
 bekas air hujan, air hujan yang turun dari celah-celah batu di
 daerah itu. Dari situlah tumbuhnya padang hijau yang  terserak
 di  sana-sini  dalam  wahah-wahah  yang berada di sekitar mata
 air.

 Sudah wajar sekali dalam wilayah demikian  itu,  yang  seperti
 Sahara  Afrika  Raya yang luas, tak ada orang yang dapat hidup
 menetap, dan cara  hidup  manusia  yang  biasapun  tidak  pula
 dikenal.  Juga  sudah  biasa bila orang yang tinggal di daerah
 itu tidak lebih maksudnya  hanya  sekadar  menjelajahinya  dan
 menyelamatkan  diri  saja,  kecuali  di tempat-tempat yang tak
 seberapa, yang masih ditumbuhi  rumput  dan  tempat  beternak.
 Juga sudah sewajarnya pula tempat-tempat itu tetap tak dikenal
 karena  sedikitnya  orang  yang   mau   mengembara   dan   mau
 menjelajahi  daerah  itu.  Praktis  orang  zaman  dahulu tidak
 mengenal jazirah Arab, selain Yaman. Hanya saja  letaknya  itu
 telah  dapat menyelamatkan dari pengasingan dan penghuninyapun
 dapat bertahan diri.

 Pada masa itu orang belum merasa begitu aman mengarungi lautan
 guna  mengangkut  barang  dagangan  atau mengadakan pelayaran.
 Dari  peribahasa  Arab  yang   dapat   kita   lihat   sekarang
 menunjukkan,   bahwa  ketakutan  orang  menghadapi  laut  sama
 seperti dalam menghadapi maut. Tetapi, bagaimanapun juga untuk
 mengangkut  barang  dagangan  itu  harus ada jalan lain selain
 mengarungi bahaya  maut  itu.  Yang  paling  penting  transpor
 perdagangan  masa  itu  ialah  antara  Timur dan Barat: antara
 Rumawi dan sekitarnya, serta  India  dan  sekitarnya.  Jazirah
 Arab  masa  itu  merupakan daerah lalu-lintas perdagangan yang
 diseberanginya melalui Mesir atau melalui Teluk Persia,  lewat
 terusan  yang  terletak di mulut Teluk Persia itu. Sudah tentu
 wajar sekali bilamana  penduduk  pedalaman  jazirah  Arab  itu
 menjadi  raja  sahara,  sama halnya seperti pelaut-pelaut pada
 masa-masa berikutnya yang daerahnya lebih banyak dikuasai  air
 daripada  daratan,  menjadi  raja  laut.  Dan sudah wajar pula
 bilamana raja-raja padang pasir itu mengenal seluk-beluk jalan
 para  kafilah  sampai  ke  tempat-tempat  yang berbahaya, sama
 halnya seperti para pelaut, mereka sudah mengenal  garis-garis
 perjalanan  kapal  sampai  sejauh-jauhnya.  "Jalan kafilah itu
 bukan  dibiarkan  begitu  saja,"  kataHeeren,  "tetapi   sudah
 menjadi tempat yang tetap mereka lalui. Di daerah padang pasir
 yang luas itu, yang biasa  dilalui  oleh  para  kafilah,  alam
 telah   memberikan   tempat-tempat   tertentu  kepada  mereka,
 terpencar-pencar di daerah tandus, yang kelak  menjadi  tempat
 mereka   beristirahat.   Di   tempat  itu,  di  bawah  naungan
 pohon-pohon kurma dan di  tepi  air  tawar  yang  mengalir  di
 sekitarnya,  seorang  pedagang  dengan binatang bebannya dapat
 menghilangkan haus dahaga sesudah perjalanan  yang  melelahkan
 itu.  Tempat-tempat  peristirahatan  itu  juga  telah  menjadi
 gudang perdagangan mereka,  dan  yang  sebagian  lagi  dipakai
 sebagai  tempat  penyembahan,  tempat  ia meminta perlindungan
 atas barang dagangannya atau meminta pertolongan  dari  tempat
 itu."1
 
 Lingkungan  jazirah  itu  penuh  dengan  jalan  kafilah.  Yang
 penting di antaranya ada dua. Yang  sebuah  berbatasan  dengan
 Teluk  Persia,  Sungai  Dijla,  bertemu dengan padang Syam dan
 Palestina. Pantas jugalah kalau  batas  daerah-daerah  sebelah
 timur yang berdekatan itu diberi nama Jalan Timur. Sedang yang
 sebuah lagi berbatasan  dengan  Laut  Merah;  dan  karena  itu
 diberi  nama  Jalan  Barat.  Melalui dua jalan inilah produksi
 barang-barang di Barat diangkut ke Timur dan barang-barang  di
 Timur  diangkut ke Barat. Dengan demikian daerah pedalaman itu
 mendapatkan kemakmurannya.
 
 Akan tetapi itu tidak menambah pengetahuan pihak Barat tentang
 negeri-negeri  yang  telah  dilalui  perdagangan  mereka  itu.
 Karena sukarnya menempuh daerah-daerah itu, baik  pihak  Barat
 maupun  pihak  Timur  sedikit  sekali yang mau mengarunginya -
 kecuali bagi mereka  yang  sudah  biasa  sejak  masa  mudanya.
 Sedang    mereka    yang    berani    secara   untung-untungan
 mempertaruhkan nyawa banyak  yang  hilang  secara  sia-sia  di
 tengah-tengah  padang  tandus itu. Bagi orang yang sudah biasa
 hidup mewah di kota, tidak akan tahan  menempuh  gunung-gunung
 tandus  yang  memisahkan  Tihama dari pantai Laut Merah dengan
 suatu daerah yang sempit itu. Kalaupun pada waktu itu ada juga
 orang  yang  sampai  ke  tempat tersebut - yang hanya mengenal
 unta  sebagai  kendaraan  -  ia   akan   mendaki   celah-celah
 pegunungan  yang  akhirnya  akan menyeberang sampai ke dataran
 tinggi Najd yang penuh dengan padang pasir. Orang  yang  sudah
 biasa  hidup  dalam  sistem  politik  yang  teratur  dan dapat
 menjamin segala kepuasannya akan  terasa  berat  sekali  hidup
 dalam   suasana  pedalaman  yang  tidak  mengenal  tata-tertib
 kenegaraan.  Setiap  kabilah,  atau  setiap  keluarga,  bahkan
 setiap  pribadipun  tidak  mempunyai  suatu  sistiem  hubungan
 dengan pihak lain selain ikatan  keluarga  atau  kabilah  atau
 ikatan  sumpah  setia  kawan  atau  sistem jiwar (perlindungan
 bertetangga) yang biasa diminta oleh pihak yang  lemah  kepada
 yang lebih kuat.
 
 Pada  setiap  zaman  tata-hidup  bangsa-bangsa  pedalaman  itu
 memang berbeda dengan kehidupan di kota-kota.  Ia  sudah  puas
 dengan   cara  hidup  saling  mengadakan  pembalasan,  melawan
 permusuhan dengan permusuhan, menindas yang lemah  yang  tidak
 mempunyai   pelindung.   Keadaan  semacam  ini  tidak  menarik
 perhatian orang untuk membuat penyelidikan yang lebih dalam.
 
 Oleh karena itu daerah Semenanjung  ini  tetap  tidak  dikenal
 dunia  pada waktu itu. Dan barulah kemudian - sesudah Muhammad
 s.a.w.  lahir  di  tempat  tersebut  -  orang  mulai  mengenal
 sejarahnya  dari  berita-berita  yang dibawa orang dari tempat
 itu, dan daerah yang tadinya samasekali tertutup itu  sekarang
 sudah mulai dikenal dunia.

 Tak  ada  yang  dikenal  dunia  tentang negeri-negeri Arab itu
 selain Yaman dan tetangga-tetangganya yang  berbatasan  dengan
 Teluk  Persia.  Hal  ini  bukan  karena  hanya disebabkan oleh
 adanya perbatasan Teluk Persia dan  Samudera  Indonesia  saja,
 tetapi   lebih-lebih   disebabkan   oleh   -   tidak   seperti
 jazirah-jazirah lain - gurun sahara yang tandus.  Dunia  tidak
 tertarik,  negara  yang  akan  bersahabatpun tidak merasa akan
 mendapat  keuntungan  dan  pihak  penjajah  juga  tidak  punya
 kepentingan.  Sebaliknya,  daerah  Yaman tanahnya subur, hujan
 turun secara teratur pada  setiap  musim.  Ia  menjadi  negeri
 peradaban   yang   kuat,  dengan  kota-kota  yang  makmur  dan
 tempat-tempat beribadat yang  kuat  sepanjang  masa.  Penduduk
 jazirah ini terdiri dari suku bangsa Himyar, suatu suku bangsa
 yang cerdas dan berpengetahuan luas. Air hujan yang  menyirami
 bumi ini mengalir habis menyusuri tanah terjal sampai ke laut.
 Mereka membuat Bendungan Ma'rib yang dapat menampung arus  air
 hujan sesuai dengan syarat-syarat peradaban yang berlaku.
 
 Sebelum  di  bangunnya  bendungan  ini  , air hujan yang deras
 terjun dari pegunungan Yaman yang tinggi-tinggi itu,  menyusur
 turun  ke  lembah-lembah  yang  terletak di sebelah timur kota
 Ma'rib. Mula-mula  air  turun  melalui  celah-celah  dua  buah
 gunung yang terletak di kanan-kiri lembah ini, memisahkan satu
 sama lain seluas kira-kira 400 meter. Apabila sudah sampai  di
 Ma'rib air itu menyebar ke dalam lembah demikian rupa sehingga
 hilang terserap seperti  di  bendungan-bendungan  Hulu  Sungai
 Nil.  Berkat pengetahuan dan kecerdasan yang ada pada penduduk
 Yaman itu, mereka membangun sebuah bendungan, yaitu  Bendungan
 Ma'rib.  Bendungan  ini dibangun daripada batu di ujung lembah
 yang sempit,  lalu  dibuatnya  celah-celah  guna  memungkinkan
 adanya  distribusi  air ke tempat-tempat yang mereka kehendaki
 dan dengan demikian tanah mereka bertambah subur.
 
 Peninggalan-peninggalan peradaban Himyar di Yaman yang  pernah
 diselidiki  -  dan  sampai  sekarang  penyelidikan  itu  masih
 diteruskan -menunjukkan, bahwa  peradaban  mereka  pada  suatu
 saat  memang  telah  mencapai tingkat yang tinggi sekali, juga
 sejarahpun  menunjukkan  bahwa  Yaman  pernah  pula  mengalami
 bencana.

 Sungguhpun  begitu  peradaban  yang  dihasilkan dari kesuburan
 negerinya serta penduduknya yang menetap menimbulkan  gangguan
 juga dalam lingkungan jazirah itu. Raja-raja Yaman kadang dari
 keluarga Himyar yang sudah  turun-temurun,  kadang  juga  dari
 kalangan  rakyat Himyar sampai pada waktu Dhu Nuwas al-Himyari
 berkuasa. Dhu Nuwas sendiri condong sekali kepada  agama  Musa
 (Yudaisma),  dan tidak menyukai penyembahan berhala yang telah
 menimpa bangsanya.  Ia  belajar  agama  ini  dari  orang-orang
 Yahudi yang pindah dan menetap di Yaman. Dhu Nuwas inilah yang
 disebut-sebut oleh  ahli-ahli  sejarah,  yang  termasuk  dalam
 kisah   "orang-orang  yang  membuat  parit,"  dan  menyebabkan
 turunnya  ayat:  "Binasalah  orang-orang  yang  telah  membuat
 parit.  Api  yang  penuh  bahan  bakar. Ketika mereka duduk di
 tempat itu. Dan apa yang  dilakukan  orang-orang  beriman  itu
 mereka  menyaksikan.  Mereka  menyiksa  orang-orang  itu hanya
 karena  mereka  beriman  kepada  Allah  Yang  Maha  Mulia  dan
 Terpuji." (Qur'an 85:4-8)
 
 Cerita  ini  ringkasnya  ialah bahwa ada seorang pengikut Nabi
 Isa yang saleh bernama  Phemion  telah  pindah  dari  Kerajaan
 Rumawi  ke Najran. Karena orang ini baik sekali, penduduk kota
 itu banyak yang mengikuti  jejaknya,  sehingga  jumlah  mereka
 makin  lama  makin  bertambah  juga. Setelah berita itu sampai
 kepada Dhu Nuwas, ia pergi ke  Najran  dan  dimintanya  kepada
 penduduk  supaya  mereka  masuk agama Yahudi, kalau tidak akan
 dibunuh. Karena mereka menolak, maka  digalilah  sebuah  parit
 dan dipasang api di dalamnya. Mereka dimasukkan ke dalam parit
 itu dan yang tidak mati karena api, dibunuhnya kemudian dengan
 pedang  atau  dibikin  cacat.  Menurut  beberapa  buku sejarah
 korban pembunuhan itu  mencapai  duapuluh  ribu  orang.  Salah
 seorang di antaranya dapat lolos dari maut dan dari tangan Dhu
 Nuwas,  ia  lari  ke  Rumawi  dan   meminta   bantuan   Kaisar
 Yustinianus  atas  perbuatan  Dhu Nuwas itu. Oleh karena letak
 Kerajaan Rumawi ini jauh dari Yaman, Kaisar itu menulis  surat
 kepada  Najasyi  (Negus) supaya mengadakan pembalasan terhadap
 raja Yaman. Pada waktu itu [abad ke-6] Abisinia yang  dipimpin
 oleh   Najasyi   sedang   berada  dalam  puncak  kemegahannya.
 Perdagangan yang luas melalui laut disertai oleh  armada  yang
 kuat2  dapat  menancapkan  pengaruhnya  sampai sejauh-jauhnya.
 Pada waktu itu ia menjadi sekutu  Imperium  Rumawi  Timur  dan
 yang  memegang  panji  Kristen  di Laut Merah, sedang Kerajaan
 Rumawi Timur sendiri menguasainya di bagian Laut Tengah.
 
                                     (bersambung ke bagian 3/4)
 

0 komentar:

Post a Comment

Just select text on the page and get instant translation from Google Translate!
Google Translate Client