Selamat Datang Di Emye Private Blog
Membaca, mendengar, dan menterjemahkan Al Qur'an
Sedikit Bigraphy Singkat tentang Aku.
Title

Bapakku

Bapakku yang Sangat Tegas Akan Sesuatu yang Dia Anggap Fundamental, Berprinsip Kuat. Sangat Religius. Jawa Banyumasan. Gualakeee Poll, hehehe...

Read More
Title

Ibuku

Ibuku.., Seorang Wanita yang Sangat Kuat, Tegar dan Banyak Akal. Bisa Menjadi Seorang Ibu Sekaligus "seorang ayah" Juga. Smart dalam bertahan hidup, Sabar di Keseharian, Walau Galak Tapi Pemaaf... Saluut Untukmu Mah...!

Read More
Title

Aku Yang...

Inilah Yang Dulu Selalu Mencari Masalah, dan Terkena Masalah dan Hampir Terkubur Karenanya.. Berharap Maaf dariNYA, Kedua Orangtuaku dan Juga Kalian Semua.. Do'akan RidhoNYA Untukku ya.. Terimakasih Untuk Kalian Semua...

Read More
Title

Rumahku Hidupku..No Place Like Home

Di Sinilah Awal Semua Kisahku.., Di Awali Dengan Kasih Sayang dan Pengharapan dan Di Jalani Dengan Kegilaan lalu Berakhir dengan Keterpurukan. No More Fly..No More Sky and No More Cry...

Read More
Title

Seberkas CahayaNYA...

Menunggu dan Berharap Banyak dariNYA... Jawaban dan Ampunan Setelah Doa-doa yang Kutambatkan.. Setiap Detik, Setiap Saat Sebelum Saat Akhir Hidupku Tiba...

Read More
Title

Pikirkan Dulu!

Pikirkan dan Pertimbangkan Semua Pilihan. Karena Kau Harus Memilih, Gunakan Kata Hatimu. Ambil Apa Yang Baik Dari Kisahku Kawan.. Semua Hikmah. Sekarang atau Tidak Sama Sekali..!!!?

Read More

Sejarah Hidup Rasulullah Muhammad SAW

October 19, 2011
2. ORIENTALIS DAN KEBUDAYAAN ISLAM                       (1/6)
 Muhammad Husain Haekal
 
 WASHINGTON IRVING  sebagai  penulis  terkemuka  telah  menjadi
 kebanggaan  Amerika  Serikat terhadap bangsa-bangsa lain dalam
 abad ke-19. Dia telah menulis buku tentang sejarah hidup Nabi.
 Dalam   buku  ini  dibentangkannya  sejarah  Nabi  itu  dengan
 kemampuan retorika yang cukup  besar  sehingga  tidak  sedikit
 bagian-bagian  yang  dapat  memikat hati pembacanya. Disamping
 kemampuannya  itu  kadang  terlihat  juga  kejujurannya,  tapi
 kadang tampak pula tidak toleran dan penuh prasangka. Buku ini
 disudahi dengan sebuah penutup  yang  menjelaskan  pokok-pokok
 ajaran  rukun  Islam,  serta  apa yang dikiranya sumber-sumber
 yang berdasarkan sejarah yang telah dijadikan landasan  ajaran
 itu,  didahului dengan soal keimanan kepada Tuhan, kepada para
 malaikat, kitab-kitab, para rasul dan hari kemudian.  Kemudian
 katanya:
 
 "Rukun  keenam dan terakhir daripada rukun akidah Islam (rukun
 iman) ialah  jabariah.1  Sebagian  besar  kemenangan  Muhammad
 dalam  perang  didasarkan  kepada ajaran ini. Segala peristiwa
 yang terjadi dalam hidup  sudah  ditentukan  lebih  dulu  oleh
 takdir  Tuhan,  sudah  tertulis  dalam  'Papan Abadi'2 sebelum
 Tuhan menciptakan alam ini, dan bahwa nasib dan  ajal  manusia
 semua sudah ditentukan, sudah tak dapat dielakkan lagi. Dengan
 cara apa pun menurut  kemampuan  usaha  dan  pikiran  manusia,
 sudah  tak  dapat  dimajukan  lagi.  Dengan keyakinan ini kaum
 Muslimin terjun  ke  medan  perang  tanpa  merasa  takut  sama
 sekali.  Kalau mati dalam pertempuran demikian ini sama dengan
 mati syahid yang akan langsung masuk surga, maka mereka  yakin
 salah satu ini pasti akan mereka capai -syahid atau menang.

 "Ajaran  yang  menentukan,  bahwa manusia tidak berdaya dengan
 kemauannya yang bebas itu untuk menghindari dosa atau  selamat
 dari  siksa, sebagian kaum Muslimin menganggapnya bertentangan
 dengan keadilan dan rahmat Tuhan.  Beberapa  golongan  timbul.
 Mereka  berusaha  dan  terus  berusaha  hendak meringankan dan
 memberi penjelasan mengenai  ajaran  yang  membingungkan  ini.
 Tetapi jumlah yang masih sangsi tidak banyak. Mereka ini tidak
 termasuk golongan Sunnah (orthodoks).
 
 "Muhammad mendapat inspirasi tentang  ajaran  ini  tepat  pada
 waktunya.  Memang ini ilham yang luar biasa terjadi pada waktu
 yang tepat sekali. Kejadian ini  persis  sesudah  Perang  Uhud
 yang   malang   itu,   yang   tidak   sedikit   makan   korban
 sahabat-sahabatnya, termasuk Hamzah pamannya.  Ketika  itulah,
 tatkala   kesedihan   dan  kegelisahan  sedang  mencekam  hati
 sahabat-sahabat   yang    mengelilinginya,    peraturan    ini
 dikeluarkan -- bahwa manusia tak dapat mengelak dari kematian,
 bila ajal sudahm tiba, sama saja di tempat tidur atau di medan
 perang ...
 
 "Kiranya orang takkan dapat melukiskan suatu ajaran yang lebih
 tepat dari ini untuk mendorong sekelompok tentara  yang  bodoh
 tidak  berpengalaman itu menyerbu secara buas ke medan perang.
 Mereka sudah diyakinkan, kalau hidup mendapat rampasan perang,
 kalau  mati  mendapat  surga!  Karena  ajaran ini juga tentara
 Muslimin sudah hampir tak dapat dikalahkan lagi.  Akan  tetapi
 ini   juga  yang  mengandung  racun  yang  akan  menghancurkan
 kekuasaan  Islam  itu.  Begitu  pengganti-pengganti  Nabi  itu
 berhenti  sebagai penakluk, begitu mereka menyarungkan kembali
 pedangnya untuk selama-lamanya, ajaran jabariah ini pun  mulai
 pula   mengerumit  (menggerogoti)  untuk  merusak.  Urat-saraf
 Muslimin sudah  peka  terhadap  perdamaian,  juga  sudah  peka
 terhadap kekayaan materi yang dibolehkan oleh Qur'an, dan yang
 merupakan pemisahan  yang  tajam  antara  prinsip-prinsip  ini
 dengan  agama  Kristen,  agama  suci dan kasih sayang. Seorang
 Muslim yang ditimpa  kemalangan  menganggapnya  sebagai  nasib
 yang  sudah  ditakdirkan Tuhan dan tak dapat dihindarkan, jadi
 harus tunduk  dan  menerima,  selama  segala  daya  upaya  dan
 pikiran manusia memang tidak berguna.
 
 "Rumus   yang   berbunyi:   "Tolonglah   dirimu,   Tuhan  akan
 menolongmu"  dipandang  oleh  pengikut-pengikut  Muhammad  tak
 dapat  dilaksanakan, bahkan sebaliknya yang mereka ambil. Dari
 sanalah salib berhasil  mengikis  bulan  sabit.  Adanya  bulan
 sabit  ini  sampai  sekarang  di Eropa - yang pada suatu waktu
 pernah mencapai  kekuatan  yang  luar  biasa  hanyalah  karena
 perbuatan  negara-negara  Kristen yang besar-besar; atau lebih
 tepat lagi:  karena  persaingan  mereka  sendiri.  Bertahannya
 bulan  sabit  itu  barangkali  untuk  menjadi bukti yang baru,
 bahwa: "barang  siapa  menggunakan  pedang  akan  binasa  oleh
 pedang."
 
 Demikianlah  kata-kata  Washington  Irving,  orang yang dengan
 studinya itu belum memungkinkan ia dapat menangkap jiwa  Islam
 dan   dasar  kebudayaannya.  Salah  sekali  pendapatnya  dalam
 mengartikan soal al-qadza wal-qadar (kadar atau takdir)  serta
 soal  ajal itu. Barangkali dia masih dapat dimaafkan mengingat
 beberapa buku Islam yang dijadikan bahan bacaannya membuat dia
 berpendirian  demikian  itu.  Tetapi  sebaliknya Qur'an, tidak
 dapat diukur dengan  kalimat  "Tolonglah  dirimu,  Tuhan  akan
 menolongmu"  dari  segi  kuatnya  dorongan Qur'an supaya orang
 percaya  kepada  diri  sendiri,  dan  bahwa  manusia  mendapat
 imbalan  sesuai  dengan  perbuatan  serta niat yang melahirkan
 perbuatan itu.
 
 "Katakan: 'Wahai umat  manusia!  Kebenaran  dari  Tuhan  sudah
 datang.  Barang siapa menurut jalan yang benar, maka kebenaran
 itu buat kebaikan dirinya, dan barang siapa menjadi sesat, dia
 sesat karena dirinya juga'." (Qur'an, 10: 108.)

 "Barang  siapa  menurut  jalan  yang benar, maka kebenaran itu
 buat kebaikan dirinya; dan barang  siapa  menjadi  sesat,  dia
 sesat  karena  dirinya  juga. Seseorang tidak dapat memikulkan
 beban orang lain, dan  Kami  tiada  akan  menjatuhkan  siksaan
 sebelum Kami mengutus seorang rasul." (Qur'an, 17: 15).
 
 "Barang   siapa   menghendaki  keuntungan  akhirat  akan  Kami
 tambahkan  keuntungan   itu,   dan   barangsiapa   menghendaki
 keuntungan  dunia akan Kami berikan juga. Tetapi di akhirat ia
 tidak mendapat bagian." (Qur'an, 42: 20)
 
 "Tuhan tidak akan mengubah nasib sesuatu golongan kalau mereka
 tidak mengubah nasib mereka sendiri." (Qur'an, 13: 11.)
 
 Dan contoh serupa ini banyak sekali dalam Qur'an. Jelas sekali
 ia menunjukkan bahwa manusia  mendapat  pahala  atau  mendapat
 siksa  sumbernya pada kehendak dan perbuatannya sendiri. Tuhan
 mendorong manusia berusaha dan mencari rejeki  untuk  makannya
 di  muka  bumi  ini.  Mereka  disuruh  berjuang di jalan Allah
 dengan ayat-ayat yang cukup jelas dan kuat seperti yang  sudah
 kita  baca  sebagian  dalam  buku  ini.  Ini sama sekali tidak
 sesuai dengan apa yang dikatakan Irving dan  beberapa  penulis
 Barat,  bahwa  Islam agama tawakal, serba tak acuh dan pasrah,
 mengajar pemeluknya bahwa  mereka  tidak  berkuasa  atas  diri
 mereka  sendiri  untuk  mendatangkan  kebaikan atau keburukan,
 jadi tak ada gunanya mereka berusaha  dan  berkehendak,  sebab
 usaha  dan  kehendaknya  tergantung kepada takdir Tuhan. Kalau
 kita berusaha dan ditakdirkan takkan memberi hasil atas  usaha
 kita, tidak akan berhasil juga. Sebaliknya kalaupun kita tidak
 berusaha tapi sudah ditakdirkar; kita akan menjadi orang kaya,
 orang  kuat  atau  menjadi  orang  beriman, kita pun akan jadi
 demikian tanpa ada usaha atau kerja. Ayat-ayat yang sudah kita
 kemukakan  itu menolak dan bertentangan sekali dengan pendapat
 ini.
 
 Mereka-yang menghubungkan sikap  tawakal  kaum  Muslimin  pada
 masa-masa belakangan ini berpegang pada ayat terakhir, seperti
 firman Tuhan ini:
 
 "Nyawa yang harus menemui kematiannya,  hanyalah  dengan  ijin
 Tuhan, sebab waktunya sudah ditentukan." (Qur'an, 3: 145).
 
 "Setiap  umat sudah mempunyai waktunya tertentu. Apabila sudah
 tiba  waktunya,  mereka   takkan   dapat   mengundurkan   atau
 memajukannya barang sedikit pun juga." (Qur'an, 7: 34).
 
 "Setiap peristiwa yang terjadi di bumi dan pada dirimu sendiri
 sudah ditentukan terlebih dulu  sebelum  Kami  menciptakannya.
 Buat Tuhan hal semacam ini mudah sekali." (Qur'an, 57: 22).
 
 "Katakan:  Takkan  ada  yang  menimpa  kita, kalau tidak sudah
 ditentukan Tuhan  kepada  kita.  Dialah  Pelindung  kita,  dan
 orang-orang  yang  beriman  kepadaNya-lah mempercayakan diri."
 (Qur'an, 9: 51)
 
 Kalau pun itu yang menjadi pegangan mereka, sebenarnya  mereka
 tidak  dapat  menangkap arti ayat-ayat itu dan yang semacamnya
 serta hubungan  erat  yang  digambarkan  antara  hamba  dengan
 Tuhannya.  Mereka  sudah  terdorong  dengan dugaan bahwa Islam
 mengajarkan  orang  pasrah;  padahal  yang  sebenarnya   Islam
 menyuruh  orang  berjuang  dan bersedia mati sebagai pahlawan,
 mempertahankan   harga   diri   dan   kehormatannya,    dengan
 kebudayaannya   yang  dibangun  atas  dasar  persaudaraan  dan
 kasih-sayang.
 
 Sebenarnya ayat-ayat itu dan yang  sejalan  dengan  itu  telah
 melukiskan  suatu kenyataan ilmiah yang telah diakui pula oleh
 sebagian besar filsuf-filsuf dan sarjana-sarjana Barat  dengan
 diberi nama mazhab jabariah (fatalisma) juga dan menghubungkan
 pengertian jabr (nasib) ini kepada  hukum  alam  dan  sejumlah
 kehidupan   biologis   yang   ada,  sebaliknya  daripada  akan
 menghubungkannya kepada kehendak dan kekuasaan  Allah.  Mazhab
 yang  sudah diakui oleh sebagian besar filsuf-filsuf Barat ini
 tidak lebih puas, tidak lebih toleran, juga tidak lebih sesuai
 untuk  umat  manusia  daripada  mazhab filsafat yang disarikan
 dari Qur'an Suci itu, seperti yang akan kita lihat nanti.
 
 Jabariah  ilmiah  (scientific  determinism)  ini  berpendapat,
 bahwa  ikhtiar3  yang  ada pada kita dalam kehidupan ini ialah
 ikhtiar nisbi dengan nilai yang kecil sekali, sedang  pendapat
 tentang  ikhtiar  nisbi  ini  lebih  banyak  bergantung kepada
 keperluan hidup sosial dari segi  praktisnya  daripada  kepada
 kenyataan ilmiah atau filsafat. Kalau mazhab ikhtiar ini tidak
 dijadikan  suatu  keputusan,  akan   sulit   juga   masyarakat
 menemukan   suatu   patokan   sebagai   dasar   hukumnya   dan
 batas-batasnya, akan menyusun suatu pola kehidupan dan tingkah
 laku setiap orang yang sudah ditentukan hukumannya itu, dengan
 suatu hukuman pidana atau perdata.
 
 Memang benar, bahwa di kalangan sarjana-sarjana dan  ahli-ahli
 hukum  itu  ada juga yang tidak mendasarkan patokan hukumannya
 kepada pengertian jabr dan  ikhtiar  (nasib  dan  usaha,  atau
 sengaja  dan  tidak  sengaja),  melainkan  kepada  reaksi yang
 terjadi yang sudah merupakan pegangan masyarakat  yang  hendak
 menjaga eksistensi mereka, dan yang juga berlaku buat individu
 yang hendak menjaga eksistensinya pula. Buat  masyarakat  yang
 berpegang  kepada  reaksi  ini  sama saja, apakah individu itu
 bertindak  atas  kemauan  sendiri  atau  tidak  atas   kemauan
 sendiri.  Akan  tetapi  tindakan secara ikhtiar (dengan sadar)
 ini pada sebagian besar ahli-ahli hukum tetap merupakan  dasar
 dalam  menjatuhkan hukuman. Sebagai alasannya ialah orang yang
 sudah kehilangan kebebasan atau kemauan, seperti  orang  gila,
 anak  kecil  atau orang dungu, ia tidak dikenakan hukuman atas
 perbuatannya seperti terhadap orang dewasa  yang  sudah  dapat
 membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
 
 Kalau   pertimbangan-pertimbangan  praktis  dalam  yurispruden
 perundang-undangan ini kita kesampingkan dan  kita  hanya  mau
 mencurahkannya kepada kenyataan ilmiah dan filsafat, maka kita
 melihat jabariah inilah kenyataannya. Tak ada orang yang dapat
 memilih  pada  zaman  mana ia mau dilahirkan, pada bangsa apa,
 pada lingkungan mana, juga ibu bapa yang siapa, dengan  segala
 kekayaan   dan  kemiskinannya,  dengan  segala  kelebihan  dan
 kekurangannya. Juga bukan karena dia pria atau  wanita,  bukan
 karena  peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya - dalam
 banyak hal - yang akan menjadi faktor  utama  dalam  membentuk
 dan  mengarahkan  segala  pekerjaan dan kehidupannya. Mengenai
 mazhab ini Hippolyte Taine  menyatakan:  "Manusia  itu  produk
 lingkungannya."
 
 Tidak  sedikit kalangan sarjana dan para filsuf yang mendukung
 kenyataan ini, sampai-sampai  mereka  mengatakan  bahwa  kalau
 dunia  kita  dapat  mencapai pengetahuan mengenai segala hukum
 dan rahasia hidup manusia ini seperti pengetahuan  yang  sudah
 diketahuinya  dalam  hukum  tata surya, tentu orang akan dapat
 menentukan nasib setiap individu atau masyarakat dengan  pasti
 sekali,  seperti yang dilakukan oleh ahli-ahli ilmu falak yang
 secara  pasti  sudah   dapat   menentukan   waktu-waktu   akan
 terjadinya  gerhana  matahari  atau bulan. Namun begitu, tidak
 ada orang baik di Barat atau di Timur - yang mengatakan  bahwa
 mazhab  jabariah  ini merintangi orang dalam usahanya mencapai
 sukses dalam kehidupan,  atau  akan  merintangi  bangsa-bangsa
 untuk  terjun  ke  tempat  yang paling baik, juga tak ada yang
 mengatakan bahwa bangsa-bangsa yang menganut mazhab  ini  akan
 mengalami   kemunduran.   Sungguh   pun  begitu  namun  mazhab
 fatalisma di Barat  tidak  memberikan  dorongan  kepada  orang
 supaya  berusaha  dan  bekerja  seperti  yang  terdapat  dalam
 ayat-ayat  Qur'an  tentang  tanggung  awab  manusia   terhadap
 pekerjaannya.
 
 "Dan  bahwa  manusia  hanya memperoleh apa yang diusahakannya.
 Dan hasil usahanya itu akan terlihat juga." (Qur'an 53:  39  -
 40)
 
 Bukankah  satu  ini  saja  sudah  cukup  tepat sebagai argumen
 terhadap  prasangka  pihak  Orientalis  yang   menduga   bahwa
 jabariah  Islam  itu  membawa  bangsa-bangsa  yang menganutnya
 menjadi mundur?
 
 Bahkan jabariah Islam ini lebih besar memberi  dorongan  orang
 berusaha  untuk kebaikan dan untuk mendapatkan hasil rejekinya
 dari pada fatalisma di Barat. Kedua mazhab  ini  memang  sudah
 bertemu  bahwa  dalam  alam ini sudah ada hukum-hukum yang tak
 dapat diubah atau diganti, dan semua yang ada dalam  alam  ini
 tunduk   kepada  hukum-hukum  tersebut.  Juga  manusia  tunduk
 seperti yang lain yang ada dalam alam  ini.  Tetapi  fatalisma
 ini  menundukkan  orang  kepada  lingkungannya  dan  cara yang
 turun-temurun yang sudah tak dapat lagi dihindari dan  membuat
 iradat  manusia  harus  tunduk kepada lingkungannya. Dalam hal
 ini  sudah  tak  ada  jalan  lagi  ia  dapat  mengubah   diri.
 Sebaliknya  Qur'an  mengajak iradat setiap individu atas dasar
 rasio menuju ke arah yang lebih baik, dan diingatkannya  bahwa
 bilamana  hasil  yang  baik  itu sudah ditentukan buat mereka,
 maka itu adalah atas usaha mereka  sendiri  dan  mereka  tidak
 akan  mendapat  hasil  yang  baik  dengan seenaknya saja tanpa
 usaha.
 
 "Tuhan tidak akan mengubah nasib sesuatu golongan kalau mereka
 tidak mengubah nasib mereka sendiri." (Qur'an, 13: 11)
 
 Setelah  Tuhan  memberi  petunjuk  kepada  umat manusia dengan
 kitab-kitab suci  mengenai  apa  yang  harus  mereka  lakukan,
 setelah  kepada para nabi dan rasul dibukakan jalan yang benar
 dan disuruh memikirkan dan merenungkan segala  isi  dan  hukum
 alam  serta  kekuasaan  Tuhan,  maka  dengan  kemampuan mereka
 sendiri, mereka akan memikirkan  dan  merenungkan  semua  itu.
 Orang  yang sudah beriman akan hal ini dan mengarahkan diri ke
 arah itu, tentu ia akan memperoleh apa yang  sudah  ditentukan
 Tuhan.   Apabila   sudah  ditentukan  dia  akan  mati  membela
 kebenaran atau kebaikan  seperti  diperintahkan  Allah,  tidak
 perlu  ia kuatir. Dia dan yang sebangsanya akan tetap hidup di
 sisi Tuhan. Manalah anjuran yang lebih besar dari  ini  supaya
 orang  berinisiatif, berusaha dan berkemauan?! Dan dimana pula
 tempatnya sikap serba tak acuh seperti diduga oleh Irving  dan
 Orientalis-orientalis lain itu?
 
 Sikap  serba tak acuh sama sekali bukan tawakal4 kepada Allah.
 Dengan bertawakal kepada Allah tidak mungkin orang hanya  akan
 bertopang  dagu  berpeluk  lutut  dan meninggalkan segala yang
 diperintahkan Tuhan. Bahkan sebaliknya, ia harus bekerja keras
 untuk itu, seperti dalam firman Allah:
 
 "Kalau  engkau  telah  berketetapan  hati,  tawakallah  kepada
 Allah."
 
 Jadi ketetapan hati dan iradat ini harus  mendahului  tawakal.
 Kita  sudah  berketetapan  hati,  lalu  kita bertawakal kepada
 Allah, kita mencapai tujuan kita berkat  itu  juga.  Apa  yang
 patut  kita  tuju  hanya Dia semata, kita patut bersikap takut
 hanya kepadaNya semata - kita akan mencapai semua  hasil  yang
 baik  itu  berdasarkan  undang-undang  Tuhan  dalam  alam ini.
 Undang-undang   Tuhan   takkan   berubah   dan   tidak    akan
 berganti-ganti.  Hasil yang baik ini yang harus menjadi tujuan
 kita sampai usaha kita mencapai sukses, atau  kita  akan  mati
 karenanya. Hasil usaha baik yang kita capai adalah dari Tuhan.
 Segala bencana yang menimpa kita karena perbuatan kita sendiri
 dan  karena  kita  menempuh  jalan  bukan ke jalan Allah. Jadi
 segala kebaikan dari Tuhan dan segala kesesatan dan  kejahatan
 dari perbuatan setan.
 
 Tentang  kekuasaan  Tuhan mengetahui segala yang terjadi dalam
 alam sebelum Tuhan menciptakan  alam,  dan  bahwa  Tuhan  Maha
 Agung
 
 "... tiada yang tersembunyi padaNya barang seberat atom pun di
 langit dan di bumi, tiada yang lebih besar  atau  lebih  kecil
 dari  itu,  semua  sudah dalam Kitab yang nyata," (Qur'an, 34:
 3.)
 
 berarti bahwa Tuhan telah menentukan beberapa hukum dalam alam
 ini  yang  tak  dapat  diubah-ubah dan pengaruhnya harus lahir
 pula dari sana.
 
 Apabila sarjana-sarjana berpendapat seperti  yang  sudah  kita
 kemukakan  tadi, bahwa bila ilmu yang positif dapat mengetahui
 rahasia-rahasia   dan   undang-undang    kehidupan    manusia,
 mengetahui  apa  yang  sudah  ditentukan  setiap  individu dan
 masyarakat, seperti halnya dalam menentukan  waktu-waktu  akan
 terjadinya  gerhana  matahari  dan bulan, maka keimanan kepada
 Allah  tidak  bisa   lain   berlaku   juga   keimanan   kepada
 kekuasaanNya   yang  mengetahui  segalanya  sebelum  alam  ini
 diciptakan. Apabila  seorang  arsitek  bangunan  yang  membuat
 sebuah    rencana   rumah   atau   gedung   serta   menantikan
 dilaksanakannya rencana itu, dapat  mengetahui  sampai  berapa
 lama  kekuatan  bangunan itu dan bagian-bagiannya yang mungkin
 akan  bertahan  selama  beberapa  tahun  lagi;  demikian  juga
 sarjana-sarjana  ekonomi  berpendapat, bahwa hukum ekonomi pun
 memberi kepastian kepada mereka untuk mengetahui adanya krisis
 atau  kemakmuran  yang  akan  terjadi  dalam  kehidupan  dunia
 ekonomi, maka memperdebatkan ilmu Tuhan mengenai  segala  yang
 kecil  dan  yang  besar yang menjadi ciptaanNya dalam alam ini
 sifatnya akan sangat merendahkan Tuhan,  suatu  hal  yang  tak
 dapat diterima oleh akal sehat.
 
                                     (bersambung ke bagian 2/6)
 

0 komentar:

Post a Comment

Just select text on the page and get instant translation from Google Translate!
Google Translate Client