Selamat Datang Di Emye Private Blog
Membaca, mendengar, dan menterjemahkan Al Qur'an
Sedikit Bigraphy Singkat tentang Aku.
Title

Bapakku

Bapakku yang Sangat Tegas Akan Sesuatu yang Dia Anggap Fundamental, Berprinsip Kuat. Sangat Religius. Jawa Banyumasan. Gualakeee Poll, hehehe...

Read More
Title

Ibuku

Ibuku.., Seorang Wanita yang Sangat Kuat, Tegar dan Banyak Akal. Bisa Menjadi Seorang Ibu Sekaligus "seorang ayah" Juga. Smart dalam bertahan hidup, Sabar di Keseharian, Walau Galak Tapi Pemaaf... Saluut Untukmu Mah...!

Read More
Title

Aku Yang...

Inilah Yang Dulu Selalu Mencari Masalah, dan Terkena Masalah dan Hampir Terkubur Karenanya.. Berharap Maaf dariNYA, Kedua Orangtuaku dan Juga Kalian Semua.. Do'akan RidhoNYA Untukku ya.. Terimakasih Untuk Kalian Semua...

Read More
Title

Rumahku Hidupku..No Place Like Home

Di Sinilah Awal Semua Kisahku.., Di Awali Dengan Kasih Sayang dan Pengharapan dan Di Jalani Dengan Kegilaan lalu Berakhir dengan Keterpurukan. No More Fly..No More Sky and No More Cry...

Read More
Title

Seberkas CahayaNYA...

Menunggu dan Berharap Banyak dariNYA... Jawaban dan Ampunan Setelah Doa-doa yang Kutambatkan.. Setiap Detik, Setiap Saat Sebelum Saat Akhir Hidupku Tiba...

Read More
Title

Pikirkan Dulu!

Pikirkan dan Pertimbangkan Semua Pilihan. Karena Kau Harus Memilih, Gunakan Kata Hatimu. Ambil Apa Yang Baik Dari Kisahku Kawan.. Semua Hikmah. Sekarang atau Tidak Sama Sekali..!!!?

Read More

Sejarah Hidup Rasulullah Muhammad SAW

October 19, 2011
 
BAGIAN KESEMBILANBELAS: DARI DUA PEPERANGAN
 SAMPAI KE HUDAIBIYA                                      (1/3)
 Muhammad Husain Haekal
 
    Wanita dan pria dalam Islam - Ekspedisi Lihyan -
    Terbunuhnya 'Uyayna dan Aqra' - Perang Banu Mustaliq -
    Cerita Palsu.
 
 SELESAI  perang  Khandaq  dan  setelah  hukuman   dilaksanakan
 terhadap  Banu  Quraiza,  keadaan  Muhammad  dan kaum Muslimin
 sudah  makin  stabil.  Oleh  orang-orang  Arab  mereka  sangat
 ditakuti  sekali.  Banyak  dari kalangan Quraisy sendiri mulai
 berpikir-pikir: tidakkah lebih baik bagi Quraisy sendiri kalau
 mereka  berdamai  saja  dengan  Muhammad,  sebagai  orang yang
 berasal dari mereka juga dan demikian  juga  sebaliknya,  juga
 kaum  Muhajirin,  sebagai  pemuka-pemuka dan pemimpin-pemimpin
 mereka pula.
 
 Kaum Muslimin sekarang merasa lega setelah pihak  Yahudi  yang
 berada  di  sekitar  Medinah  itu  dapat  dibersihkan sehingga
 mereka sudah tidak  punya  arti  apa-apa  lagi.  Mereka  masih
 tinggal  di  Medinah  selama enam bulan lagi sesudah peristiwa
 itu. Mereka meneruskan hidup dalam  usaha  perdagangan,  hidup
 tenteram  dan  sejahtera. Iman mereka akan risalah yang dibawa
 Muhammad  makin   dalam   makin   patuh   mereka   menjalankan
 ajaran-ajarannya.  Berjalan  bersama-sama  dengan  dia  mereka
 menyusun suatu masyarakat Arab, dengan cara yang  belum  biasa
 bagi  mereka  sebelum itu. Bagaimana pun juga suatu masyarakat
 yang teratur harus ada, masyarakat yang punya  eksistensi  dan
 bersatu,  seperti  masyarakat  yang berangsur-angsur terbentuk
 dibawah naungan Islam. Pada zaman  jahiliah  orang-orang  Arab
 itu  tidak  pernah  mengenal arti suatu organisasi yang tetap,
 selain daripada apa yang sudah berjalan menurut adat-istiadat.
 Mereka   tidak   punya   suatu   ketentuan   keluarga,   suatu
 undang-undang   perkawinan   dan   syarat-syarat   perceraian.
 Hubungan suami-isteri dan anak-anak yang ada hanyalah apa yang
 diberikan   oleh   bawaan    iklim    yang    kadang    sangat
 berlebih-lebihan  dalam  bertindak  bebas,  dan kadang membawa
 orang justru jadi beku dan terikat, sampai-sampai  ke  tingkat
 perbudakan dengan segala penindasannya. Maka kini Islam datang
 dengan menyusun suatu masyarakat Islam yang baru tumbuh,  yang
 belum  lagi  punya  tradisi.  Dalam  waktu  singkat  ia  telah
 membukakan jalan dalam  meletakkan  bibit  sebuah  kebudayaan,
 yang  kemudian  tersusun terdiri dari peradaban Persia, Rumawi
 dan Mesir, serta di warnai dengan pola peradaban  Islam,  yang
 berkembang   setapak   demi   setapak   sampai   ia   mencapai
 kesempurnaannya tatkala firman Allah ini datang:
 
 "Hari ini Kusempurnakan bagimu agamamu  ini  dan  Kulengkapkan
 pula  nikmatKu  kepadamu, kemudian Kurelakan Islam itu menjadi
 agama kamu."1

 Apa pun juga pendapat orang tentang peradaban tanah Arab serta
 daerah  pedalamannya,  namun  sudahkah kota-kota seperti Mekah
 dan Medinah mempunyai peradaban yang tidak dikenal oleh daerah
 pedalaman,   ataukah   juga   ia  masih  berada  pada  tingkat
 permulaan?  Pada  dasarnya  hubungan  pria  dan  wanita  dalam
 masyarakat  Arab  itu  seluruhnya  -  berdasarkan  bukti-bukti
 Qur'an serta peninggalan-peninggalan sejarah masa itu -  tidak
 lebih  adalah  suatu  hubungan  jantan  dengan  betina, dengan
 sedikit perbedaan, sesuai dengan tingkat-tingkat kelompok  dan
 golongan-golongan  kabilah  masing-masing,  yang  pada umumnya
 tidak jauh dari  cara  hidup  yang  masih  mirip-mirip  dengan
 tingkatan  manusia primitif. Dalam hal ini kaum wanitanya pada
 zaman jahiliah yang mula-mula mempertontonkan diri, memamerkan
 kecantikannya  dengan berbagai-bagai perhiasan yang bukan lagi
 terbatas   hanya   pada   suaminya.   Mereka   pergi    keluar
 sendiri-sendiri atau beramai-ramai untuk keperluan yang mereka
 adakan  di  tengah-tengah  padang  sahara.   Di   tempat   ini
 pemuda-pemuda  dan  kaum  pria  lainnya  menyambut mereka, dan
 mereka dipertemukan dengan  kelompoknya  masing-masing.  Kedua
 belah  pihak  mereka  sudah tidak peduli lagi, saling bertukar
 pandangan, saling bercumbu dengan kata-kata yang  manis-manis,
 yang  membuat  si  jantan  jadi  senang  dan  si  betina  jadi
 tenteram. Sudah begitu melekatnya cara hubungan  demikian  itu
 dalam  hati  mereka,  sehingga  Hindun isteri Abu Sufyan tidak
 segan-segan lagi mengatakan, di tengah-tengah  peristiwa  yang
 sangat  genting  dan  gawat  dalam  perang  Uhud,  tatkala  ia
 membakar semangat pasukan Quraisy:
 
    Kamu maju kami peluk
    Dan kami hamparkan kasur yang empuk
    Atau kamu mundur kita berpisah
    Berpisah tanpa cinta.
 
 Pada beberapa kabilah masa itu  masalah  zina  bukanlah  suatu
 kejahatan yang patut mendapat perhatian. Masalah cumbu-cumbuan
 sudah   merupakan   salah   satu   kebiasaan   semua    orang.
 Sumber-sumber    sejarah    menyebutkan    peristiwa-peristiwa
 percintaan  yang  dilakukan  Hindun  itu  -  dengan  mengingat
 kedudukan Abu Sufyan yang begitu kuat dan penting tidak sampai
 mengubah kedudukan wanita itu, baik di kalangan  masyarakatnya
 mau  pun  ditengah-tengah  keluarganya.  Bila  ada wanita yang
 melahirkan anak, dan tidak  diketahui  siapa  bapa  anak  itu,
 tidak  segan-segan  ia  akan  menyebutkan, laki-laki mana yang
 telah menjamahnya untuk kemudian menghubungkan anaknya  kepada
 orang yang dianggapnya paling mirip.
 
 Juga  pada waktu itu masalah poligami dan perbudakan tanpa ada
 batas atau sesuatu ikatan. Laki-laki  boleh  kawin  sesukanya,
 boleh  mengambil  gundik  sesukanya.  Mereka  semua boleh saja
 beranak sesuka-sukanya. Soal  ini  tidak  penting  waktu  itu,
 kecuali jika dianggap sebagai rahasia yang akan terbongkar dan
 dikuatirkan akan membawa malu serta  apa  yang  kadang  sampai
 menimbulkan  ejek-mengejek. Tiada seorang yang mengetahui akan
 permusuhan atau  peperangan  yang  mungkin  timbul  karenanya.
 Ketika  itulah  masalahnya  jadi  berubah  sama  sekali. Kalau
 dahulu orang melihat  semangat  cinta-berahi  dan  api  asmara
 telah menutupi rasa keakraban, kini hal itu telah dicabik oleh
 adanya  permusuhan  yang  dapat  menyebabkan   timbulnya   api
 peperangan  dan  semangat pertempuran, Dan bila permusuhan ini
 sudah berkecamuk, maka masing-masing  pihak  akan  menyebarkan
 desas-desus  sesuka  hati  dan akan saling menuduh sesuka hati
 pula. Imajinasi orang Arab itu biasanya subur sekali,  terbawa
 oleh    cara    hidupnya    dibawah   langit   terbuka   serta
 pengembaraannya dalam mencari rejeki. Ia  didorong  oleh  cara
 yang  berlebih-lebihan,  dan  kadang  berdusta dalam soal-soal
 perdagangan.

 Seorang orang Arab suka sekali pada waktu  yang  terluang  dan
 diisinya  dengan  bercumbu.  Dalam hal ini khayalnya bertambah
 subur, baik  diwaktu  damai  mau  pun  waktu  perang.  Apabila
 diwaktu  damai  si  buyung  bertemu  dengan si upik, berbicara
 dengan bahasa asmara,  dengan  kata-kata  yang  sedap,  dengan
 pujian yang manis-manis, maka diwaktu perang dan dalam keadaan
 bermusuhan orang akan melihat si buyung ini juga membuka suara
 keras-keras   ditujukan   kepada   si  upik,  yang  dilihatnya
 didepannya dalam keadaan telanjang, sambil  mengata-ngatainya,
 misalnya,  tentang  leher wanita itu, tentang dadanya, tentang
 payudaranya,  tentang  pinggangnya,  tentang   bokongnya   dan
 sebagainya   dengan   cara  permusuhan  yang  beraneka  ragam,
 Khayalnya itu terangsang, yang mengenal wanita  hanya  sebagai
 betina dan yang akan menghamparkan kasur.
 
 Kendatipun  Islam  sudah  mengikis  mental  semacam itu, namun
 pengaruhnya masih  saja  ada  seperti  yang  kita  baca  dalam
 sajak-sajak 'Umar b. Abi Rabi'a dan sajak-sajak erotik lainnya
 dalam  sastra  yang   masih   terpengaruh   kepadanya,   dalam
 zaman-zaman  tertentu.  Meskipun  hanya  sedikit sekali, namun
 pengaruhnya dalam sastra masih juga terasa  sampai  pada  masa
 kita sekarang ini.
 
 Bagi pembaca yang suka mengagumi Arab dan peradabannya, bahkan
 yang suka mengagumi Arab jahiliah sekalipun, gambaran demikian
 ini  barangkali  akan  terasa  agak  dilebih-lebihkan. Pembaca
 demikian ini tentu dapat dimaafkan. Ia membandingkan  gambaran
 yang  kita  kemukakan ini dengan fakta yang terjadi dalam masa
 sekarang, dengan segala hubungannya antara pria dengan  wanita
 dalam  perkawinan  dan  perceraian serta hubungan suami-isteri
 dengan anak-anaknya. Akan  tetapi  perbandingan  demikian  ini
 salah   sekali,   yang   akibatnya  akan  sangat  menyesatkan.
 Sebaliknya yang harus  dibandingkan  ialah  antara  masyarakat
 Arab yang salah satu seginya kita gambarkan terjadi dalam abad
 ketujuh  Masehi  itu  dengan   masyarakat-masyarakat   beradab
 lainnya  masa itu juga.

 Rasanya tidak terlalu  berlebih-lebihan  kalau  kita  katakan,
 bahwa  masyarakat-masyarakat  Arab masa itu dengan segala yang
 sudah    kita    lukiskan,    jauh     lebih     baik     dari
 masyarakat-masyarakat lain yang sezaman, di Asia dan di Eropa.
 Kita tidak akan bicara tentang keadaan di  Tiongkok,  atau  di
 India.  Kita  belum  punya bahan-bahan yang cukup tentang itu.
 Pengetahuan kita  tentang  itu  sedikit  sekali,  belum  cukup
 adanya.  Akan  tetapi  Eropa  Utara  dan  Eropa Barat masa itu
 berada dalam kegelapan, yang dapat  kita  lihat  dari  susunan
 keluarganya, yang memang mirip-mirip susunan manusia primitif.
 Rumawi sebagai pemegang undang-undang masa itu,  sebagai  yang
 perkasa  dan  berkuasa, satu-satunya kerajaan yang paling kuat
 menyaingi   Persia,   menempatkan   kedudukan   kaum    wanita
 dibandingkan  dengan  prianya,  masih dibawah kedudukan wanita
 Arab,  sekalipun  yang  di  pedalaman.  Menurut  undang-undang
 Rumawi  masa  itu,  wanita adalah harta benda milik laki-laki,
 dapat diperlakukan sehendak hati, ia berkuasa dari soal  hidup
 sampai   matinya,   dipandang   persis  seperti  budak.  Dalam
 pandangan undang-undang Rumawi  wanita  tidak  berbeda  dengan
 budak. Ia menjadi milik bapanya, kemudian milik suaminya, lalu
 milik anaknya. Pemilikan demikian ini persis seperti  memiliki
 budak  atau  seperti  memiliki binatang dan benda mati. Wanita
 dipandangnya hanya sebagai pembangkit nafsu berahi.  Ia  tidak
 punya  kuasa  apa-apa terhadap sifat kebetinaannya, hingga mau
 tidak mau ia harus pura-pura berbuat  sopan  sedapat  mungkin,
 dan  ini  tetap  berlaku demikian selama berabad-abad kemudian
 dari apa yang sudah kita gambarkan tentang keadaan di  jazirah
 Arab   itu.   Padahal   Isa  Almasih  a.s.  cukup  hormat  dan
 lemah-lembut kepada wanita. Beberapa orang pengikutnya  merasa
 heran  melihat  dia  begitu  baik  terhadap  Maryam Magdalena,
 ketika ia berkata: "Barangsiapa dari kamu yang tidak  berdosa,
 lemparilah dia dengan batu."
 
 Tetapi Eropa yang sudah menganut Kristen  tetap  seperti  dulu
 juga,  seperti  Eropa  yang  masih  pagan,  sangat merendahkan
 wanita. Hubungannya dengan pria bukan hanya dilihatnya sebagai
 hubungan  jantan  dan  betina saja, bahkan dianggapnya sebagai
 hubungan perbudakan dan sangat hina, sehingga  pada  masa-masa
 tertentu   ahli-ahli  agamanya  masih  bertanya-tanya:  Apakah
 wanita itu punya ruh yang akan  dapat  diadili,  atau  seperti
 hewan  saja tanpa ruh dan tidak ada pengadilan Tuhan kepadanya
 dan tidak ada tempat pula di kerajaan Tuhan.

 Dengan wahyu yang diterimanya Muhammad dapat menentukan, bahwa
 takkan  ada perbaikan masyarakat tanpa ada kerja-sama pria dan
 wanita, dalam arti saling bantu membantu sebagai saudara  yang
 penuh kasih-sayang. Hak dan kewajiban wanita sama, dengan cara
 yang sopan, hanya laki-laki mempunyai  kelebihan  atas  mereka
 itu.  Tetapi  pelaksanaannya  secara  sekaligus  tidak  mudah.
 Betapa  pun  tebalnya  iman  orang-orang  Arab  yang   menjadi
 pengikutnya,  namun  mengajak  dengan perlahan-lahan dan tanpa
 menyinggung perasaan, akan lebih mempertebal iman mereka serta
 memperbanyak  pendukung.  Demikian juga dalam setiap reformasi
 sosial, yang  oleh  Tuhan  diwajibkan  kepada  kaum  Muslimin.
 Bahkan   dalam   kewajiban-kewajiban   agama   sendiri:  dalam
 sembahyang,  puasa,  zakat  dan  haji,  demikian  juga   dalam
 larangan-larangannya,  seperti  minuman-minuman  keras,  judi,
 daging babi dan sebagainya.
 
 Sehubungan  dengan  reformasi  sosial  ini   serta   ketentuan
 hubungan  pria  dan wanita, oleh Muhammad telah dimulai dengan
 contoh    yang    diberikannya    melalui    dirinya    dengan
 isteri-isterinya  yang  disaksikan  sendiri  oleh  semua  kaum
 Muslimin.  Masalah  hijab  (tabir)  bagi  isteri-isteri   Nabi
 misalnya,  sebelum  perang  Ahzab  (Khandaq) tidak diwajibkan.
 Demikian juga pembatasan  kepada  empat  orang  isteri  dengan
 syarat  adil  ditentukannya  baru sesudah perang Ahzab, bahkan
 lebih dari setahun setelah perang Khaibar.  Bagaimanakah  Nabi
 dapat  membina  hubungan yang kuat antara laki-laki dan wanita
 atas  dasar  yang  sehat,  sebagai  pengantar  kepada   adanya
 persamaan  yang  memang  menjadi  tujuan  Islam itu? Ya, suatu
 persamaan yang menjadikan hak dan kewajiban wanita  itu  sama,
 dengan  cara  yang  sopan sedang laki-laki mempunyai kelebihan
 atas mereka itu.
 
 Pada mulanya hubungan pria dan wanita  di  kalangan  Muslimin,
 seperti  di  kalangan  Arab  lainnya  - sebagaimana sudah kita
 sebutkan - terbatas hanya pada  hubungan  jantan  dan  betina.
 Mempertontonkan  diri  dan  memamerkan  perhiasan  (berdandan)
 dengan cara yang akan membuat laki-laki  itu  terangsang  oleh
 kaum   wanita  setiap  ada  kesempatan,  berarti  akan  saling
 menambah  nafsu  berahi  antara  laki-laki  dengan  perempuan.
 Sebaliknya,  hal  yang akan lebih dapat membatasi antara kedua
 belah pihak itu berarti  akan  lebih  mendekatkan  orang  pada
 dasar  kemanusiaan  yang  lebih  tinggi,  dasar persamaan jiwa
 dalam beribadat, yang hanya kepada Allah semata-mata.

 Dengan adanya kelompok-kelompok Yahudi dan orang-orang munafik
 dalam  Kota,  serta  sikap permusuhan mereka terhadap Muhammad
 dan terhadap kaum Muslimin, nyatanya mereka itu sampai  berani
 pula   menggoda   wanita-wanita  Islam  yang  akhirnya  sampai
 mengakibatkan dikepungnya Banu  Qainuqa'  seperti  yang  sudah
 kita     lihat.    Meningkatnya    gangguan-gangguan    kepada
 wanita-wanita Islam itu  telah  menimbulkan  problema-problema
 baru  yang tidak seharusnya ada. Sekiranya wanita-wanita Islam
 itu tidak  sampai  memamerkan  diri  berdandan  ketika  mereka
 keluar  rumah,  niscaya  mereka akan lebih mudah dikenal orang
 dan  dengan  demikian  mereka  tidak  akan  diganggu.   Adanya
 problema-problema  itu  pun akan dapat dikurangi dan persamaan
 antara kedua jenis yang dikehendaki oleh  Islam  itupun  dalam
 pelaksanaannya akan merupakan suatu permulaan yang baik pula -
 dengan tanpa dirasakan oleh kaum  Muslimin  -  baik  pria  dan
 wanita  - akan adanya suatu masa peralihan dalam konsepsi yang
 belum dibiasakan itu.
 
 Dalam situasi yang semacam itulah firman Tuhan ini datang:
 
 "Dan mereka yang mengganggu kaum  laki-laki  dan  wanita  yang
 sudah  beriman,  tanpa  ada  kesalahan  yang  mereka  perbuat,
 orang-orang itu sebenarnya telah berbuat kebohongan  dan  dosa
 terang-terangan.     Wahai     Nabi,     katakanlah     kepada
 isteri-isterimu, puteri-puterimu dan isteri-isteri orang-orang
 beriman, hendaklah mereka itu menutup tubuh dengan baju dalam.
 Dengan demikian mereka akan lebih mudah dikenal, dan karenanya
 mereka tidak akan diganggu. Sungguh Tuhan adalah Pengampun dan
 Penyayang. Kalau pun  orang-orang  munafik,  orang-orang  yang
 dalam  hatinya berpenyakit dan orang-orang yang suka menghasut
 di dalam kota tiada juga  berhenti  (menyerang  kamu)  niscaya
 akan Kami dorong engkau menyerang mereka; kemudian mereka akan
 menjadi tetanggamu di tempat itu hanya sementara saja.  Mereka
 sudah  terkutuk. Di mana saja mereka berada, mereka ditangkap,
 dan dibunuh secara  tidak  kenal  ampun.  Begitulah  ketentuan
 Tuhan  terhadap  mereka  yang telah lampau, dan tidak akan ada
 ketentuan Tuhan itu yang berubah-ubah." (Qur'an 33: 58-62)
 
 Dengan  pendahuluan  demikian  itu,  tidak  sulit  bagi   kaum
 Muslimin  dalam  meninggalkan  adat kebiasaan Arab dahulu kala
 itu. Demikian juga yang  menjadi  tujuan  hukum  Islam  dengan
 penyusunan  masyarakat  atas  dasar  keluarga yang bersih dari
 segala  hama  sehingga  masalah  zina  itu  dianggap   sebagai
 kejahatan   besar,   telah  mempermudah  setiap  Muslim  untuk
 menilai, bahwa wanita yang mempertontonkan  diri  kepada  pria
 adalah  suatu  perbuatan  tercela,  sebab  hubungan  laki-laki
 dengan wanita tidak mengijinkan hal yang serupa itu. Dalam hal
 ini Tuhan berfirman:
 
 "Katakanlah   kepada  laki-laki  yang  beriman  supaya  mereka
 menahan  penglihatan  dan  menjaga  kehormatan  mereka.   Yang
 demikian   akan   lebih  bersih  buat  mereka.  Sungguh  Tuhan
 mengetahui benar apa yang kamu perbuat. Juga katakanlah kepada
 wanita-wanita  yang beriman supaya mereka menahan penglihatan,
 memelihara  kehormatan  dan  tiada  menonjolkan   perhiasannya
 (dandanan)  selain  yang  memang  nyata  kelihatan.  Hendaklah
 mereka menyampaikan tutup  itu  ke  bagian  dada;  dan  jangan
 menonjolkan  dandanan  itu  selain  kepada  suami,  bapa, bapa
 suami, anak-anak saudara, anak-anak suaminya,  saudara-saudara
 atau  anak-anak  saudara,  anak-anak suaminya, saudara-saudara
 atau  anak-anak  saudara,  anak-anak  saudara  perempuan  atau
 sesama  wanita,  yang  menjadi  miliknya  atau pelayan-pelayan
 laki-laki yang sudah tidak punya keinginan atau anak-anak yang
 belum mengerti aurat wanita dan jangan pula menggerak-gerakkan
 kaki supaya perhiasannya  yang  tersembunyi  diketahui  orang.
 Orang-orang  beriman, hendaklah kamu sekalian bertaubat kepada
 Allah kalau-kalau kamu berhasil." (Qur'an 24: 30-31)
 
 Demikianlah prakteknya dalam Islam. Hubungan pria  wanita  itu
 berkembang  setapak  demi setapak meninggalkan yang lama. Jadi
 hubungan  jantan-betina  yang  dikuatirkan  akan   menimbulkan
 fitnah,   tak   ada  lagi.  Sedang  mengenai  keperluan  hidup
 sehari-hari  lainnya  dan  yang   mengenai   segala   hubungan
 pria-wanita,  maka  dalam  semuanya  adalah  sama, semua hamba
 Allah, semua bekerja-sama untuk kebaikan  dan  untuk  bertaqwa
 kepada  Allah.  Apabila  ada  pihak  yang  sudah terlanjur mau
 membangkitkan nafsu kelamin, baik laki-laki atau wanita,  maka
 orang  itu  harus  bertaubat kepada Tuhan. Tuhan Maha Pemurah,
 dan Pengampun.
 
 Akan tetapi untuk mengubah semua itu, untuk mengalihkan mental
 Arab  dari  semua  pendirian  lama  -  seperti  halnya  dengan
 pendirian tentang keimanan kepada  Allah  Yang  Maha  Esa  dan
 meninggalkan  kepercayaan  syirik - ke dalam mental yang baru,
 tidak akan cukup dalam waktu  yang  begitu  singkat.  Hal  ini
 sudah  wajar  sekali.  Benda  yang  sudah  diacu  dalam bentuk
 tertentu misalnya, tidak akan mudah mengubahnya,  kalau  tidak
 dengan  sedikit  demi  sedikit.  Dan  bagaimana pun diusahakan
 mengubahnya namun yang akan dapat berubah tidak seberapa juga.
 Begitulah   halnya   hidup   manusia  yang  hidup  serba-benda
 (materialistis). Ia dibentuk oleh  adat-kebiasaan  yang  sudah
 turun-temurun,   oleh   tradisi   lingkungan  dalam  soal-soal
 hidupnya. Apabila dikehendaki adanya sesuatu  perubahan,  maka
 dalam memindahkan perubahan itu harus dengan berangsur-angsur,
 dan perubahan yang berangsur-angsur  ini  tidak  akan  terjadi
 kalau  tidak  mengubah  diri-sendiri.  Adakalanya  orang dapat
 mengubah  dalam  arti  mental  dari  satu  segi  saja   dengan
 menghilangkan  rintangan  yang  mungkin ada di hadapannya. Hal
 ini  sudah  dapat  dilakukan  Islam  terhadap  kaum   Muslimin
 sehubungan dengan tauhid serta iman kepada Allah, kepada Rasul
 dan hari kemudian. Akan tetapi masih banyak  segi-segi  mental
 Arab  itu  yang  belum  lagi  dapat  di tembus, terutama dalam
 soal-soal  hidup  kebendaan.  Oleh  karenanya   keadaan   kaum
 Muslimin   ketika  itu  tetap  tidak  begitu jauh dari suasana
 sebelum  Islam.  Mereka  serba  lamban,  karena  memang  sudah
 menjadi  bawaan  cara  hidup  padang pasir, dan sudah terbiasa
 pula suka bicara dengan wanita.

 Jadi apa yang sudah kita  kemukakan  mengenai  perubahan  yang
 dibawa  oleh  agama  baru  itu terhadap pandangan hidup mereka
 tentang hubungan laki-laki dengan perempuan, namun selain  itu
 keadaan  mereka  masih  seperti  dahulu juga, atau mirip-mirip
 begitu. Banyak  diantara  mereka  itu  yang  mau  begitu  saja
 memasuki   rumah   Nabi,  kemudian  mau  duduk-duduk  dan  mau
 mengobrol dengan Nabi  dan  dengan  isteri-isterinya.  Padahal
 persoalan-persoalan  kenabian  yang begitu besar lebih penting
 daripada  membiarkan  Muhammad  sibuk  menghadapi  pembicaraan
 mereka  yang  datang mengunjunginya itu, serta mereka yang mau
 mengobrol   dengan   isteri-isterinya   dan   yang    kemudian
 pembicaraan-pembicaraan  mereka  itu  dibawa  kepadanya.  Oleh
 karena itu AIlah  menghendaki  supaya  Nabi  dihindarkan  dari
 soal-soal  kecil  semacam  itu,  maka  ayat-ayat  berikut  ini
 datang:
 
 "Orang-orang yang beriman! Janganlah kamu masuk ke dalam rumah
 Nabi,  kecuali  bila diijinkan dalam menghadapi suatu hidangan
 makan yang bukan sengaja mau mengintip-intip untuk itu. Tetapi
 bila  kamu  diundang, hendaklah kamu masuk. Maka apabila sudah
 selesai  hendaklah  kamu  pergi,  dan  jangan  mau   enak-enak
 mengobrol.  Sesungguhnya  yang  demikian itu sangat mengganggu
 Nabi, tetapi dia malu kepada kamu,  sedang  Allah  tidak  akan
 malu  dalam  hal  kebenaran. Dan apabila ada sesuatu yang kamu
 minta dari mereka (isteri-isteri Nabi), mintalah dari belakang
 tirai.  Hal  ini  akan  lebih  bersih dalam hati kamu dan hati
 mereka. Tiada semestinya kamu akan mengganggu Rasulullah, juga
 jangan  pula  kamu  akan  mengawini  janda-jandanya setelah ia
 wafat; sebab yang demikian itu dipandang Tuhan sebagai  (dosa)
 yang besar." (Qur'an, 33: 53)
 
 
 Seperti   halnya   ayat-ayat   ini   turun   ditujukan  kepada
 orang-orang yang  beriman  dan  yang  juga  sebagai  bimbingan
 kepada  mereka  mengenai  kewajiban  mereka  terhadap Nabi dan
 isteri-isterinya,  juga  kedua  ayat  berikut  ini  pun  turun
 ditujukan kepada isteri-isteri Nabi dalam hal yang sama pula:
 
 "Wahai    isteri-isteri   Nabi.   Kamu   tidak   sama   dengan
 wanita-wanita  lain.  Kalau  kamu  berbakti  (kepada   Allah),
 janganlah  kamu  berlemah-lembut dalam kata-kata, nanti timbul
 keserakahan orang yang  hatinya  berpenyakit  (jahat).  Tetapi
 katakanlah  dengan  kata-kata  yang  baik-baik  saja.  Tinggal
 sajalah kamu di dalam rumah. Jangan kamu mempertontonkan  diri
 seperti  kelakuan  orang  zaman  jahiliah  dahulu.  Lakukanlah
 sembahyang, keluarkan  zakat  serta  patuh  kepada  Allah  dan
 RasulNya.  Sesungguhnya  Allah  hendak menghilangkan noda dari
 kamu, keluarga Nabi, dan membersihkan  kamu  sungguh-sungguh."
 (Qur'an, 33: 32-33)
 
                                     (bersambung ke bagian 2/3)
 
 ---------------------------------------------

0 komentar:

Post a Comment

Just select text on the page and get instant translation from Google Translate!
Google Translate Client