Selamat Datang Di Emye Private Blog
Membaca, mendengar, dan menterjemahkan Al Qur'an
Sedikit Bigraphy Singkat tentang Aku.
Title

Bapakku

Bapakku yang Sangat Tegas Akan Sesuatu yang Dia Anggap Fundamental, Berprinsip Kuat. Sangat Religius. Jawa Banyumasan. Gualakeee Poll, hehehe...

Read More
Title

Ibuku

Ibuku.., Seorang Wanita yang Sangat Kuat, Tegar dan Banyak Akal. Bisa Menjadi Seorang Ibu Sekaligus "seorang ayah" Juga. Smart dalam bertahan hidup, Sabar di Keseharian, Walau Galak Tapi Pemaaf... Saluut Untukmu Mah...!

Read More
Title

Aku Yang...

Inilah Yang Dulu Selalu Mencari Masalah, dan Terkena Masalah dan Hampir Terkubur Karenanya.. Berharap Maaf dariNYA, Kedua Orangtuaku dan Juga Kalian Semua.. Do'akan RidhoNYA Untukku ya.. Terimakasih Untuk Kalian Semua...

Read More
Title

Rumahku Hidupku..No Place Like Home

Di Sinilah Awal Semua Kisahku.., Di Awali Dengan Kasih Sayang dan Pengharapan dan Di Jalani Dengan Kegilaan lalu Berakhir dengan Keterpurukan. No More Fly..No More Sky and No More Cry...

Read More
Title

Seberkas CahayaNYA...

Menunggu dan Berharap Banyak dariNYA... Jawaban dan Ampunan Setelah Doa-doa yang Kutambatkan.. Setiap Detik, Setiap Saat Sebelum Saat Akhir Hidupku Tiba...

Read More
Title

Pikirkan Dulu!

Pikirkan dan Pertimbangkan Semua Pilihan. Karena Kau Harus Memilih, Gunakan Kata Hatimu. Ambil Apa Yang Baik Dari Kisahku Kawan.. Semua Hikmah. Sekarang atau Tidak Sama Sekali..!!!?

Read More

Sejarah Hidup Rasulullah Muhammad SAW

October 19, 2011
 

 BAGIAN KESEMBILANBELAS: DARI DUA PEPERANGAN
 SAMPAI KE HUDAIBIYA                                      (3/3)
 Muhammad Husain Haekal
 
 Sebenarnya tidak perlu sampai menjadi buah bibir; dia memasuki
 Medinah  di  depan  mata  orang  banyak,  di  belakang pasukan
 tentara yang juga datang dalam waktu hampir bersamaan sehingga
 tidak  perlu  harus  menimbulkan sesuatu prasangka. Dia datang
 disaksikan  oleh  orang  banyak  dengan   wajah   bersih   dan
 berseri-seri,   tak  ada  tanda-tanda  yang  akan  menimbulkan
 kecurigaan. Seharusnya biarlah kota Medinah  berjalan  seperti
 biasa.  Biarlah  hasil rampasan perang dan tawanan perang Banu
 Mushtaliq itu dibagi-bagi antara sesama kaum Muslimin, biarlah
 mereka  menikmati hidup sejahtera, yang makin hari sudah makin
 terasa. Iman mereka pun makin dalam menanamkan rasa harga diri
 dalam  menghadapi  musuh,  di samping adanya kesungguhan hati,
 keberanian menghadapi maut demi Allah, untuk agama  dan  untuk
 kebebasan  orang lain menganut kepercayaan agamanya, kebebasan
 yang sebelum itu tidak pula dikenal oleh masyarakat Arab.

 Juwairia bint'l-Harith termasuk salah seorang  tawanan  perang
 Banu Mushtaliq. Dia memang seorang wanita cantik dan manis. Ia
 jatuh menjadi bagian salah seorang Anshar. Dalam  hal  ini  ia
 ingin menebus diri, tetapi mengetahui bahwa dia puteri seorang
 pemuka Banu Mushtaliq, dan ayahnya akan mampu  menebus  berapa
 saja  diminta,  maka  tebusan  yang  diminta itu cukup tinggi.
 Kuatir akan membawa akibat yang melampaui batas, maka Juwairia
 sendiri  segera  pergi  menemui  Nabi,  yang ketika itu sedang
 berada di rumah Aisyah.
 
 "Saya Juwairia  puteri  al-Harith  bin  Abi  Dzirar,  pemimpin
 masyarakat,"  katanya.  "Saya mengalami bencana, seperti sudah
 tuan ketahui tentunya. Tetapi karena saya sudah menjadi  milik
 si  anu,  maka saya telah memajukan penawaran guna membebaskan
 diri saya. Kedatangan saya kemari ingin mendapat bantuan  tuan
 mengenai penawaran saya itu."
 
 "Maukah engkau dengan yang lebih baik dari itu?" tanya Nabi
 
 "Apa ?"
 
 "Saya penuhi penawaranmu dan saya kawin dengan kau."
 
 Setelah   berita  itu  tersiar,  sebagai  penghormatan  kepada
 semenda  Rasulullah  dengan  Banu  Mushtaliq,  tawanan-tawanan
 perang  yang  ada  di  tangan  mereka  segera mereka bebaskan;
 sehingga mengenai Juwairia  ini  Aisyah  pernah  berkata:  Tak
 pernah  saya  lihat  ada  seorang  wanita  lebih besar membawa
 keuntungan buat golongannya seperti dia ini.
 
 Demikianlah sebuah sumber menyebutkan  Ada  pula  sumber  lain
 yang   mengatakan,   bahwa  al-Harith  b.  Abi  Dzirar  datang
 mengunjungi Nabi hendak menebus puterinya itu, dan dia sendiri
 pun  masuk  Islam  setelah  dia  percaya akan ajaran Nabi, dan
 bahwa dia mengambil Juwairia puterinya yang  juga  lalu  masuk
 Islam  seperti  ayahnya.  Kemudian  Muhammad  meminangnya  dan
 mengawininya, dengan mas kawin sebesar 400 dirham.
 
 Seterusnya sumber  ketiga  menyebutkan,  bahwa  ayahnya  tidak
 senang  dengan  perkawinan  ini,  bahkan dia tidak setuju, dan
 bahwa yang mengawinkannya  dengan  Nabi  ialah  salah  seorang
 kerabatnya tanpa sekehendak ayahnya.
 
 Setelah  Muhammad kawin dengan Juwairia, dibuatkannya rumah di
 samping rumah-rumah isterinya yang lain didekat mesjid. Dengan
 demikian ia menjadi Ibu kaum Muslimin pula.
 
 Sementara itu orang di luaran mulai pula berbisik-bisik kenapa
 Aisyah  terlambat  di  belakang  pasukan  tentara  dan  datang
 bersama  Shafwan  menumpang  untanya,  sedang  Shafwan seorang
 pemuda yang tampan dan tegap.
 
 Saudara perempuan Zainab bt. Jahsy yang bernama  Hamna,  sudah
 mengetahui  bahwa  Aisyah dalam hati Muhammad mempunyai tempat
 melebihi saudaranya itu.  Ia  segera  menyebarkan  desas-desus
 orang  tentang  Aisyah  ini.  Ia  mendapat  dukungan Hassan b.
 Thabit, dan Ali b. Abi Talib juga menyambutnya.
 
 Dengan demikian Abdullah b. Ubayy merasa mendapat  tanah  yang
 subur  dalam  usahanya  menyebarkan  bibit  berita  itu,  yang
 sekaligus merupakan obat penawar pula terhadap  api  kebencian
 yang    ada    dalam    hatinya.   Mati-matian   ia   berusaha
 menyebar-luaskan  berita  itu.  Akan  tetapi  dalam  hal   ini
 kalangan  Aus  telah  menentukan  sikap hendak membela Aisyah.
 Aisyah  adalah  lambang  kesucian  dan  seorang  wanita   yang
 berakhlak  tinggi,  yang  patut  menjadi teladan Peristiwa ini
 hampir saja menjadi suatu fitnah di Medinah.

 Berita-berita ini kemudian sampai  juga  kepada  Muhammad.  Ia
 jadi gelisah. Apa? Aisyah akan mengkhianatinya? Tidak mungkin!
 Itu adalah perbuatan keji dan bertentangan. Dengan rasa  cinta
 dan  kasihnya  kepada  Aisyah  hal  yang hanya didasarkan pada
 prasangka semacam itu adalah  suatu  dosa  besar.  Ya.  Tetapi
 wanita! Cih! Siapa pula gerangan yang dapat menduga lubuk hati
 mereka. Lagi pula Aisyah masih muda belia. Kalung  serupa  apa
 benar  yang  hilang  dan dicarinya pada malam buta serupa itu?
 Kenapa hal itu tidak disebut-sebut ketika mereka masih  berada
 di  markas?  Nabi  sendiri masih dalam kebingungan, belum tahu
 ia, akan percayakah atau tidak.
 
 Orang tak ada yang berani menyampaikan desas-desus itu  kepada
 Aisyah,  meskipun  ia  sendiri sudah merasa aneh melihat sikap
 suaminya yang kaku, yang belum pernah di lihatnya  dan  memang
 tidak  sesuai  dengan  perangainya  yang  selalu lemah-lembut,
 selalu penuh kasih kepadanya.
 
 Kemudian Aisyah jatuh sakit, sakit yang cukup keras.  Bila  ia
 datang  menengoknya  dan  ibunya ada di tempat itu merawatnya,
 tidak lebih ia hanya berkata: "Bagaimana?" Sungguh  pilu  hati
 Aisyah  merasakannya  bila  ia  melihat sikap Nabi begitu kaku
 kepadanya. Ia bicara dengan hatinya sendiri,  tidakkah  karena
 Juwairia  yang  sekarang  menggantikan  tempatnya  dalam  hati
 suaminya? Begitu sesak dadanya karena sikap Muhammad yang kaku
 kepadanya itu, sehingga pernah ia berkata:
 
 "Kalau  kauijinkan,  aku  akan  pindah ke rumah ibu, supaya ia
 dapat merawatku."
 
 Ia pun pindah ke tempat ibunya. Sikapnya yang berlebih-lebihan
 itu  menimbulkan  kepedihan  pula dalam hatinya sendiri. Lebih
 dari duapuluh  hari  ia  menderita  sakit,  baru  kemudian  ia
 sembuh. Segala pembicaraan orang yang terjadi tentang dirinya,
 dia tidak tahu.
 
 Sebaliknya  Muhammad,  ia  merasa  sangat   terganggu   karena
 berita-berita yang disebarkan orang itu. Sekali ia mengucapkan
 pidato ini di hadapan orang banyak.
 
 "Saudara-saudara, kenapa orang-orang mengganggu saya  mengenai
 keluarga saya. Mereka mengatakan hal-hal yang tidak sebenarnya
 mengenai diri saya. Padahal yang saya ketahui mereka itu orang
 baik-baik.  Lalu  mereka  mengatakan  sesuatu  yang  ditujukan
 kepada seseorang, yang saya  ketahui,  demi  Allah,  dia  juga
 orang  baik;  tak  pernah  ia  datang ke salah satu rumah saya
 hanya jika bersama dengan saya."
 
 Kemudian Usaid b. Hudzair berdiri seraya berkata:
 
 "Rasulullah,  kalau  mereka  itu  dan   saudara-saudara   kami
 kalangan  Aus,  biarlah  kami selesaikan, dan kalau mereka itu
 dan saudara-saudara kami golongan Khazraj perintahkanlah  juga
 kepada kami. Sungguh patut leher mereka itu dipenggal."
 
 Akan  tetapi  Sa'd  b.  'Ubada lalu menjawab, bahwa dia berani
 mengatakan  itu  karena  dia  mengetahui  bahwa  mereka   dari
 golongan  Khazraj.  Kalau  mereka  itu  dari  Aus tentu takkan
 mengatakannya. Orang ramai  lalu  mengadakan  berundingan  dan
 hampir-hampir terjadi suatu bencana fitnah, kalau tidak karena
 Rasul segera campur tangan  dengan  suatu  kebijaksanaan  yang
 baik sekali.
 
 Akhirnya,   berita   itu   pun   sampai  juga  kepada  Aisyah,
 diceritakan  oleh  seorang  wanita  dari  Muhajirin.  Terkejut
 sekali  mendengar  berita itu, hampir-hampir ia jatuh pingsan.
 Ia menangis tersedu-sedu, tak dapat lagi  ia  menahan  airmata
 yang  begitu  deras  berderai,  sehingga  terasa  seolah pecah
 jantungnya. Ia pergi menjumpai ibunya,  dengan  membawa  beban
 perasaan   yang   cukup  berat,  hampir-hampir  terbawa  jatuh
 terhuyung.
 
 "Ampun, Ibu," katanya, dengan suara tersekat  oleh  air  mata.
 "Orang-orang sudah begitu rupa bicara di luar, tapi samasekali
 tidak ibu katakan kepada saya."
 
 Melihat  kesedihan  yang  begitu  menekan   perasaan,   ibunya
 berusaha  hendak  meringankannya.  "Anakku,"  katanya, "Jangan
 terlampau gundah. Seorang  wanita  cantik  yang  dimadu,  yang
 dicintai  suami,  tidak  jarang menjadi buah bibir madunya dan
 buah bibir orang."
 
 Akan tetapi dengan kata-kata itu Aisyah belum  terhibur  juga.
 Kembali  ia  merasa  lebih pedih lagi bila teringat sikap Nabi
 kepadanya   yang   terasa   kaku,   padahal   tadinya   sangat
 lemah-lembut.  Ia  merasa, bahwa berita itu tampaknya terkesan
 juga dalam hati Nabi, dan karenanya ia  jadi  curiga.  Tetapi,
 gerangan  apa  yang  akan  dapat diperbuatnya? Akan dimulainya
 sajakah ia yang bicara serta menyebutkan berita itu, dan  akan
 bersumpah  bahwa  ia  sama  sekali  tidak  berdosa? Jadi kalau
 begitu ia menuduh diri sendiri,  kemudian  menyanggah  tuduhan
 itu  dengan sumpah dan permohonan. Ataukah sudah saja membuang
 muka seperti dia,  dan  juga  membalasnya  bersikap  kepadanya
 seperti  dia,  pula?  Tetapi dia adalah Rasul Allah, dia telah
 memilihnya diatas isteri-isterinya yang lain. Bukan salah  dia
 kalau  orang  sampai  menyiarkan  desas-desus tentang dirinya,
 karena dia telah terlambat dari pasukan  tentara  dan  kembali
 pulang  dengan  Shafwan.  Ya  Allah!  Berikanlah  jalan keluar
 kepadanya  dalam  suasana  yang  demikian  rumit  itu,  supaya
 terbuka   kepada  Muhammad  keadaan  yang  sebenarnya  tentang
 dirinya itu, supaya  ia  pun  kembali  seperti  dalam  suasana
 semula,  penuh  cinta,  penuh  kasih  dan  selalu lemah-lembut
 kepadanya.

 Tetapi keadaan  Muhammad  sebenarnya  tidak  lebih  enak  dari
 Aisyah.  Ia  merasa  tersiksa karena percakapan orang mengenai
 dirinya itu, sehingga akhirnya terpaksa  ia  meminta  pendapat
 sahabat-sahabatnya  yang terdekat: apa yang akan diperbuatnya.
 Ia  pergi  ke  ramah  Abu  Bakr,  Ali  dan  Usama   bin   Zaid
 dipanggilnya  akan  dimintai  pendapat. Usama ternyata menolak
 sama sekali  segala  tuduhan  yang  dilemparkan  orang  kepada
 Aisyah itu. Itu bohong dan tidak punya dasar. Sebagaimana Nabi
 mengenalnya, orang lain pun juga mengenal dia sebagai  seorang
 wanita   yang   sangat   baik.  Sebaliknya  Ali.  Ia  berkata:
 "Rasulullah, wanita yang lain banyak."  Lalu  sarannya  supaya
 menanyai   bujang   pembantu   Aisyah,  kalau-kalau  ia  dapat
 dipercaya. Pembantu  rumah  itu  pun  dipanggil.  Ali  berdiri
 menghampirinya,  lalu memukulnya yang cukup membuat bujang itu
 merasa kesakitan seraya berkata: "Katakanlah  yang  sebenarnya
 kepada Rasulullah!"
 
 "Demi Allah yang saya ketahui dia adalah baik," jawab pembantu
 rumah itu. Segala tuduhan jahat yang ditujukan  kepada  Aisyah
 dibantahnya.

 Akhirnya  tak  ada  jalan  lain Muhammad harus menemui sendiri
 isterinya dan dimintanya  supaya  mengaku.  Ia  masuk  menemui
 Aisyah;  di  tempat  itu  ada  ayahnya dan seorang wanita dari
 Anshar. Aisyah sedang menangis dan wanita itu juga turut  pula
 menangis. Tiada terderita olehnya betapa dalamnya kesedihannya
 itu mencabik hati, tergetar ia setelah mengetahui  bahwa  oleh
 Muhammad  ia  dicurigai.  Dicurigai  oleh  itu  laki-laki yang
 sangat   dicintainya,   dipujanya,   laki-laki   yang   sangat
 dipercayainya, tempat dia rela mati untuknya.
 
 Melihat kedatangannya itu, disekanya airmatanya, dan terdengar
 olehnya ketika ia berkata:
 
 "Aisyah, engkau sudah mengetahui apa yang menjadi  pembicaraan
 orang.  Hendaknya  engkau takut kepada Allah jika engkau telah
 melakukan suatu kejahatan seperti apa  yang  dikatakan  orang.
 Bertaubatlah  engkau  kepada  Allah, sebab Allah akan menerima
 segala taubat yang datang dari hambaNya."
 
 Selesai kata-kata itu diucapkan, Aisyah merasa darahnya  sudah
 mendidih.  Airmatanya  jadi  kering. Ia menoleh ke arah ibunya
 dan  ke  arah  ayahnya.  Ia  menunggu  bagaimana  mereka  akan
 menjawab.  Tetapi ternyata mereka diam, tiada sepatah kata pun
 yang keluar dari  mereka.  Hati  Aisyah  makin  panas,  seraya
 katanya:
 
 "Kenapa kalian tidak menjawab?"
 
 "Sungguh  kami  tidak  tahu bagaimana harus kami jawab," jawab
 mereka.
 
 Lalu mereka berdua kembali terdiam lagi. Ketika itulah ia  tak
 dapat  menahan diri. Ia menangis lagi tersedu-sedu. Airmatanya
 itu telah dapat meredakan api amarah yang menyala-nyala seolah
 hendak  membakar  jantungnya.  Sambil menangis itu kemudian ia
 bicara, ditujukan kepada Nabi:
 
 "Demi Allah, sama sekali  saya  tidak  akan  bertaubat  kepada
 Tuhan  seperti  yang  kausebutkan  itu.  Saya tahu, kalau saya
 mengiakan  apa  yang  dikatakan  orang   itu,   sedang   Tuhan
 mengetahui  bahwa  saya tidak berdosa, berarti saya mengatakan
 sesuatu yang tak ada. Tetapi kalau  pun  saya  bantah,  kalian
 takkan  percaya."  Ia diam sebentar. Kemudian sambungnya lagi:
 "Saya hanya dapat berkata seperti apa yang dikatakan oleh ayah
 Yusuf:  'Maka  sabar  itulah yang baik, dan hanya Allah tempat
 meminta pertolongan atas segala yang kamu ceritakan itu!"

 Sejenak jadi sunyi,  setelah  terjadi  pergolakan  itu.  Orang
 tidak  tahu  pasti  sampai  berapa lama hal itu berjalan. Akan
 tetapi  begitu  Muhammad  hendak   meninggalkan   tempat   itu
 tiba-tiba ia terlelap oleh kedatangan wahyu, seperti biasanya.
 Pakaiannya segera diselimutkan  kepadanya  dan  sebuah  bantal
 dari kulit diletakkan di bawah kepalanya.
 
 Dalam  hal ini Aisyah berkata: "Saya sendiri sama sekali tidak
 merasa takut dan tidak peduli setelah  melihat  kejadian  ini.
 Saya  sudah  mengetahui,  bahwa  saya  tidak berdosa dan Allah
 tidak akan berlaku tidak adil terhadap diri  saya.  Sebaliknya
 orangtua  saya,  setelah  Rasulullah s.a.w. terjaga, saya kira
 nyawa mereka akan terbang karena ketakutan, kalau-kalau  wahyu
 dari Allah akan memperkuat apa yang dikatakan orang."
 
 Setelah  Muhammad terjaga, ia duduk kembali, dengan bercucuran
 keringat. Sambil menyeka keringat dari dahi ia berkata:
 
 "Gembirakanlah hatimu, Aisyah!  Tuhan  telah  membebaskan  kau
 dari tuduhan."
 
 "Alhamdulillah," kata Aisyah.
 
 Kemudian  Muhammad  pergi  ke mesjid, dan membacakan ayat-ayat
 berikut ini kepada kaum Muslimin:
 
 "Mereka yang datang membawa berita bohong itu sebenarnya  dari
 golonganmu  juga.  Jangan  kamu mengira ini suatu bencana buat
 kamu, tetapi sebaliknya, suatu kebaikan juga buat kamu. Setiap
 orang  dari  mereka itu akan mendapat ganjaran hukum atas dosa
 yang mereka perbuat. Dan  orang  yang  mengetuai  penyiarannya
 diantara  mereka  itu  akan mendapat siksa yang berat. Mengapa
 orang-orang  beriman  -  laki-laki  dan  perempuan  -   ketika
 mendengar  berita itu, tidak berprasangka baik terhadap sesama
 mereka sendiri, dan mengatakan: ini adalah suatu berita bohong
 yang  nyata sekali? Mengapa dalam hal ini mereka tidak membawa
 empat orang saksi. Kalau mereka tak dapat membawa  saksi-saksi
 itu, maka mereka itu disisi Allah adalah orang-orang pendusta.
 
 Dan sekiranya bukan karena kemurahan Tuhan dan kasih-sayangNya
 juga kepadamu - di dunia dan di akhirat - niscaya siksa  Allah
 yang  besar akan menimpa kamu, karena fitnah yang kamu lakukan
 itu. Tatkala kamu menerima berita itu dari mulut ke mulut, dan
 kamu  katakan  pula  dengan  mulut kamu sendiri apa yang tidak
 kamu ketahui dengan pasti,  dan  kamu  mengiranya  hanya  soal
 kecil  saja,  padahal pada Allah itu adalah perkara besar. Dan
 tatkala kamu mendengarnya, mengapa tidak  kamu  katakan  saja:
 tidak  sepatutnya  kami  membicarakan  masalah  ini. Maha Suci
 Tuhan. Ini adalah kebohongan besar. Allah memperingatkan kamu,
 jangan  sekali-kali  hal  serupa  itu  akan terulang jika kamu
 memang   orang-orang   yang   beriman.    Allah    menjelaskan
 keterangan-keterangan   itu   kepada   kamu.  Dan  Allah  Maha
 Mengetahui,  Maha  Bijaksana.   Mereka   yang   suka   melihat
 tersebarnya  perbuatan  keji  di kalangan orang-orang beriman,
 akan mengalami siksaan pedih di  dunia  dan  di  akhirat.  Dan
 Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (Qur'an, 24 :
 11-19)
 
 Dalam hubungan ini pula datangnya ketentuan  hukuman  terhadap
 orang  yang  melemparkan  tuduhan buta kepada kaum wanita yang
 baik-baik.
 
 "Dan mereka yang melemparkan tuduhan keji kepada wanita-wanita
 yang  baik-baik,  lalu  mereka  tak  dapat membawa empat orang
 saksi, maka deralah mereka dengan delapan puluh kali  pukulan,
 dan  jangan  sekali-kali  menerima  lagi kesaksian mereka itu.
 Mereka itu adalah orang-orang yang jahat." (Qur'an, 24: 4)
 
 Untuk  melaksanakan  ketentuan  Qur'an,  mereka   yang   telah
 menyebarkan  berita  keji  itu  - Mistah b. Uthatha, Hassan b.
 Thabit dan Hamna bt.  Jahsy,  masing-masing  mendapat  hukuman
 dera delapanpuluh kali.
 
 Sekarang kembali Aisyah seperti dalam keadaannya semula, dalam
 rumah tangga dan dalam hati Muhammad.

 Sebagai  komentar  atas  peristiwa  ini   Sir   William   Muir
 menyebutkan  sebagai  berikut:  "Sejarah  Aisyah, baik sebelum
 atau  sesudah  peristiwa  itu  mengharuskan   kita   mengambil
 keputusan  yang  pasti  bahwa  dia,  adalah bersih dari segala
 tuduhan itu dan mengharuskan kita pula untuk  tidak  ragu-ragu
 lagi menggugurkan segala macam prasangka terhadap dirinya."
 
 Akan  tetapi sesudah itu pun Hassan b. Thabit kembali diterima
 dan  mendapat  kasih  sayang  Muhammad  lagi.  Demikian   juga
 Muhammad  minta  kepada  Abu  Bakr,  supaya  jangan mengurangi
 kasih-sayangnya kepada Mistah seperti yang sudah-sudah.  Sejak
 itu selesailah peristiwa itu dan tidak lagi meninggalkan bekas
 di  seluruh  Medinah.  Aisyah  pun  cepat  pula  sembuh   dari
 sakitnya,  lalu  kembali  ke  rumahnya  di  tempat  Rasul, dan
 kembali pula ke dalam hati Rasul, kembali  dalam  kedudukannya
 yang   tinggi   dalam  hati  sahabat-sahabatnya  seluruh  kaum
 Muslimin. Dengan demikian Nabi dapat kembali mengabdikan  diri
 kepada  ajarannya  dan kepada pengarahan kaum Muslimin sebagai
 suatu persiapan guna menghadapi perjanjian  Hudaibiya.  Semoga
 Allah memberikan kemenangan yang nyata kepada umat Muslimin.
 
 Catatan kaki:
 
  1 Qur'an 53
 
  2 Sebuah desa atau pangkalan air terletak antara Mekah
    dengan Medinah, kira-kira 66 km dari Mekah (A).
    
  3 min ka'abat'l-munqalab, 'menarik diri dari perjalanan
    dan kembali ke kampung halaman, yakni ia kembali ke
    rumah dengan melihat segala sesuatu yang menyedihkan'
    (N), (A).
    
  4 Aslinya secara harfiah: 'Gemukkan anjingmu, engkau
    akan dimakannya.' (A).
 
 ---------------------------------------------
 

0 komentar:

Post a Comment

Just select text on the page and get instant translation from Google Translate!
Google Translate Client