BAGIAN KEDUAPULUH: PERJANJLAN HUDAIBIYA (1/3)
Muhammad Husain Haekal
Setelah enam tahun di Medinah - Muhammad mengajak
orang berhaji - Tak ada petempuran dan tak ada perang
- Quraisy keberatan Muslimin memasuki Mekah -
Perundingan perdamaian - Kesabaran Muhammad dan
politiknya - Perjanjian Hudaibiya suatu kemenangan
yang nyata
ENAM tahun lamanya sudah sejak Nabi dan sahabat-sahabatnya
hijrah dari Mekah ke Medinah. Seperti kita lihat, selama itu
mereka terus-menerus bekerja keras, terus-menerus dihadapkan
kepada peperangan, kadang dengan pihak Quraisy, adakalanya
pula dengan pihak Yahudi. sementara itu Islampun makin
tersebar luas, makin kuat dan ampuh pula
Sejak tahun pertama Hijrah, Muhammad sudah mengubah kiblatnya
dari al-Masjid'l-Aqsha ke al-Masjid'l-Haram. Sekarang kaum
Muslimin menghadap ke Baitullah yang di bangun oleh Ibrahim di
Mekah, dan yang kemudian bangunan itu dibaharui lagi tatkala
Muhammad masih muda belia. Waktu itu ia juga turut mengangkat
batu hitam ketempatnya di ujung dinding bangunan itu. Tak
terlintas dalam pikirannya atau dalam pikiran siapapun juga
waktu itu, bahwa Tuhan akan menurunkan risalah kepadanya.
Sejak ratusan tahun yang lalu, al-Masjid'l-Haram ini (Mesjid
Suci) sudah menjadi arah tujuan orang-orang Arab dalam
melakukan ibadat. Dalam bulan-bulan suci setiap tahun mereka
datang ke tempat itu. Setiap orang yang datang keamanannya
terjamin. Apabila orang bertemu dengan musuh yang paling keras
sekalipun, di tempat ini ia tak dapat menghunus pedang atau
mengadakan pertumpahan darah. Akan tetapi sejak Muhammad dan
kaum Muslimin sudah hijrah, pihak Quraisy telah mengambil
tanggung jawab dengan melarang mereka memasuki Mesjid Suci
itu, melarang mereka mendekatinya diluar golongan Arab
lainnya. Dalam hal ini firman Tuhan turun pada tahun Hijrah
pertama itu:
"Mereka bertanya kepadamu tentang bulan suci: bolehkah
berperang? Katakanlah: Berperang dalam bulan itu suatu dosa
besar. Tetapi merintangi orang dari jalan Allah dan ingkar
kepadaNya, merintangi orang memasuki Masjid Suci serta
mengusir penduduk dari sekitar tempat itu, lebih besar lagi
dosanya disisi Allah." (Qur'an, 2:217)
Dan sesudah perang Badr juga firman Tuhan ini datang:
"Dan kenapa Allah tidak akan menyiksa mereka padahal mereka
merintangi orang memasuki Mesjid Suci, sedang mereka bukan
penanggungjawabnya. Mereka yang bertanggungjawab mengurusnya
sebenarnya ialah orang-orang yang bertakwa. Tetapi mereka
kebanyakan tidak mengetahui. Dan sembahyang mereka di sekitar
Rumah Suci itu tidak lain hanya bersiul dan bertepuk tangan.
Oleh karena itu rasakan siksaan yang disebabkan oleh
kekafiranmu itu. Orang-orang kafir itu mengeluarkan harta
mereka guna melarang orang dari jalan Allah; maka mereka masih
akan mengeluarkan harta mereka. Sesudah itu mereka menyesal,
lalu mereka kalah. Dan orang-orang yang kafir itu akan
dikumpulkan di dalam neraka" (Qur'an, 8:34-36)
Selama enam tahun itu banyak sekali ayat-ayat turun
berturut-turut mengenai Mesjid Suci itu yang oleh Tuhan
dijadikan tempat manusia berkumpul dan tempat yang aman. Akan
tetapi pihak Quraisy menganggap Muhammad dan
pengikut-pengikutnya telah mengingkari dewa-dewa dalam Rumah
Suci itu: Hubal, Isaf, Na'ila dan berhala-berhala yang lain.
Oleh karena itu memerangi dan melarang mereka datang
berkunjung ke Ka'bah adalah suatu kewajiban buat Quraisy,
kalau mereka tidak mau kembali kepada dewa-dewa
nenek-moyangnya.
Sementara itu kaum Muslimin merasa menderita karena tak dapat
melakukan tugas agama yang sudah menjadi kewajiban mereka,
juga sudah menjadi kewajiban nenek-moyang mereka dahulu.
Disamping itu kaum Muhajirin sendiripun sudah merasa tersiksa
dan merasa tertekan - tersiksa dalam pembuangan, tertekan
karena kehilangan tanah air dan keluarga. Hanya saja mereka
itu semua yakin akan adanya pertolongan Tuhan kepada Rasul dan
kepada mereka serta mengangkat taraf agama mereka diatas agama
lain. Mereka percaya sekali, bahwa tak lama lagi pasti akan
datang waktunya Tuhan membukakan pintu Mekah kepada mereka,
dan mereka akan bertawaf di Rumah Purba (Ka'bah) itu,
menunaikan kewajiban agama yang diwajibkan Tuhan kepada
seluruh umat manusia. Kalau selama itu, tahun demi tahun yang
terjadi hanya peperangan, dari perang Badr ke Uhud, lalu
Khandaq, kemudian peperangan-peperangan dan
kesibukan-kesibukan lain, maka hari yang mereka harap-harapkan
itu kini pasti akan tiba. Mereka sangat merindukan hari yang
diharap-harapkan itu. Tidak kurang pula Muhammad seperti
mereka, sangat merindukannya dan yakin sekali, bahwa saatnya
sudah dekat!
Dengan melarang mengadakan ziarah ke Mekah serta menunaikan
kewajiban berhaji dan menjalankan umrah, sebenarnya
orang-orang Quraisy sudah melakukan kekejaman terhadap
Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Rumah Purba ini bukanlah
milik Quraisy, melainkan milik semua orang Arab. Hanya saja
orang-orang Quraisy itu berkewajiban menjaga Ka'bah dan
mengurus air buat para pengunjung, yakni yang meliputi segala
macam kepengurusan Rumah Suci dan pemeliharaan
pengunjung-pengunjungnya. Tujuan sesuatu kabilah itu satu sama
lain dengan menyembah berhala tidaklah berarti membenarkan
tindakan Quraisy melarang orang berziarah dan bertawaf di
Ka'bah serta melakukan segala upacara dan penyembahan berhala.
Muhammad datang mengajak orang menjauhi penyembahan berhala
dan membersihkan diri dari segala noda paganisma dan syirik.
Ia mengajak orang ke tingkat jiwa yang lebih tinggi, yakni
menyembah hanya kepada Allah Yang Tunggal dan tidak bersekutu.
Ia akan menempatkannya di atas segala kekurangan, akan membawa
kehidupan rohani ke tempat yang dapat menangkap arti kesatuan
alam serta keesaan Tuhan. Jadi oleh karena menjalankan ibadah
haji dan umrah itu merupakan salah satu kewajiban agama, maka
melarang penganut-penganut agama baru ini melakukan kewajiban
agamanya berarti suatu tindakan permusuhan.
Akan tetapi apabila Muhammad kemudian datang juga disertai
orang-orang yang sudah beriman kepada Allah dan kepada
ajarannya, yang sebenarnya mereka ini penduduk asli Mekah,
maka orang-orang Quraisy itu kuatir rakyat jelata di Mekah
akan menggabungkan diri kepadanya lalu merasa pula bahwa
memisahkan mereka dari sanak keluarga, adalah suatu tindakan
kekejaman. Dengan demikian ini akan merupakan benih yang dapat
mencetuskan perang saudara.
Disamping itu pemimpin-pemimpin Quraisy dan pemuka-pemuka
Mekah tidak pula melupakan Muhammad dan pengikutnya yang telah
menghancurkan perdagangan mereka, merintangi jalan mereka yang
sudah rata itu ke Syam. Oleh karenanya dalam jiwa mereka sudah
tertanam rasa dendam dan permusuhan; padahal sudah cukup
diketahui, bahwa Rumah itu kepunyaan Allah dan kepunyaan
seluruh masyarakat Arab, dan bahwa kewajiban mereka hanyalah
menjaganya dan memelihara orang-orang yang sedang berziarah.
Telah lampau enam tahun sejak hijrah, kaum Muslimin sudah
gelisah sekali karena rindu ingin berziarah ke Ka'bah dan
ingin menunaikan ibadah haji dan umrah. Pada suatu pagi bila
mereka sedang berkumpul di mesjid, tiba-tiba Nabi
memberitahukan kepada mereka bahwa ia telah mendapat ilham
dalam mimpi hakiki, bahwa insya Allah mereka akan memasuki
Mesjid Suci dengan aman tenteram, dengan kepala dicukur atau
digunting tanpa akan merasa takut.
Begitu mereka mendengar berita mengenai mimpi Rasulullah itu,
serentak mereka mengucap; Alhamdulillah. Secepat kilat berita
ini telah tersebar ke seluruh penjuru Medinah. Tetapi
bagaimana caranya memasuki Masjid Suci itu? Dengan perangkah?
Ataukah orang-orang Quraisy secara paksa harus dikosongkan?
Atau barangkali Quraisy dengan tunduk menyerah membukakan
jalan?
Tidak. Tak ada pertempuran, tak ada perang. Bahkan Muhammad
mengumumkan kepada orang ramai supaya pergi menunaikan ibadah
haji dalam bulan Zulhijah yang suci. Dikirimnya utusan-utusan
kepada kabilah-kabilah yang bukan dari pihak Muslimin,
dianjurkannya mereka supaya ikut bersama-sama pergi berangkat
ke Baitullah, dengan aman, tanpa ada pertempuran. Dalam pada
itu yang diinginkan sekali oleh Muhammad ialah supaya kaum
Muslimin dapat berangkat sebanyak mungkin. Maksud baik
daripada ini ialah supaya semua orang Arab mengetahui bahwa
kepergiannya dalam bulan suci itu hendak menunaikan ibadah
haji, bukan akan berperang. Ia hanya ingin melaksanakan suatu
kewajiban dalam hukum Islam, yang juga diwajibkan dalam
agama-agama orang Arab sebelum itu. Untuk itu diajaknya
orang-orang Arab yang tidak se-agama itu agar juga melakukan
kewajiban tersebut. Sesudah semua itu, kalaupun Quraisy masih
juga bersikeras hendak memeranginya dalam bulan suci, hendak
melarang orang Arab akan apa yang sudah menjadi kepercayaan
sekalipun berlain-lainan, maka takkan ada orang-orang Arab
yang mau mendukung sikap Quraisy atau akan membantu mereka
melawan kaum Muslimin. Dengan sikap keras itu mereka hendak
membendung orang pergi ke Mesjid Suci, hendak membelokkan
orang dari agama Ismail. dan dari agama Ibrahim, leluhur
mereka.
Oleh karena itu pihak Muslimin merasa aman juga kalau
orang-orang Arab itu dapat menggabungkan diri seperti golongan
Ahzab dulu. Agamanya akan lebih terpandang dimata orang-orang
Arab yang belum beriman itu. Apa pula yang akan dikatakan
Quraisy kepada mereka yang datang ke tanah suci itu, tanpa
membawa senjata kecuali pedang yarig disarungkan, didahului
oleh binatang kurban yang hendak mereka sembelih. Buat mereka
tak ada urusan lain daripada hanya akan menunaikan tugas agama
dengan bertawaf di Baitullah, yang juga menjadi kewajiban
semua masyarakat Arab itu.
Muhammad mengumumkan kepada semua orang supaya berangkat
menunaikan ibadah haji. Kepada kabilah-kabilah di luar
Muslimin juga dimintanya berangkat bersama-sama. Tetapi banyak
juga dari mereka itu yang masih menunda-nunda. Dalam bulan
Zulkaedah sebagai salah satu bulan suci, ia berangkat dengan
rombongan dari kaum Muhajirin dan Anshar, serta beberapa
kabilah Arab yang mau menggabungkan diri, didahului di depan
oleh untanya, Al-Qashwa. Jumlah mereka yang berangkat ketika
itu sebanyak seribu empatratus orang. Muhammad membawa
binatang kurban terdiri dari tujuhpuluh ekor unta1, dengan
mengenakan pakaian ihram, dengan maksud supaya orang
mengetahui, bahwa ia datang bukan mau berperang, melainkan
khusus hendak berziarah dan mengagungkan Baitullah.
Bilamana rombongan sudah sampai di Dzu'l-Hulaifa2 mereka
menyiapkan kurban dan mengucapkan talbiah. Binatang kurban itu
dilepaskan dan disebelah kanan masing-masing hewan itu diberi
tanda, di antaranya terdapat unta Abu Jahl yang kena rampas
dalam perang Badr. Tiada seorang juga dari rombongan haji itu
yang membawa senjata selain pedang tersarung yang biasa dibawa
orang dalam perjalanan. Isteri Nabi yang ikut serta dalam
perjalanan ini ialah Umm Salama.
Berita tentang Muhammad dan rombongannya serta tujuan
kepergiannya hendak menunaikan ibadah haji itu sudah sampai
juga kepada Quraisy. Akan tetapi dalam hati mereka timbul rasa
kuatir. Masalahnya buat mereka adalah sebaliknya. Mereka
menduga kedatangannya hanya sebagai suatu tipu muslihat saja.
Dengan begitu Muhammad mau menipu supaya dapat memasuki Mekah,
karena mereka dan golongan Ahzab pernah pula terlarang tak
dapat memasuki Medinah. Apa yang mereka ketahui tentang lawan
mereka yang hendak memasuki Tanah Suci melakukan Umrah itu
serta apa yang sudah diumumkan di seluruh jazirah bahwa
sebenarnya mereka hanya didorong oleh rasa keagamaan hendak
menunaikan kewajiban yang sudah juga diakui oleh seluruh orang
Arab, tidak akan dapat mengubah keputusan Quraisy hendak
mencegah Muhammad memasuki Mekah; betapa pun besarnya
pengorbanan yang harus mereka lakukan guna melaksanakan
keputusan mereka itu.
Oleh karena itu sebuah pasukan tentara yang barisan berkudanya
saja terdiri dari 200 orang, oleh Quraisy segera di kerahkan
dan pimpinannya di serahkan kepada Khalid bin'l-Walid dan
'Ikrima bin Abi Jahl. Pasukan ini maju ke depan supaya dapat
merintangi Muhammad masuk Ibukota (Mekah). Mereka maju terus
sampai dapat bermarkas di Dhu Tuwa.
Sebaliknya Muhammad ia meneruskan perjalanannya. Sesampainya
di 'Usfan3 ia bertemu dengan seseorang dari suku Banu Ka'b.
Nabi menanyakan kalau-kalau orang itu mengetahui berita-berita
sekitar Quraisy.
"Mereka sudah mendengar tentang perjalanan tuan ini,"
jawabnya. "Lalu mereka berangkat dengan mengenakan pakaian
kulit harimau. Mereka berhenti di Dhu Tuwa dan sudah bersumpah
bahwa tempat itu sama-sekali tidak boleh tuan masuki. Sekarang
Khalid bin'l-Walid dengan pasukan berkudanya sudah maju terus
ke Kira'l-Ghamim."4
"O, kasihan Quraisy!" kata Muhammad. "Mereka sudah lumpuh
karena peperangan. Apa salahnya kalau mereka membiarkan saja
saya dengan orang-orang Arab yang lain itu. Kalaupun mereka
sampai membinasakan saya, itulah yang mereka harapkan, dan
kalau Tuhan memberi kemenangan kepada saya, mereka akan masuk
Islam secara beramai-ramai. Tetapi jika itupun belum mereka
lakukan, mereka pasti akan berperang, sebab mereka mempunyai
kekuatan. Quraisy mengira apa. Saya akan terus berjuang, demi
Allah, atas dasar yang diutuskan Allah kepada saya sampai
nanti Allah memberikan kemenangan atau sampai leher ini putus
terpenggal."
Kemudian ia berfikir, apa gerangan yang akan diperbuatnya.
Keberangkatannya dari Medinah bukan akan berperang. Ia mau
memasuki Tanah Suci hanya hendak berziarah ke Baitullah, ia
hendak menunaikan kewajiban kepada Tuhan.
Ia tidak mengadakan persiapan perang. Boleh jadi juga kalaupun
dia berperang dan dikalahkan, hal ini akan dijadikan
kebanggaan oleh Quraisy. Atau barangkali Khalid dan 'Ikrima
itu disuruh dengan tujuan sengaja hendak mencapai maksud itu,
setelah diketahui bahwa ia berangkat bukan dengan maksud
hendak berperang ?
Sementara Muhammad sedang berpikir-pikir itu pasukan Quraisy
sudah tampak sejauh mata memandang. Tampaknya sudah tak ada
jalan lagi buat Muslimin akan dapat mencapai tujuan, kecuali
jika mau menerobos barisan itu. Dan jika pun terjadi
pertempuran pihak Quraisy akan mempertahankan kehormatan dan
tanah airnya. Suatu pertempuran yang memang tidak diingini
oleh Muhammad. Akan tetapi Quraisy hendak memaksanya juga
supaya ia bertempur dan supaya melibatkan diri ke dalam
peperangan.
Sungguhpun begitu pihak Muslimimpun tidak kurang pula semangat
pertahanannya. Adakalanya dengan pedang terhunus saja sudah
cukup buat mereka menangkis serangan musuh. Tetapi dengan
demikian tujuannya jadi hilang, dan akan dipakai alasan oleh
Quraisy di kalangan orang-orang Arab yang lain. Pandangannya
lebih jauh dari itu, siasatnya lebih dalam dan lebih matang É
Jadi, dia menyerukan kepada orang banyak itu sambil katanya:
"Siapa yang dapat membawa kita ke jalan lain daripada tempat
mereka sekarang berada?"
Dengan demikian ia masih berpegang pada pendapatnya hendak
menempuh saluran damai yang sudah digariskannya sejak ia
berangkat dari Medinah dan berniat hendak pergi menunaikan
ibadah haji ke Mekah.
Dalam pada itu kemudian ada seorang laki-laki yang bersedia
membawa mereka ke tempat lain dengan melalui jalan
berliku-liku antara batu-batu karang yang curam yang sangat
sulit dilalui. Kaum Muslimin merasa sangat letih menempuh
jalan itu. Tetapi akhirnya mereka sampai juga ke sebuah jalan
datar pada ujung wadi. Jalan ini mereka tempuh melalui sebelah
kanan yang akhirnya keluar di Thaniat'l-Murar, jalan menurun
ke Hudaibiya di sebelah bawah kota Mekah.
Setelah pasukan Quraisy melihat apa yang dilakukan Muhammad
dan sahabat-sahabatnya itu, merekapun cepat-cepat memacu
kudanya kembali ke tempat semula dengan maksud hendak
mempertahankan Mekah bila diserbu oleh pihak Muslimin.
Bila kaum Muslimin sampai di Hudaibiya. Al-Qashwa' (unta
kepunyaan Nabi) berlutut. Kaum Muslimin menduga ia sudah
terlalu lelah. Tetapi Rasulullah berkata:
"Tidak. Ia (unta itu) ditahan oleh yang menahan gajah dulu
dari Mekah. Setiap ada ajakan dari Quraisy dengan tujuan
mengadakan hubungan kekeluargaan, tentu saya sambut."
Kemudian dimintanya orang-orang itu supaya turun dari
kendaraan. Tetapi mereka berkata:
"Rasulullah, kalaupun kita turun, di lembah ini tak ada air."
(bersambung ke bagian 2/3)
---------------------------------------------
S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D
|
Bapakku
Bapakku yang Sangat Tegas Akan Sesuatu yang Dia Anggap Fundamental, Berprinsip Kuat. Sangat Religius. Jawa Banyumasan. Gualakeee Poll, hehehe...
Read More







0 komentar:
Post a Comment