BAGIAN KEDUAPULUH DELAPAN: TAHUN PERUTUSAN (1/3)
Muhammad Husain Haekal
Orang-orang Arab ramai-ramai masuk Islam - Islamnya 'Urwa
b. Mas'ud dan perlawanan penduduk Ta'if - Kabilah-kabilah
menguasai jalan Thaqif - Perutusannya kepada Nabi dan
syarat-syaratnya - Islamnya perutusan dan Islamnya Ta'if
serta runtuhnya berhala Lat - Abu Bakr memimpin jemaah
haji - Ali b. Abi Talib menyusul - Surah Bara'ah - Dasar
ideal negara Islam - Perjuangan dalam Islam dan
alasannya.
DENGAN berakhirnya ekspedisi ke Tabuk itu maka ajaran Islam
sudah selesai tersebar ke seluruh jazirah Arab. Muhammad sudah
aman dari setiap serangan yang datang dari luar. Sebenarnya,
begitu Muhammad kembali ke Medinah dari perjalanan ekspedisi
itu, semua penduduk jazirah yang masih berpegang pada
kepercayaan syirik, sekarang sudah mulai berpikir-pikir.
Meskipun kaum Muslimin yang telah ikut menemani Muhammad dalam
perjalanan ke Syam itu cukup mengalami pelbagai macam
kesukaran, memikul segala penderitaan karena haus dan panas
musim yang begitu membakar, namun mereka kembali dengan hati
kesal, sebab mereka tidak jadi berperang, tidak membawa
rampasan perang, karena pihak Rumawi menarik pasukannya hendak
bertahan dalam benteng-benteng di pedalaman Syam. Akan tetapi
penarikan mundur ini sebenarnya telah meninggalkan kesan yang
dalam sekali dalam hati kabilah-kabilah bagian selatan - di
Yaman, Hadzramaut dan 'Umman (Oman). Bukankah pasukan Rumawi
itu juga yang telah mengalahkan Persia, telah mengambil
kembali Salib Besar, kemudian membawanya kembali ke Yerusalem
dalam suatu upacara besar-besaran? Sedang Persia, waktu itu
dalam waktu yang cukup lama merupakan penguasa yang perkasa
atas wilayah Yaman dan daerah-daerah sekitarnya itu.
Selama kaum Muslimin berada tidak jauh dari Yaman dan
daerah-daerah Arab lainnya, bukankah sudah selayaknya apabila
seluruh wilayah ini bergabung semua dalam suatu kesatuan di
bawah naungan panji Muhammad, panji Islam, supaya mereka dapat
diselamatkan dari kekuasaan pihak Rumawi dan Persia? Apa
salahnya kalau kepala-kepala kabilah dan daerah itu berbuat
begitu, selama mereka memang membuktikan Muhammad tetap
mengakui kekuasaan daerah-daerah dan kabilah-kabilah mereka
yang datang menyatakan keislaman dan kesetiaan mereka itu?!
Ya, hendaknya tahun kesepuluh Hijrah ini memang menjadi Tahun
Perutusan, manusia datang berbondong-bondong menyambut agama
Allah. Hendaknya ekspedisi Tabuk dan penarikan mundur pasukan
Rumawi menghadapi pihak Muslimin itu akan memberi pengaruh
lebih besar daripada pembebasan Mekah, kemenangan Hunain dan
pengepungan kota Ta'if selama ini.
Nasib baik yang telah membawa Ta'if -- kota yang tadinya
paling gigih melawan Nabi selama kota itu dalam pengepungan
sehingga akhirnya ditinggalkan kaum Muslimin tanpa dapat
diterobos - ialah karena sesudah peristiwa Tabuk, kota inilah
yang pertama-tama menyatakan kesetiaannya, meskipun sebelum
itu lama sekali ia maju-mundur hendak mengumumkan pernyataan
setianya itu.
Setelah kejadian Hunain, selama Nabi memimpin ekspedisi ke
Ta'if, 'Urwa b. Mas'ud - salah seorang pemimpin Thaqif yang
tinggal di kota tcrsebut - sedang tak ada di tempat. Ia sedang
pergi ke Yaman. Bilamana kemudian ia kembali ke daerahnya dan
melihat Nabi mendapat kemenangan di Tabuk dan sudah kembali ke
Medinah, ia pun segera menyatakan dirinya masuk Islam serta
memperlihatkan betapa besar hasratnya ingin mengajak
masyarakatnya juga masuk Islam 'Urwa bukan tidak mengenal
Muhammad dan kebesarannya. Dia termasuk salah seorang yang
pernah ikut berunding mewakili Quraisy dalam perdamaian
Hudaibiya. Setelah 'Urwa masuk Islam dan Nabi mengetahui
hasratnya hendak pergi mengajak golongannya menerima agama ini
yang sudah juga dianutnya, Nabi yang sudah pula mengetahui
betapa bangga dan kerasnya fanatik orang-orang Thaqif itu
terhadap Lat berhala mereka, diingatkannya 'Urwa dengan
katanya: "Mereka akan membunuh engkau."
Tetapi 'Urwa yang merasa kedudukannya cukup kuat di
tengah-tengah golongannya itu sebaliknya berkata:
"Rasulullah, mereka mencintai saya lebih daripada mencintai
mata mereka sendiri."
Kemudian 'Urwa pergi hendak mengajak golongannya itu menganut
Islam. Mereka berunding sesama mereka dan tidak memberikan
sesuatu pendapat kepadanya. Keesokan harinya pagi-pagi ia
pergi ke ruangan atas rumahnya, ia mengajak orang
bersembahyang. Tepat sekalilah firasat Rasulullah waktu itu.
Masyarakatnya itu sudah tak dapat menahan hati. Ia dikepung
lalu dihujani panah dari segenap penjuru, dan sebatang anak
panah telah dapat pula menewaskannya. Keluarga 'Urwa yang
berada di sekelilingnya jadi gelisah. Kata 'Urwa ketika sedang
mengembuskan napas terakhir:
"Suatu kehormatan telah diberikan Tuhan kepadaku, suatu
kesaksian oleh Tuhan telah dilimpahkan kepadaku. Yang kualami
ini sama seperti yang dialami para syuhada yang berjuang di
samping Rasulullah - s.a.w. - sebelum meninggalkan kita."
Kemudian dimintanya supaya ia dikuburkan bersama-sama para
syuhada. Oleh keluarganya ia pun dikuburkan bersama-sama
mereka.
Tetapi nyatanya darah 'Urwa tidak sia-sia mengalir.
Kabilah-kabilah yang berada di sekitar Ta'if semuanya sudah
masuk Islam. Disini mereka menyadari bahwa apa yang telah
diperbuat Thaqif terhadap pemimpin itu adalah suatu dosa
besar. Akibat perbuatan itu Thaqif menyadari juga, bahwa
mereka merasa tidak tenang. Setiap ada orang keluar dari
kalangan mereka pasti tertangkap. Sekarang mereka yakin, bahwa
bila tidak diadakan suatu perdamaian atau semacam gencatan
senjata, pasti nasib mereka akan hilang tak ada artinya.
Segera mereka mengadakan perundingan dengan sesama mereka.
Mereka mengusulkan kepada pemimpin mereka ['Abd Yalail] supaya
ia berangkat menemui Nabi dan mengusulkan suatu perdamaian
Thaqif.
Akan tetapi 'Abd Yalail kuatir akan mengalami nasib seperti
yang dialami 'Urwa b. Mas'ud dari masyarakatnya sendiri. Ia
tidak akan berangkat menemui Muhammad kalau tidak diantar oleh
lima orang lainnya, dengan keyakinan bahwa kalau ia berangkat
dengan mereka lalu kembali pulang, mereka akan dapat menggarap
golongannya masing-masing.
Ketika sudah mendekati Medinah dan Mughira b. Syu'ba berjumpa
dengan mereka, ia pergi cepat-cepat hendak menyampaikan berita
kedatangan mereka itu kepada Nabi. Abu Bakr juga melihatnya ia
sedang berjalan ccpat-cepat itu. Setelah ia mengetahui maksud
kedatangan mereka dari Mughira, dimintanya biarlah dia yang
akan meneruskan berita gembira itu kepada Rasulullah. Dan Abu
Bakr pun masuk menyampaikan berita kedatangan perutusan Thaqif
itu kepada Nabi.
Tetapi sebenarnya perutusan ini masih juga mau membanggakan
golongannya. Mereka masih juga mau mengingat-ingat pengepungan
Nabi di Ta'if yang kemudian kembali. Kendatipun Mughira sudah
memberitahukan mereka bagaimana caranya memberi salam secara
Islam kepada Nabi, namun mereka tidak mau juga dan akan
memberi salam hanya dengan cara jahiliah itu juga.
Kemudian mereka memasang sebuah qubba - kemah bulat1 yang khas
di sebelah mesjid. Mereka memasang kemah itu sebab mereka
masih sangat berhati-hati sekali terhadap Muslimin, dan belum
yakin. Yang menjadi perantara antara mereka dengan Rasulullah
dalam perundingan itu ialah Khalid b. Sa'id bin'l-'Ash. Mereka
tidak mau merasakan makanan yang datang dari pihak Nabi
sebelum dicoba dimakan terlebih dahulu oleh Khalid. Sebagai
perantara orang ini menyampaikan kepada Muhammad bahwa mereka
menerima Islam, dengan permintaan supaya Lat berhala mereka
itu dibiarkan selama tiga tahun jangan dihancurkan, dan mereka
supaya dibebaskan dari kewajiban sembahyang. Tetapi permintaan
mereka itu samasekali ditolak oleh Muhammad. Permintaan mereka
sekarang dikurangi lagi: supaya Lat dibiarkan selama dua tahun
lalu berubah menjadi satu tahun, selanjutnya menjadi satu
bulan saja, setelah mereka kembali kepada golongan mereka.
Akan tetapi penolakannya itu sudah tegas sekali dan tidak lagi
ragu-ragu atau dapat ditawar-tawar.
Bagaimana mereka mengharapkan dari Nabi, yang mengajak manusia
menyembah hanya kepada Tuhan Yang Tunggal dan menghancurkan
semua berhala tanpa ampun, akan sudi membiarkan soal berhala
mereka itu, meskipun masyarakatnya sendiri tidak kurang pula
gigihnya seperti pada pihak Thaqif di Ta'if. Buat manusia,
yang ada hanyalah: dia beriman atau tidak beriman, di luar itu
yang ada hanya syak (skeptis) dan serba sangsi. Sedang syak
dan iman tidak bisa bertemu dalam satu jantung, sama halnya
seperti iman dan kufur. Membiarkan Lat - datuknya Banu Thaqif
itu - berarti suatu perlambang bahwa mereka masih saling
berganti ibadat antara berhala dengan Tuhan, dan ini adalah
perbuatan mempersekutukan Tuhan, sedang Tuhan takkan
mengampuni dosa orang yang mempersekutukan Tuhan.
Sekarang pihak Thaqif minta dibebaskan dari kewajiban
menjalankan salat. Tetapi Muhammad menolak dengan mengatakan:
Tidak baik agama yang tidak disertai salat. Kemudian tidak
lagi pihak Thaqif mempertahankan Lat itu, mereka mau menerima
Islam dan menjalankan salat. Tetapi mereka masih meminta
berhala-berhala itu jangan dihancurkan oleh tangan mereka
sendiri. Mereka orang baru dalam mengenal iman, dan masyarakat
mereka yang masih menunggu mereka kembali itu ingin mengetahui
apa benar yang sudah mereka lakukan. Hendaknya Muhammad
membebaskan mereka untuk tidak menghancurkan sendiri apa yang
mereka sembah dan disembah nenek-moyang mereka itu. Dalam hal
ini Muhammad menganggap tidak perlu berkeras. Akan sama saja,
berhala itu dihancurkan oleh tangan orang-orang Thaqif atau
oleh tangan orang lain. Yang penting berhala itu dibinasakan,
dan pihak Thaqif hanya akan menyembah Tuhan Yang Maha Esa.
Kata Nabi a.s.:
"Kami akan membebaskan kamu menghancurkan berhala-berhalamu
itu dengan tanganmu sendiri."
Untuk mengurus mereka itu kekuasaan diberikan kepada 'Uthman
b. Abi'l-'Ash - orang yang paling muda usianya di antara
mereka. Dalam usia semuda itu ia diberi kekuasaan mengurus
mereka, karena dialah yang paling sungguh-sungguh dalam
memahami hukum Islam dan pendidikan Qur'an, dengan disaksikan
oleh Abu Bakr dan orang-orang yang mula-mula dalam Islam.
Utusan Banu Thaqif itu tinggal dengan Muhammad sampai akhir
bulan puasa. Mereka ikut berpuasa bersama-sama dan
dikirimkannya pula makanan kepada mereka untuk sahur dan
berbuka. Bilamana sudah tiba saatnya mereka akan kembali
kepada golongannya, Muhammad berpesan kepada 'Uthman b.
Abi'l-'Ash dengan mengatakan:
"Ringkaskanlah dalam bersembahyang dan ambil orang yang lemah
sebagai ukuran. Diantara mereka itu ada orang tua, ada yang
masih anak-anak, ada yang lemah dan yang mempunyai keperluan."
Perutusan itu kemudian kembali ke negeri mereka. Untuk
melaksanakan pembinasaan Lat itu, Nabi mengutus bersama mereka
Abu Sufyan b. Harb dan Mughira b. Syuiba. Kedua mereka ini
memang sudah mempunyai hubungan yang baik dan akrab dengan
Banu Thaqif. Bilamana Abu Syufyan dan Mughira tiba dan Mughira
menghancurkan berhala itu, wanita-wanita Thaqif karena merasa
sedih mereka menangis, tapi tiada seorang yang berani
mendekatinya, karena memang sudah ada persetujuan antara
perutusan Thaqif dengan Nabi untuk membinasakan berhala itu.
Mughira mengambil semua harta Lat termasuk perhiasannya untuk
dipergunakan membayar utang-utang 'Urwa dan Aswad - atas
perintah Rasul dan dengan persetujuan Abu Sufyan.
Jadi dengan runtuhnya berhala Lat dan Ta'if masuk Islam, maka
seluruh Hijaz sekarang sudah menjadi Islam. Pengaruh Muhammad
sekarang membentang dari wilayah Rumawi di utara sampai ke
daerah Yaman dan Hadzramaut di selatan. Daerah-daerah
selebihnya di bagian selatan jazirah ini semua sudah pula
bersiap-siap hendak menggabungkan diri ke dalam agama baru
ini. Dengan segala kekuatan yang ada semua ini sudah siap
membela agama dan tanah air masing-masing. Sementara itu
utusan-utusan terus berdatangan dari segenap penjuru. Mereka
semua menuju Medinah, untuk menyatakan kesetiaannya, untuk
menyatakan diri masuk Islam.
Sementara para utusan itu berturut-turut datang ke Medinah
dari bulan ke bulan, akhirnya bulan Haji pun sudah pula di
ambang pintu. Sampai pada waktu itu Nabi tidak menunaikan
kewajiban itu seluruhnya seperti yang dilakukan kaum Muslimin
dewasa ini. Adakah kita lihat ia pergi dalam tahun ini sebagai
tanda syukur kepada Tuhan karena pertolongan yang diberikanNya
dalam menghadapi Rumawi, memasukkan Ta'if ke dalam pangkuan
Islam serta perutusan yang datang kepadanya dari segenap
penjuru?
Sebenarnya di semenanjung itu masih juga ada orang-orang yang
belum beriman kepada Allah dan kepada Rasul, masih juga ada
orang-orang kafir dan masih juga ada orang-orang Yahudi dan
Nasrani. Sedang orang-orang kafir masih berpegang pada adat
lembaga jahiliah. Dalam bulan-bulan suci mereka masih
berziarah ke Ka'bah, sedang orang-orang kafir kotor. Jadi
kalau begitu, biar dia akan tinggal saja di Medinah, sampai
Tuhan menyelesaikan FirmanNya, sampai Tuhan mengijinkan ia
pergi berhaji ke Baitullah. Biar Abu Bakr saja memimpin orang
naik haji.
Pada waktu itulah Abu Bakr memimpin 300 orang Muslimin menuju
Mekah. Akan tetapi mungkin dari tahun ke tahun orang musyrik
masih juga akan tetap berziarah ke Baitullah yang suci.
Bukankah secara umum antara Muhammad dengan orang-orang itu
sudah ada suatu perjanjian bahwa tidak boleh orang dirintangi
datang ke Ruimah Suci, dan orang tidak boleh merasa takut
selama dalam bulan-bulan suci? Bukankah antara dia dengan
kabilah-kabilah Arab sudah ada perjanjian-perjanjian sampai
saat-saat tertentu? Selama ada perjanjian-perjanjian demikian,
selama itu pula orang-orang yang mempersekutukan Tuhan dan
menyembah yang selain Tuhan itu akan tetap berziarah ke
Baitullah, dan Muslimin pun akan selalu menyaksikan cara
peribadatan jahiliah di bawah matanya sendiri, dilangsungkan
di sekitar Ka'bah; sedang menurut perjanjian-perjanjian khusus
dan perjanjian secara umum tak ada alasan menghalangi orang
datang berhaji dan beribadat di tempat itu.
Kalau berhala-berhala yang disembah orang-orang Arab itu sudah
banyak yang dihancurkan dan berhala-berhala yang dulu di dalam
Ka'bah dan di sekitarnya sudah pula dimusnahkan, maka suatu
pertemuan dalam Baitullah yang suci dengan nmempersatukan
orang-orang yang berontak pada kehidupan syirik dan paganisma,
dengan orang-orang yang tetap dalam kehidupan syirik dan
paganismanya itu, adalah suatu kontradiksi yang tak dapat
dimengerti. Kalau orang dapat memahami orang-orang Yahudi dan
Nasrani pergi berziarah ke Bait'l-Maqdis (Yerusalem) sebab itu
adalah Tanah yang dijanjikan buat orang-orang Yahudi, dan
tempat kelahiran Isa Almasih buat orang-orang Nasrani, maka
orang tidak akan dapat memahami pertemuan dua macam
peribadatan dalam sebuah tempat, di tempat itu berhala-berhala
dihancurkan dan di tempat itu pula berhala-berhala yang sudah
dihancurkan itu disembah. Oleh karena itu, sudah wajar sekali
apabila orang-orang musyrik itu tidak boleh lagi mendekati
Rumah Suci yang sudah dibersihkan dari segala kehidupan syirik
dan segala macam suasana paganisma. Dalam hal inilah ayat-ayat
dalam Surah Bara'ah (At-Taubah (9) itu turun. Tetapi musim
haji kini sudah dimulai dan orang-orang musyrik sudah pula ada
yang datang dari pelosok-pelosok hendak menjalankan
upacaranya. Baiklah pertemuan sekali ini menjadi saat
menyampaikan perintah Allah kepada mereka dalam memutuskan
segala perjanjian antara paganisma dengan iman, kecuali buat
perjanjian yang dibuat untuk waktu tertentu ia tetap berlaku
sampai pada waktu yang sudah ditentukan itu.
(bersambung ke bagian 2/3)
Bapakku
Bapakku yang Sangat Tegas Akan Sesuatu yang Dia Anggap Fundamental, Berprinsip Kuat. Sangat Religius. Jawa Banyumasan. Gualakeee Poll, hehehe...
Read More







0 komentar:
Post a Comment