Selamat Datang Di Emye Private Blog
Membaca, mendengar, dan menterjemahkan Al Qur'an
Sedikit Bigraphy Singkat tentang Aku.
Title

Bapakku

Bapakku yang Sangat Tegas Akan Sesuatu yang Dia Anggap Fundamental, Berprinsip Kuat. Sangat Religius. Jawa Banyumasan. Gualakeee Poll, hehehe...

Read More
Title

Ibuku

Ibuku.., Seorang Wanita yang Sangat Kuat, Tegar dan Banyak Akal. Bisa Menjadi Seorang Ibu Sekaligus "seorang ayah" Juga. Smart dalam bertahan hidup, Sabar di Keseharian, Walau Galak Tapi Pemaaf... Saluut Untukmu Mah...!

Read More
Title

Aku Yang...

Inilah Yang Dulu Selalu Mencari Masalah, dan Terkena Masalah dan Hampir Terkubur Karenanya.. Berharap Maaf dariNYA, Kedua Orangtuaku dan Juga Kalian Semua.. Do'akan RidhoNYA Untukku ya.. Terimakasih Untuk Kalian Semua...

Read More
Title

Rumahku Hidupku..No Place Like Home

Di Sinilah Awal Semua Kisahku.., Di Awali Dengan Kasih Sayang dan Pengharapan dan Di Jalani Dengan Kegilaan lalu Berakhir dengan Keterpurukan. No More Fly..No More Sky and No More Cry...

Read More
Title

Seberkas CahayaNYA...

Menunggu dan Berharap Banyak dariNYA... Jawaban dan Ampunan Setelah Doa-doa yang Kutambatkan.. Setiap Detik, Setiap Saat Sebelum Saat Akhir Hidupku Tiba...

Read More
Title

Pikirkan Dulu!

Pikirkan dan Pertimbangkan Semua Pilihan. Karena Kau Harus Memilih, Gunakan Kata Hatimu. Ambil Apa Yang Baik Dari Kisahku Kawan.. Semua Hikmah. Sekarang atau Tidak Sama Sekali..!!!?

Read More

Sejarah Hidup Rasulullah Muhammad SAW

October 19, 2011
 
BAGIAN KEDUAPULUH LIMA: HUNAIN DAN TA'IF                 (2/2)
 Muhammad Husain Haekal
 
 Jadi sahabat-sahabat itu oleh Muhammad diperintahkan berangkat
 ke  Ta'if  dan  mengepung  Thaqif  yang dipimpin oleh Malik b.
 'Auf. Ta'if adalah sebuah  kota  yang  sangat  kukuh  tertutup
 rapat  oleh  pintu-pintu  gerbang seperti kebanyakan kota-kota
 negeri  Arab  ketika  itu.  Penduduk  kota  ini  sudah   punya
 pengetahuan  dalam  soal kepung-mengepung dalam peperangan dan
 punya kekayaan yang cukup besar pula untuk  membuat  perkubuan
 yang  kuat.  Dalam perjalanan itu Muslimin singgah di Liya. Di
 tempat ini ada sebuah benteng khusus buat Malik b. 'Auf,  yang
 kemudian   mereka   hancurkan,   demikian  juga  sebuah  kebun
 kepunyaan  pihak  Thaqif   mereka   hancurkan   selama   dalam
 perjalanan itu.
 
 Bilamana  Muslimin  sudah  sampai di Ta'if, Nabi memerintahkan
 pasukannya  berhenti  dan  bermarkas  di   dekat   kota   itu.
 Sahabat-sahabat dikumpulkan dan mereka berunding apa yang akan
 mereka lakukan. Tetapi pihak Thaqif begitu melihat mereka dari
 atas  perbentengan,  dihujaninya mereka dengan serangan panah,
 sehingga tidak sedikit pihak Muslimin yang terbunuh. Dan tidak
 pula  mudah  kaum Muslimin dapat menyerbu benteng-benteng yang
 sangat kukuh itu. Suatu cara lain harus  mereka  tempuh  bukan
 seperti  yang  selama  ini  mereka  lakukan  ketika  mengepung
 Quraiza dan Khaibar. Dapatkah kita menduga, bahwa kalau  hanya
 dikepung saja sampai mengalami kelaparan pihak Thaqif itu akan
 mau menyerah? Dan kalau akan mereka serbu  saja,  dengan  cara
 baru bagaimana harus mereka lakukan?
 
 Inilah beberapa masalah yang perlu dipikirkan dan akan memakan
 waktu.  Jadi  sebaiknya  pasukan  ini  harus  ditarik   mundur
 jauh-jauh   dari   sasaran   panah,  supaya  jangan  ada  lagi
 orang-orang  Islam  yang  akan  mengalami  bencana  dan  tewas
 karenanya.  Sesudah  itu  boleh  Muhammad  memikirkan apa yang
 harus dilakukannya.
 
 Dengan perintah Nabi 'a.s.  markas  itu  sekarang  dipindahkan
 jauh  dari  sasaran  panah,  dipindahkan ke sebuah tempat yang
 kemudian setelah Ta'if menyerah dan menerima Islam dibangunnya
 mesjid  Ta'if  di  tempat  itu.  Hal  ini  sudah menjadi suatu
 keharusan. Anak panah  Thaqif  sudah  menewaskan  delapanbelas
 orang  Islam,  dan  tidak  sedikit  pula  yang  telah mendapat
 luka-luka, diantaranya salah seorang anak Abu Bakr.  Disamping
 tempat  itu, yang sudah jauh dari sasaran panah, dipasang pula
 dua buah kemah dari kulit berwarna merah untuk  tempat-tinggal
 kedua  isteri  Nabi  -  Umm  Salama dan Zainab - yang sejak ia
 meninggalkan  Medinah,  ikut  bersama-sama  dalam   perjalanan
 menghadapi   peristiwa-peristiwa  itu.  Diantara  kedua  kemah
 inilah Muhammad melakukan salat. Dan agaknya Mesjid Ta'if  itu
 pun di tempat ini pula dibangun.

 Kaum Muslimin tinggal di tempat itu sambil menantikan apa yang
 akan ditentukan  Tuhan  terhadap  mereka  dan  terhadap  lawan
 mereka  itu nanti. Ada salah seorang orang Arab gunung berkata
 kepada Nabi: Orang-orang Thaqif yang dalam  benteng  itu  sama
 seperti rubah yang di dalam liangnya. Untuk dapat mengeluarkan
 mereka meminta waktu  lama.  Kalau  dibiarkan  saja,  juga  ia
 takkan  mengganggu.  Tetapi  Muhammad  sudah tidak mau kembali
 lagi sebelum mendapatkan sesuatu dari pihak Thaqif. Banu  Daus
 [salah  satu  kabilah  yang tinggal di bawah Mekah] yang sudah
 berpengalaman dalam menggunakan manjaniq3 dan  "tank,"4  salah
 seorang  pemimpinnya  adalah  Tufail,  yang  sudah  bersahabat
 dengan Muhammad sejak perang Khaibar, dan yang  sekarang  ikut
 pula  mengepung  Ta'if.  Orang ini oleh Nabi diutus memintakan
 bantuan kepada kabilahnya itu.
 
 Kemudian orang ini datang kembali sudah membawa beberapa orang
 dari  golongan  itu lengkap dengan alat-alat. Mereka sampai di
 Ta'if empat hari  kemudian  setelah  kota  itu  dikepung  oleh
 Muslimin.  Disinilah  pihak  Muslimin  menyerang  Ta'if dengan
 manjaniq, dan beberapa orang menyerbu dengan  masuk  ke  dalam
 "tank"  untuk  menerobos  dinding-dinding  benteng itu. Tetapi
 pihak Ta'if tidak kurang pula pandainya sehingga mereka  dapat
 memaksa  lawannya  harus  melarikan diri juga. Beberapa batang
 besi  mereka  panaskan;  bilamana  sudah  mencair,  besi   itu
 dilemparkannya  ke  arah  "tank"  dan  alat  itu pun terbakar.
 Karena takut terbakar juga tentara Muslirnin pun menyusup lari
 dari  bawah  alat-alat  itu.  Oleh  pihak  Thaqif mereka terus
 diserang dengan panah sehingga banyak pula yang terbunuh.
 
 Jadi perjuangan ini juga tidak berhasil. Pihak Muslimin  tidak
 dapat mengalahkan benteng-benteng yang kukuh itu.

 Sesudah  itu, kiranya apa pula yang harus mereka lakukan? Lama
 sekali Muhammad memikirkan hal ini. Tetapi bukankah  ia  sudah
 dapat   mengalahkan   dan   mengosongkan   Banu   Nadzir  dari
 perkampungannya dengan  jalan  membakar  kebun  kurma  mereka?
 Sekarang kebun anggur Ta'if jauh lebih berharga daripada kebun
 kurma Banu Nadzir Apalagi anggur ini sangat terkenal sekali di
 seluruh  tanah  Arab  yang membuat Ta'if bangga sebagai tempat
 yang paling subur di seluruh jazirah, dan sebagai wahah, Ta'if
 seolah surga di tengah-tengah padang sahara.
 
 Perintah  Muhammad oleh kaum Muslimin sudah akan dilaksanakan.
 Mereka akan menebangi dan membakari tanaman-tanaman anggur itu
 - yang sampai sekarang masih tetap terkenal seperti dulu juga.
 Melihat hal ini orang-orang Thafiq yakin sekali bahwa Muhammad
 memang  bersungguh-sungguh.  Mereka  mengutus  orang kepadanya
 supaya kebun itu diambil saja kalau mau,  kalau  tidak  supaya
 dibiarkan  mengingat  pertalian  keluarga  antara  dia  dengan
 mereka yang masih berkerabat itu. Muhammad segera menangguhkan
 hal itu, dan kemudian ia berseru kepada kalangan Thaqif, bahwa
 barangsiapa  dari  penduduk   Ta'if   yang   bersedia   datang
 kepadanya,   orang  itu  akan  dimerdekakan.  Hampir  sebanyak
 duapuluh orang dari mereka  lalu  melarikan  diri  dan  datang
 kepadanya.  Dari mereka inilah kemudian diketahui, bahwa dalam
 benteng-benteng itu terdapat  persediaan  makanan  yang  cukup
 untuk  waktu  lama.  Oleh  karena  itu  ia  berpendapat  bahwa
 pengepungan  ini  akan  meminta  waktu  yang  panjang,  sedang
 pasukannya   sudah  mau  pulang  akan  membagi-bagikan  barang
 rampasan perang  yang  sudah  mereka  peroleh.  Kalau  diminta
 supaya   mereka   tetap  tinggal  juga,  mungkin  mereka  akan
 kehilangan kesabaran. Disamping itu bulan suci pun sudah dekat
 pula dan perang tidak diperkenankan.
 
 Oleh  karena  itu  ia  lebih senang pengepungan itu dibubarkan
 saja sesudah satu bulan berjalan. Ketika itu  bulan  Zulhijah,
 bulan  muda  sudah  keluar.  Dengan  pasukannya itu ia kembali
 hendak melakukan umrah, dan diingatkannya pula, bahwa ia sudah
 bersiap hendak ke Ta'if bila bulan suci sudah lalu.
 
 Muhammad  dan  kaum  Muslimin  yang  lain  sekarang  berangkat
 meninggalkan Ta'if menuju Ji'rana, tempat barang rampasan  dan
 tawanan perang itu ditinggalkan. Di tempat ini mereka berhenti
 mengadakan  pembagian.  Seperlima  di  antaranya  oleh   Rasul
 dipisahkan  buat  dirinya dan yang selebihnya dibaginya kepada
 para sahabat. Tetapi tatkala mereka di Ji'rana ini,  tiba-tiba
 datang  utusan  dari  pihak  Hawazin  yang  sudah masuk Islam.
 Mereka ini  mengharapkan,  supaya  harta  mereka,  wanita  dan
 anak-anak  dikembalikan kepada mereka karena sudah sekian lama
 mereka berpisah, dan sudah sekian lama pula  mereka  mengalami
 kepahitan  hidup.  Utusan  itu  datang menemui Muhammad. Salah
 seorang dari mereka berkata:
 
 "Rasulullah, di tempat-tempat berpagar,5  orang-orang  tawanan
 itu  terdapat  juga bibi-bibimu dari pihak ayah dan pihak ibu,
 ibu-ibu yang dulu pernah  memeliharamu.  Jika  sekiranya  kami
 yang  menyusui  Harith b. Abi Syimr atau Nu'man bin'l-Mundhir,
 kemudian ia datang melihat keadaan kami seperti yang  kaualami
 sekarang   ini,   tentu   kami   manfaatkan  dan  kami  mintai
 belas-kasihannya.  Konon  pula  engkau,  yang  sudah  mendapat
 pemeliharaan yang terbaik."
 
 Mereka  tidak  salah  dalam  mengingatkan Muhammad akan adanya
 hubungan dan pertalian keluarga  itu.  Dari  kalangan  tawanan
 perang  itu  terdapat seorang wanita yang sudah berusia lanjut
 mendapat perlakuan keras dari  tentara  Muslimin.  Wanita  itu
 berkata  kepada  mereka:  "Kamu  tahu, bahwa aku masih saudara
 susuan dengan kawanmu itu."
 
 Karena mereka tidak percaya,  oleh  mereka  ia  dibawa  kepada
 Muhammad,  yang  ternyata segera mengenalnya, bahwa wanita itu
 Syaima'   bint'l-Harith   ibn   'Abd'l-Uzza.   Dimintanya   ia
 kedekatnya  dan  dihamparkannya  mantelnya supaya ia duduk. Ia
 dipersilakan memilih - kalau senang tinggal, boleh tinggal dan
 kalau  ingin  pulang akan diantarkan kepada kabilahnya. Tetapi
 ternyata wanita itu ingin  pulang  juga  kepada  masyarakatnya
 sendiri.
 
 Meningkat   hubungan   Muhammad   dengan  mereka  yang  datang
 menyerahkan diri dari Hawazin itu demikian rupa,  sudah  wajar
 sekali  apabila  ia  bersikap penuh kasih sayang kepada mereka
 dan memenuhi  pula  permintaan  mereka.  Sejak  dahulu  memang
 demikian  inilah  sifatnya,  kepada  siapa  saja  yang  pernah
 mengulurkan  tangan  kepadanya.  Tahu  berterima   kasih   dan
 mengingat budi orang sudah menjadi bawaan dan sifatnya.
 
 Setelah mendengar kata-kata mereka itu ia bertanya:
 
 "Anak-anak  dan  isteri-isteri  kamu  ataukah  harta kamu yang
 lebih kamu sukai?"
 
 "Rasulullah," jawab mereka, "kami disuruh memilih antara harta
 dengan  sanak  keluarga  kami? Mengembalikan isteri-isteri dan
 anak-anak kami tentu itulah yang kami sukai."
 
 Lalu kata Nabi 'a.s.;
 
 "Apa yang ada padaku dan pada Banu 'Abd'l-Muttalib,  itu  akan
 kuserahkan  kembali kepadamu. Bilamana nanti sudah selesai aku
 memimpin orang salat lohor hendaklah kamu berdiri dan katakan:
 'Kami  meminta  bantuan  Rasulullah  kepada  kaum Muslimin dan
 meminta  bantuan  kaum  Muslimin  kepada  Rasulullah  mengenai
 anak-anak  kami  dan wanita-wanita kami.' Maka ketika itu akan
 kuserahkan kepadamu, dan akan kumintakan buat kamu."
 
 Setelah apa yang diucapkan Nabi itu dilaksanakan oleh Hawazin,
 ia berkata lagi:
 
 "Apa  yang  ada padaku dan pada Banu 'Abd'l-Muttalib, itu akan
 kuserahkan kembali kepadamu."
 
 Ketika itu juga kaum Muhajirin berkata:
 
 "Apa yang ada pada kami, itu kami serahkan kepada Rasulullah."
 
 Dan ini juga yang dikatakan oleh kaum Anshar.
 
 Tetapi Aqra' ibn Habis atas nama Tamim dan  'Uyaina  b.  Hishn
 menolak,  demikian juga Abbas b. Mirdas atas nama Banu Sulaim.
 Akan tetapi Banu Sulaim sendiri tidak mengakui penolakan Abbas
 itu. Dalam hal ini Nabi berkata:
 
 "Barangsiapa  mau mempertahankan haknya atas tawanan itu, maka
 untuk setiap orang ia akan mendapat  ganti  enam  bagian  dari
 tawanan yang mula-mula didapat."

 Dengan   demikian  wanita-wanita  dan  anak-anak  Hawazin  itu
 dikembalikan kepada kabilahnya setelah mereka menyatakan  diri
 masuk  Islam.  Kepada  utusan  Hawazin itu Muhammad menanyakan
 Malik b. 'Auf. Setelah diberitahukan bahwa orang itu masih  di
 Ta'if   dengan   Thaqif,   dimintanya   kepada  mereka  supaya
 disampaikan: kalau dia mau datang dengan sudah menerima Islam,
 maka  keluarga  dan  harta bendanya akan dikembalikan dan akan
 diberi pula seratus ekor unta.
 
 Sekarang orang mulai merasa kuatir - kalau Muhammad memberikan
 ini  kepada  setiap  utusan yang datang - rampasan perang yang
 menjadi bagian mereka akan jadi  berkurang.  Oleh  karena  itu
 mereka  mendesak  supaya  tiap-tiap orang mengambil bagiannya.
 Dan  mereka  terus  saling  berbisik.  Bisikan  demikian   ini
 tampaknya  sampai juga kepada Nabi, yang dalam hal ini ia lalu
 berdiri di samping seekor unta, diambilnya  seutas  bulu  dari
 ponok unta itu, dan sambil dipegang dengan jari dan diacungkan
 ke atas ia berkata:
 
 "Saudara-saudara.6 Demi Allah! Bagianku  dari  harta  rampasan
 dan  dari bulu ini hanya seperlima; ini pun sudah dikembalikan
 kepada kamu." Kemudian dimintanya kepada mereka  masing-masing
 supaya  harta  rampasan  itu  dikembalikan dan dengan demikian
 dapat dibagi secara adil. "Barangsiapa  mengambil  ini  secara
 tidak  adil  sekalipun  hanya  sebentar  jarum, maka buat yang
 bersangkutan ini suatu cemar, api dan aib sampai hari kiamat."
 
 Muhammad mengatakan itu dengan sikap marah  setelah  mantelnya
 yang  mereka ambil dikembalikan, dan setelah mengatakan kepada
 mereka: "Kembalikan mantelku itu, saudara-saudara. Demi Allah,
 andaikata  kamu mempunyai ternak sebanyak pohon di Tihama ini,
 tentu kubagi-bagikan kepada kamu,  kemudian  akan  kamu  lihat
 bahwa aku bukan orang yang kikir, pengecut dan pembohong."
 
 Kemudian  rampasan  perang  itu dibagi lima dan yang seperlima
 diberikan  kepada  mereka  yang  paling  sengit   memusuhinya.
 Seratus  ekor  unta  diberikan masing-masing kepada Abu Sufyan
 dan Mu'awiya anaknya, Harith bin'l-Harith b. Kalada, Harith b.
 Hasyim,  Suhail  b.  'Amr,  Huwaitib  b.  'Abd'l-'Uzza, kepada
 bangsawan-bangsawan dan kepada beberapa  pemuka  kabilah  yang
 telah  mulai  lunak  hatinya  setelah pembebasan Mekah. Kepada
 mereka yang kekuasaan dan kedudukannya kurang dari yang  tadi,
 diberi  lima  puluh ekor unta. Jumlah yang mendapat bagian itu
 mencapai puluhan orang. Ketika itu Muhammad menunjukkan  sikap
 sangat  ramah  dan murah hati, yang membuat orang yang tadinya
 sangat  memusuhinya,  lidah   mereka   telah   berbalik   jadi
 memujinya.  Tiada  seorang  dari  mereka  yang  perlu  diambil
 hatinya itu yang tidak dikabulkan segala keperluannya
 
 Ketika Abbas b. Mirdas mendapat beberapa ekor  unta  ia  tidak
 senang  hati  dan  mencela karena menurut anggapannya 'Uyaina,
 Aqra' dan yang lain  tampaknya  lebih  diutamakan.  Lalu  Nabi
 berkata:  "Temui  dia  dan  berilah  lagi  supaya dia puas dan
 diam."7
 
 Lalu diberi lagi sampai dia puas. Dan itulah yang membuat  dia
 diam.
 
 Akan  tetapi  tindakan  Nabi  mengambil  hati orang-orang yang
 tadinya  merupakan  musuh  besar  itu,  telah  menjadi   bahan
 pembicaraan  di  kalangan  Anshar,  dan  satu sama lain mereka
 berkata:
 
 "Rasulullah telah bertemu dengan masyarakatnya sendiri." Dalam
 hal  ini  Sa'd b. 'Ubada berpendapat akan meneruskan kata-kata
 Anshar itu kepada Nabi dan akan mendukung pula pendapat mereka
 itu
 
 "Sekarang  kumpulkan  masyarakatmu  di  tempat berpagar ini,"8
 kata Nabi.
 
 Setelah oleh Sa'd mereka dikumpulkan dan kemudian Nabi datang,
 maka terjadi dialog berikut:
 
 Muhammad:  "Saudara-saudara  kaum  Anshar.  Suatu desas-desus9
 berasal  dari  kamu  yang  telah  disampaikan   kepadaku   itu
 merupakan  suatu  perasaan  yang  ada  dalam  hatirnu terhadap
 diriku, bukan? Bukankah kamu dalam kesesatan ketika aku datang
 lalu Tuhan membimbing kamu? Kamu dalam kesengsaraan lalu Tuhan
 memberikan kecukupan kepadamu, kamu  dalam  permusuhan,  Tuhan
 mempersekutukan kamu?"
 
 Anshar:  "Ya, memang! Tuhan dan Rasul juga yang lebih bermurah
 hati."
 
 Muhammad: "Saudara-saudara kaum Anshar.  Kamu  tidak  menjawab
 kata-kataku?"
 
 Anshar:  "Dengan  apa  harus kami jawab, ya Rasulullah? Segala
 kemurahan hati dan kebaikan itu ada pada Allah  dan  Rasul-Nya
 juga."
 
 Muhammad: "Ya, sungguh, demi Allah! Kalau kamu mau, tentu kamu
 masih dapat mengatakan -  kamu  benar  dan  pasti  dibenarkan:
 'Engkau  datang  kepada  kami  didustakan  orang, kamilah yang
 mempercayaimu.  Engkau  ditinggalkan   orang,   kamilah   yang
 menolongmu.  Engkau  diusir,  kamilah  yang  memberimu tempat.
 Engkau dalam sengsara, kami yang menghiburmu.' Saudara-saudara
 dari  Anshar!  Adakah  sekelumit juga rasa keduniaan itu dalam
 hati kamu? Dengan itu aku telah mengambil hati suatu  golongan
 supaya mereka sudi menerima Islam, sedang terhadap keislamanmu
 aku sudah percaya. Tidakkah kamu rela, saudara-saudara Anshar,
 apabila  orang-orang itu pergi membawa karnbing, membawa unta,
 sedang kamu pulang membawa Rasulullah ke tempat kamu? Demi Dia
 Yang memegang hidup Muhammad! Kalau tidak karena hijrah, tentu
 aku termasuk orang Anshar. Jika orang menempuh suatu jalan  di
 celah gunung, dan Anshar menempuh jalan yang lain, niscaya aku
 akan menempuh jalan  Anshar.  Allahuma  ya  Allah,  rahmatilah
 orang-orang Anshar, anak-anak Anshar dan cucu-cucu Anshar."
 
 Semua itu oleh Nabi diucapkan dengan kata-kata penuh keharuan,
 penuh rasa cinta dan kasih sayang kepada  mereka  yang  pernah
 memberikan  ikrar, pernah memberikan pertolongan dan satu sama
 lain saling memberikan kekuatan. Begitu besar keharuannya itu,
 sehingga  orang-orang  Anshar  pun  menangis,  sambil berkata,
 "Kami rela dengan Rasulullah sebagai bagian kami."
 
 Dengan demikian  Nabi  telah  memperlihatkan  ketidaksukaannya
 pada  harta  yang  telah  diperoleh sebagai rampasan perang di
 Hunain itu, yang sebenarnya belum pernah  ada  suatu  rampasan
 perang    diperoleh    sebanyak    itu.    Ia   memperlihatkan
 ketidaksukaannya  pada  harta  itu   sebagai   langkah   dalam
 mengambil  hati  mereka - yang dalam beberapa minggu yang lalu
 masih musyrik - dapat melihat bahwa dalam agama yang baru  itu
 ada  kebahagiaan  hidup dunia dan akhirat. Kalau dalam membagi
 harta itu Muhammad sendiri sudah merasa payah sekali  sehingga
 menimbulkan pertanyaan di kalangan Muslimin; dan kalau pun ini
 telah membawa kemarahan pihak Anshar karena ia telah  bermurah
 hati  kepada  mereka  yang  perlu dijinakkan itu, namun dengan
 demikian ia telah memperlihatkan sikap  yang  adil,  pandangan
 yang jauh serta kebijaksanaan politik yang baik sekali. Dengan
 demikian ia telah berhasil mengajak ribuan orang  Arab  ini  -
 semua  dengan  senang  hati,  dengan  perasaan lega - bersedia
 memberikan nyawanya demi jalan Allah.
 
 Selanjutnya Rasul pun berangkat  dari  Ji'rana  menuju  Mekah,
 hendak  menunaikan  umrah. Selesai melakukan umrah ia menunjuk
 'Attab b. Asid sebagai  tenaga  pengajar  untuk  Mekah  dengan
 didampingi  oleh  Mu'adh  b.  Jabal  guna mengajar orang-orang
 memperdalam agama dan mengajarkan Qur'an.
 
 Ia kembali pulang ke Medinah bersama  orang-orang  Anshar  dan
 Muhajirin.  Sementara  Nabi  tinggal  di  kota  ini lahir pula
 anaknya Ibrahim, dan selama beberapa waktu itu,  setelah  agak
 merasakan  adanya  ketenangan  hidup,  kemudian  ia  pun harus
 bersiap-siap pula menghadapi perang Tabuk di Syam.
 
 Catatan kaki:
 
  1 Harfiah, 'kupenuhi panggilanmu', yakni aku siap (A).
    
  2 'Uqiya. 'Dahulu kala sama dengan 40 dirham (drakhma)
    dan di luar hadis sama dengan setengah 1/6 rati, yakni
    1/12 bagian, dan ini tergantung kepada istilah negeri
    masing-masing' (N). Pada umumnya 'uqiya sekarang ditaksir
    sekitar 30 gram (A).
    
  3 Sebuah pesawat pelempar batu (junuq). Mungkin sama
    dengan ballista yang biasa digunakan dalam peperangan
    dahulu kala (A).
    
  4 Aslinya, dabbaba; dabba melata perlahan-lahan, yakni
    semacam alat dibuat daripada kayu dan kulit, orang masuk
    ke dalam alat tersebut lalu mendekat benteng yang sedang
    dikepung untuk dilubangi atau dibongkar dan mereka
    terlindung dan serangan yang datang dan atas (LA) mungkin
    dapat disamakan dengan testudo semacam alat perang dahulu
    kala, dari bahasa Latin, berarti kura-kura atau kulitnya
    yang dapat melindungi badan. Dalam pengertian sekarang
    kira-kira sama dengan tank (A).
    
  5 Hazira, 'segala yang dilingkungi sesuatu, kadang
    terdiri dari buluh dan papan' (LA) yakni tempat berpagar
    (A).
    
  6 Ayyuhan nas, harfiah: 'Hai manusia' (A).
    
  7 Iqta'u anni lisanahu, yakni 'berilah lagi supaya dia
    puas dan diam' (LA) Harfiah, 'potongkan lidahnya tentang
    aku' (A).
    
  8 Lihat catatan bawah halaman 531 (A).
    
  9 Qalatun, 'Banyak bicara yang akan menimbulkan
    permusuhan' (N), yakni desas-desus (A).
 

0 komentar:

Post a Comment

Just select text on the page and get instant translation from Google Translate!
Google Translate Client