BAGIAN KEDELAPAN BELAS: PERANG KHANDAQ1 DAN BANU QURAIZA
Muhammad Husain Haekal (1/3)
Huyayy b. Akhtab menghasut semua masyarakat Arab
melawan Muslimin - Sepuluh ribu prajurit menuju Medinah
- Salman al-Farisi mengusulkan penggalian parit sekitar
kota - Quraisy dan Ghatafan mengepung kota - Banu
Quraiza melanggar perjanjian dengan pihak Muslimin -
Hilangnya kepercayaan Arab-Yahudi - Kabilah-kabilah
Arab menarik diri dari Medinah - Pengepungan Banu
Quraiza.
SETELAH Medinah dikosongkan dari Banu Nadzir, kemudian setelah
peristiwa Badr Terakhir dan sesudah ekspedisi-ekspedisi
Ghatafan dan Dumat'l-Jandal berlalu, tiba waktunya kaum
Muslimin sekarang merasakan hidup yang lebih tenang di
Medinah. Mereka sudah dapat mengatur hidup, sudah tidak begitu
banyak mengalami kesulitan berkat adanya rampasan perang yang
mereka peroleh dari peperangan selama itu, meskipun dalam
banyak hal kejadian ini telah membuat mereka lupa terhadap
masalah-masalah pertanian dan perdagangan. Tetapi disamping
ketenangan itu Muhammad selalu waspada terhadap segala
tipu-muslihat dan gerak-gerik musuh. Mata-mata selalu
disebarkan ke seluruh pelosok jazirah, mengumpulkan
berita-berita sekitar kegiatan masyarakat Arab yang hendak
berkomplot terhadap dirinya. Dengan demikian ia selalu dalam
siap-siaga, sehingga kaum Muslimin dapat selalu mempertahankan
diri.
Tidak begitu sulit orang menilai betapa perlunya harus
bersikap waspada dan berhati-hati selalu setelah kita melihat
adanya segala macam tipu-muslihat Quraisy dan yang bukan
Quraisy terhadap kaum Muslimin, juga karena negeri-negeri masa
itu - juga sesudah itu sebagian besar dalam perkembangan
sejarahnya masing-masing mereka itu merupakan sekumpulan
republik-republik kecil, yang satu sama lain berdiri
sendiri-sendiri. Mereka masing-masing menggunakan sistem
organisasi yang lebih dekat pada cara-cara kabilah. Hal ini
memaksa mereka harus berlindung pada adat-lembaga dan tradisi
yang ada, yang tidak mudah dapat kita bayangkan seperti halnya
pada bangsa-bangsa yang sudah teratur. Dalam hal ini Muhammad
pun sebagai orang Arab sangat waspada sekali mengingat nafsu
hendak membalas dendam yang ada dalam naluri orang-orang Arab
itu besar sekali. Baik Quraisy maupun Yahudi Banu Qainuqa' dan
Yahudi Banu Nadzir, demikian juga kabilah-kabilah Arab
Ghatafan, Hudhail dan kabilah-kabilah yang berbatasan dengan
Syam, mereka saling menunggu, bahwa Muhammad dan
sahabat-sahabatnya itu akan binasa. Kalaupun mereka akan
mendapat kesempatan, masing-masing berharap akan dapat
mengadakan balas dendam terhadap laki-laki yang sekarang
datang mencerai-beraikan masyarakat Arab dengan kepercayaan
mereka itu. Laki-laki yang pergi keluar Mekah, mengungsi dalam
keadaan tidak berdaya, tidak punya kekuatan, selain iman yang
telah memenuhi jiwanya yang besar itu, dalam waktu lima tahun
sekarang orang ini sudah kuat, sudah mempunyai kemampuan,
sehingga kota-kota dan kabilah-kabilah Arab yang terkuat
sekalipun, merasa segan kepadanya.
Orang-orang Yahudi ialah musuh Muhammad yang paling tajam
memperhatikan ajaran-ajaran dan cara berdakwahnya. Dengan
kemenangannya itu merekalah yang paling banyak memperhitungkan
nasib yang telah menimpa diri mereka. Mereka di negeri-negeri
Arab sebagai penganjur-penganjur ajaran tauhid (monotheisma).
Mengenai penguasaan bidang ini mereka bersaingan sekali dengan
pihak Kristen. Mereka selalu berharap akan dapat mengalahkan
lawannya ini. Dan barangkali mereka benar juga mengingat bahwa
orang-orang Yahudi ialah bangsa Semit yang pada dasarnya lebih
condong pada pengertian monotheisma. Sementara ajaran trinitas
Kristen suatu hal yang tidak mudah dapat dicernakan oleh jiwa
Semit. Dan sekarang Muhammad, orang yang berasal dari pusat
Arab dan dari pusat orang-orang Semit sendiri, menganjurkan
ajaran tauhid dengan cara yang sungguh kuat dan mempesonakan
sekali, dapat menjelajahi dan merasuk sampai ke lubuk hati
orang, dan mengangkat martabat manusia ke tingkat yang lebih
tinggi. Sekarang ia sudah begitu kuat, dapat mengeluarkan Banu
Qainuqa' dari Medinah, mengusir Banu Nadzir dari daerah koloni
mereka. Dapatkah mereka membiarkannya terus begitu, dan mereka
sendiri pergi ke Syam atau pulang ke tanah air mereka yang
pertama, ke Bait'l-Maqdis (Yerusalem) di Negeri yang
Dijanjikan - Ardz'l-Mi'ad - (Palestina), ataukah mereka harus
berusaha menghasut orang-orang Arab itu supaya dapat membalas
dendam kepada Muhammad?
Rencana hendak menghasut orang-orang Arab adalah yang paling
terutama menguasai pikiran pemuka-pemuka Banu Nadzir. Untuk
melaksanakan rencana itu, beberapa orang dari kalangan mereka
pergi hendak menemui Quraisy di Mekah. Mereka terdiri dari
Huyayy b. Akhtab. Sallam b. Abi'l-Huqaiq dan Kinana
bin'l-Huqaiq, bersama-sama dengan beberapa orang dari Banu
Wa'il Hawadha b. Qais dan Abu 'Ammar.
Ketika oleh pihak Mekah, Huyayy ditanya mengenai golongannya
itu ia menjawab:
"Mereka saya biarkan mundar-mandir ke Khaibar dan ke Medinah
sampai tuan-tuan nanti datang ke tempat mereka dan berangkat
bersama-sama menghadapi Muhammad dan sahabatsahabatnya."
Ketika oleh mereka ditanya tentang Quraiza, ia menjawab:
"Mereka tinggal di Medinah sekedar mau mengelabui Muhammad.
Kalau tuan-tuan sudah datang mereka akan bersama-sama dengan
tuan-tuan."
Pihak Quraisy jadi ragu-ragu akan maju, atau mundur saja.
Mereka dengan Muhammad tidak berselisih apa-apa, selain
ajarannya tentang Tuhan. Bukan tidak mungkinkah bahwa dia juga
yang benar, sebab makin hari ajarannya itu ternyata makin kuat
dan tinggi juga?
"Tuan-tuan dari golongan Yahudi," kata pihak-Quraisy.
"Tuan-tuan adalah ahli kitab yang mula-mula dan sudah
mengetahui pula apa yang menjadi pertentangan antara kami
dengan Muhammad. Soalnya sekarang: manakah yang lebih baik,
agama kami atau agamanya."
Pihak Yahudi menjawab:
"Tentu agama tuan-tuan yang lebih baik, sebab tuan-tuan lebih
benar dari dia."
Dalam hal ini firman Tuhan dalam Qur'an menyebutkan;
"Tidakkah engkau perhatikan orang-orang yang telah diberi
sebahagian kitab? Mereka percaya kepada sihir dan berhala dan
mereka berkata kepada orang-orang kafir: 'Jalan mereka lebih
benar dari orang yang beriman.' Mereka itulah yang dikutuk
oleh Tuhan. Dan barangsiapa yang dikutuk Tuhan, maka baginya
takkan ada penolong." (Qur'an, 4: 51-52)
Dalam posisi orang-orang Yahudi menghadapi Quraisy ini dengan
sikap lebih mengutamakan paganisma mereka daripada tauhid
Muhammad, maka dalam Tarikh'l-Yahudi fi Bilad'l-'Arab, Dr.
Israel Wilfinson menyebutkan: "Seharusnya mereka itu tidak
boleh sampai terjerumus ke dalam kesalahan yang begitu kotor,
dan jangan pula berkata dengan terus-terang di depan
pemuka-pemuka Quraisy, bahwa cara menyembah berhala itu lebih
baik daripada tauhid seperti yang diajarkan Islam, meskipun
hal itu akan mengakibatkan permintaan mereka tidak akan
dipenuhi. Oleh karena orang-orang Israil sejak berabad-abad
lamanya atas nama nenek-moyang dahulu kala sebagai pengemban
panji tauhid (monotheisma) diantara bangsa-bangsa di dunia,
dan telah pula mengalami pelbagai macam penderitaan,
pembunuhan dan penindasan hanya karena iman mereka kepada
Tuhan Yang Tunggal itu, yang mereka alami dalam berbagai zaman
selama dalam perkembangan sejarah, maka sudah seharusnya
mereka itu bersedia mengorbankan hidup mereka, mengorbankan
segala yang mereka cintai dalam menghadapi dan menaklukan kaum
musyrik itu. Apalagi dengan minta perlindungan kepada pihak
penyembah berhala, itu berarti mereka telah memerangi diri
sendiri serta menentang ajaran-ajaran Taurat yang meminta
mereka menjauhi penyembah-penyembah berhala dan dalam
menghadapi mereka supaya bersikap seperti menghadapi musuh.
Huyayy b. Akhtab dan orang-orang Yahudi yang sepaham dengan
dia, yang telah mengatakan kepada Quraisy bahwa paganisma
mereka lebih baik daripada tauhid Muhammad dengan maksud
supaya mereka sudi memeranginya, dan yang akan mereka
laksanakan setelah sekian bulan disiapkan, tampaknya tidak
cukup sampai di situ saja. Malah orang-orang Yahudi itu pergi
lagi menemui kabilah Ghatafan2 yang terdiri dari Qais 'Ailan,
Banu Fazara, Asyja' Sulaim, Banu Sa'd dan Asad, serta semua
pihak yang ingin menuntut balas kepada Muslimin. Mereka ini
aktif sekali mengerahkan orang supaya menuntut balas dengan
menyebutkan bahwa Quraisy juga ikut serta memerangi Muhammad.
Paganisma Quraisy mereka puji dan mereka menjanjikan, bahwa
mereka pasti akan mendapat kemenangan.
Kelompok-kelompok3 yang sudah diorganisasikan oleh pihak
Yahudi itu kini berangkat hendak memerangi Muhammad dan
sahabat-sahabatnya. Dari pihak Quraisy yang dipimpin oleh Abu
Sufyan sudah disiapkan 4000 orang prajurit, tiga ratus ekor
kuda dan 1500 orang dengan unta. Pimpinan brigade yang disusun
di Dar'n-Nadwa diserahkan kepada 'Uthman b. Talha. Ayah orang
ini telah mati terbunuh dalam memimpin pasukan di Uhud. Banu
Fazara yang dipimpin oleh 'Uyaina b. Hishn b. Hudhaifa telah
siap dengan sejumlah pasukan besar dan 100 unta. Sedang Asyja'
dan Murra masing-masing membawa 400 prajurit. Pihak Murra
dipimpin oleh Al-Harith b. 'Auf dan dari pihak Asyja' oleh
Misiar ibn Rukhaila. Menyusul pula Sulaim, biang-keladi
peristiwa Bi'r Ma'una, dengan 700 orang. Mereka itu semua
berkumpul, yang kemudian datang pula Banu Sa'd dan Asad
menggabungkan diri. Jumlah mereka kurang lebih semuanya
menjadi 10.000 orang. Semua mereka itu berangkat menuju
Medinah dibawah pimpinan Abu Sufyan.
Setelah mereka sampai, selama dalam perang, pemuka-pemuka
kabilah itu saling bergantian pimpinan, masing-masing sehari
mendapat giliran.
Berita keberangkatan mereka ini sampai juga kepada Muhammad
dan kaum Muslimin di Medinah. Mereka merasa gentar. Ya,
sekarang seluruh kabilah Arab sudah bersatu sepakat hendak
menumpas dan memusnahkan mereka, sudah datang dengan
perlengkapan dan jumlah manusia yang besar, suatu hal yang
dalam sejarah peperangan Arab secara keseluruhannya belum
pernah terjadi. Apabila dalam perang Uhud Quraisy telah
mendapat kemenangan atas mereka, ketika mereka keluar
menyongsong keluar Medinah, padahal baik jumlah perlengkapan
maupun jumlah manusia jauh di bawah pasukan sekutu ini, apa
lagi yang dapat dilakukan kaum Muslimin sekarang dalam
menghadapi jumlah pasukan yang terdiri dari beribu-ribu
rnanusia itu - barisan berkuda, unta, persenjataan serta
perlengkapan lainnya?! Tidak ada jalan lain, hanya bertahan di
Yathrib yang masih perawan ini, seperti dikatakan oleh
Abdullah b. Ubayy.
Tetapi cukup hanya bertahan sajakah menghadapi kekuatan
raksasa itu? Salman al-Farisi adalah orang yang banyak
mengetahui seluk-beluk peperangan, yang belum dikenal di
daerah-daerah Arab. Ia menyarankan supaya di sekitar Medinah
itu digali parit dan keadaan kota diperkuat dari dalam. Saran
ini segera dilaksanakan oleh kaum Muslimin. Ketika menggali
parit itu Nabi a.s. juga dengan tangannya sendiri ikut
bekerja. Ia turut mengangkat tanah dan sambil terus memberi
semangat, dengan menganjurkan kepada mereka supaya terus
melipat gandakan kegiatan. Pihak Muslimin sudah membawa
alat-alat yang diperlukan, terdiri dari sekop, cangkul dan
keranjang pengangkut tanah dari tempat orang-orang Yahudi
Quraiza yang masih berada di bawah pihak Islam. Dengan bekerja
giat terus-menerus penggalian parit itu selesai dalam waktu
enam hari. Dalam pada itu dinding-dinding rumah yang menghadap
ke arah datangnya musuh, yang jaraknya dengan parit itu
kira-kira dua farsakh, diperkuat pula. Rumah-rumah yang ada di
belakang parit itu dikosongkan. Wanita dan anak-anak
ditempatkan dalam rumah-rumah yang sudah diperkuat, dan di
samping parit dari arah Medinah ditaruh pula batu supaya di
waktu perlu dapat dilemparkan sebagai senjata.
Tatkala pihak Quraisy dan kelompok-kelompoknya itu datang
dengan harapan akan menemui Muhammad di Uhud, ternyata tempat
itu kosong. Mereka meneruskan perjalanan ke Medinah; tapi
mereka dikejutkan oleh adanya parit. Di luar dugaan semula,
mereka heran sekali melihat jenis pertahanan yang masih asing
bagi mereka itu. Dibawa oleh perasaan jengkel, mereka pun
menganggap bahwa berlindung di balik parit semacam itu adalah
suatu perbuatan pengecut yang belum pernah terjadi di kalangan
masyarakat Arab. Pasukan Quraisy dan sekutu-sekutunya lalu
bermarkas di Mujtama'l'-As-yal di daerah Ruma, dan pasukan
Ghatafan serta pengikut-pengikutnya dari Najd, bermarkas di
Dhanab Naqama. Sedang Muhammad sekarang berangkat dengan tiga
ribu orang Muslimin, dengan membelakanyi bukit Sal' dan
dijadikannya parit itu sebagai batas dengan pihak musuh. Di
tempat inilah ia bermarkas dan memasang kemahnya yang berwarna
merah.
Pihak Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lainnya melihat, bahwa
tidak mungkin mereka menerobos parit itu. Dengan demikian
selama beberapa hari mereka hanya saling melemparkan anak
panah. Abu Sufyan sendiri dengan pengikutpengikutnya pun yakin
bahwa akan sia-sia saja mereka lama-lama menghadapi kota
Yathrib dengan paritnya itu, karena tidak akan dapat mereka
menerobosnya
Pada waktu itu sedang terjadi musim dingin yang luarbiasa
disertai angin badai yang bertiup kencang, sehingga
sewaktu-waktu dikawatirkan hujan lebat akan turun. Kalau
orang-orang Mekah dan orang-orang Ghatafan dengan mudah saja
dapat berlindung dalam rumah-rumah mereka di Mekah atau di
Ghatafan, maka kemah-kemah yang mereka pasang sekarang di
depan kota Yathrib itu sama-sekali takkan dapat melindungi
mereka. Disamping itu tadinya memang mereka mengharap akan
memperoleh kemenangan secara lebih mudah, tidak perlu
susah-payah seperti pada waktu di Uhud. Mereka akan kembali
pulang dengan menyanyikan lagu-lagu kemenangan serta menikmati
adanya pembagian barang-barang jarahan dan rampasan perang.
Jadi apalagi kalau begitu yang masih menahan Ghatafan buat
kembali pulang?! Mereka ikut melibatkan diri dalam perang itu
hanya karena pihak Yahudi pernah menjanjikan mereka dengan
buah-buahan hasil pertanian dan perkebunan Khaibar, apabila
mereka memperoleh kemenangan, Tetapi sekarang mereka melihat
untuk memperoleh kemenangan itu tampaknya tidak mudah, atau
setidak-tidaknya sudah diluar kenyataan. Dalam musim dingin
yang begitu hebat rupanya diperlukan kerja keras yang
luarbiasa yang akan membuat mereka lupa segala buah-buahan
berikut kebun-kebunnya itu!
Sebaliknya pihak Quraisy yang hendak menuntut balas karena
peristiwa Badr dan kekalahan-kekalahan lain sesudah Badr, pada
suatu waktu masih akan dapat mengejar dengan harapan parit itu
tidak akan selamanya berada dalam genggaman Muhammad dan
selama pihak Banu Quraiza masih bersedia memberikan bantuan
kepada penduduk Yathrib, yang akan memperpanjang perlawanan
mereka sampai berbulan-bulan. Bukankah lebih baik pihak Ahzab
itu kembali pulang saja? Ya! Akan tetapi mengumpulkan kembali
kelompok-kelompok itu nanti buat memerangi Muhammad lagi
bukanlah soal yang mudah. Sebenarnya orang-orang Yahudi itu,
terutama Huyayy b. Akhtab sebagai pemimpin mereka, sekali itu
telah berhasil mengumpulkan kabilah-kabilah itu untuk membalas
dendam golongannya dan golongan Banu Qainuqa' terhadap
Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Apabila kesempatan itu sudah
hilang, maka jangan diharap ia akan kembali, dan bilamana
Muhammad mendapat kemenangan dengan ditariknya pihak Ahzab
itu, maka bahaya besar akan mengancam pihak Yahudi.
Semua itu sudah diperhitungkan oleh Huyayy b. Akhtab. Ia
kuatir akan akibatnya. jalan lain tidak ada. Ia harus
mempertaruhkan nasib terakhir. Kepada pihak Ahzab itu ia
membisikkan, bahwa ia sudah dapat meyakinkan Banu Quraiza
supaya membatalkan perjanjian perdamaiannya dengan Muhammad
dan pihak Muslimin, dan selanjutnya akan menggabungkan diri
dengan mereka, dan bahwa begitu Banu Quraiza melaksanakan hal
ini, maka dari suatu segi terputuslah semua perbekalan dan
bala bantuan kepada Muhammad itu, dan dari, segi lain jalan
masuk ke Yathrib akan terbuka. Quraisy dan Ghatafan merasa
gembira atas keterangan Huyayy itu. Huyayy sendiri cepat-cepat
berangkat hendak menemui Ka'b b. Asad, orang yang
berkepentingan dengan adanya perjanjian Banu Quraiza itu.
Tetapi begitu mengetahui kedatangannya itu Ka'b sudah menutup
pintu bentengnya, dengan perhitungan bahwa pembelotan Banu
Quraiza terhadap Muhammad dan membatalkan perjanjiannya secara
sepihak kemudian menggabungkan diri dengan musuhnya,
adakalanya memang akan menguntungkan pihak Yahudi kalaupun
pihak Muslimin yang dapat dihancurkan. Tetapi sebaliknya sudah
seharusnya pula mereka akan habis samasekali bila pihak Ahzab
itu yang mengalami kekalahan dan kekuatan mereka hilang dari
Medinah. Sungguhpun begitu Huyayy terus juga berusaha, hingga
akhirnya pintu benteng itu dibuka.
(bersambung ke bagian 2/3)
---------------------------------------------
Bapakku
Bapakku yang Sangat Tegas Akan Sesuatu yang Dia Anggap Fundamental, Berprinsip Kuat. Sangat Religius. Jawa Banyumasan. Gualakeee Poll, hehehe...
Read More







0 komentar:
Post a Comment