Selamat Datang Di Emye Private Blog
Membaca, mendengar, dan menterjemahkan Al Qur'an
Sedikit Bigraphy Singkat tentang Aku.
Title

Bapakku

Bapakku yang Sangat Tegas Akan Sesuatu yang Dia Anggap Fundamental, Berprinsip Kuat. Sangat Religius. Jawa Banyumasan. Gualakeee Poll, hehehe...

Read More
Title

Ibuku

Ibuku.., Seorang Wanita yang Sangat Kuat, Tegar dan Banyak Akal. Bisa Menjadi Seorang Ibu Sekaligus "seorang ayah" Juga. Smart dalam bertahan hidup, Sabar di Keseharian, Walau Galak Tapi Pemaaf... Saluut Untukmu Mah...!

Read More
Title

Aku Yang...

Inilah Yang Dulu Selalu Mencari Masalah, dan Terkena Masalah dan Hampir Terkubur Karenanya.. Berharap Maaf dariNYA, Kedua Orangtuaku dan Juga Kalian Semua.. Do'akan RidhoNYA Untukku ya.. Terimakasih Untuk Kalian Semua...

Read More
Title

Rumahku Hidupku..No Place Like Home

Di Sinilah Awal Semua Kisahku.., Di Awali Dengan Kasih Sayang dan Pengharapan dan Di Jalani Dengan Kegilaan lalu Berakhir dengan Keterpurukan. No More Fly..No More Sky and No More Cry...

Read More
Title

Seberkas CahayaNYA...

Menunggu dan Berharap Banyak dariNYA... Jawaban dan Ampunan Setelah Doa-doa yang Kutambatkan.. Setiap Detik, Setiap Saat Sebelum Saat Akhir Hidupku Tiba...

Read More
Title

Pikirkan Dulu!

Pikirkan dan Pertimbangkan Semua Pilihan. Karena Kau Harus Memilih, Gunakan Kata Hatimu. Ambil Apa Yang Baik Dari Kisahku Kawan.. Semua Hikmah. Sekarang atau Tidak Sama Sekali..!!!?

Read More

Sejarah Hidup Rasulullah Muhammad SAW

October 18, 2011
BAGIAN KETIGABELAS: PERANG BADR1                         (3/4)
 Muhammad Husain Haekal
 
 Serentak  pihak  Muslimin menyerbu kedepan, masih dalam jumlah
 yang lebih kecil dari jumlah Quraisy. Tetapi jiwa mereka sudah
 penuh terisi oleh semangat dari Tuhan. Sudah bukan mereka lagi
 yang membunuh musuh, sudah  bukan  mereka  lagi  yang  menawan
 tawanan  perang.  Hanya karena adanya semangat dari Tuhan yang
 tertanam  dalam  jiwa  mereka  itu   kekuatan   moril   mereka
 bertambah,  sehingga kekuatan materi merekapun bertambah pula.
 Dalam hal ini firman Allah turun:
 
 "Ingat, ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para  malaikat:  'Aku
 bersama  kamu.' Teguhkanlah pendirian orang-orang beriman itu.
 Akan kutanamkan rasa gentar ke dalam  hati  orang-orang  kafir
 itu.  Pukullah  bagian atas leher mereka dan pukul pula setiap
 ujung jari mereka." (Qur'an, 8: 12)
 
 "Sebenarnya bukan kamu yang membunuh mereka,  melainkan  Allah
 juga  yang  telah  membunuh mereka. Juga ketika kau lemparkan,
 sebenarnya bukan engkau yang melakukan  itu,  melainkan  Tuhan
 juga." (Qur'an, 8: 17)
 
 Tatkala  Rasul melihat bahwa Tuhan telah melaksanakan janjiNya
 dan  setelah  ternyata  pula  kemenangan   berada   di   pihak
 orang-orang   Islam,  ia  kembali  ke  pondoknya.  Orang-orang
 Quraisy kabur. Oleh Muslimin mereka dikejar terus. Yang  tidak
 terbunuh dan tak berhasil melarikan diri, ditawan.
 
 Inilah perang Badr, yang kemudian telah memberikan tempat yang
 stabil kepada umat Islam  di  seluruh  tanah  Arab,  dan  yang
 merupakan   suatu   pendahuluan   lahirnya  persatuan  seluruh
 semenanjung  di  bawah  naungan  Islam,  juga  sebagai   suatu
 pendahuluan  adanya persekemakmuran Islam yang terbentang luas
 sekali. Ia telah menanamkan sebuah peradaban besar  di  dunia,
 yang  sampai  sekarang masih dan akan terus mempunyai pengaruh
 yang dalam di dalam jantung kehidupan dunia.
 
 Bukan tidak  mungkin  orang  akan  merasa  kagum  sekali  bila
 mengetahui,  bahwa, meskipun Muhammad sudah begitu mengerahkan
 sahabat-sahabatnya dan mengharapkan  terkikisnya  musuh  Tuhan
 dan musuhnya itu, namun sejak semula terjadinya pertempuran ia
 sudah minta kepada Muslimin untuk tidak membunuh  Banu  Hasyim
 dan   tidak   membunuh   orang-orang  tertentu  dari  kalangan
 pembesar-pembesar Quraisy, sekalipun pada dasarnya mereka akan
 membunuh  setiap  orang  dari  pihak  Islam  yang dapat mereka
 bunuh. Dan jangan pula orang mengira, bahwa ia berbuat  begitu
 karena  ia  mau membela keluarganya atau siapa saja yang punya
 pertalian keluarga dengan dia. Jiwa Muhammad jauh lebih  besar
 daripada  akan  terpengaruh  oleh hal-hal serupa itu. Apa yang
 menjadi pertimbangannya ialah, ia masih ingat Banu Hasyim dulu
 yang telah berusaha melindunginya selama tigabelas tahun sejak
 mula masa kerasulannya hingga  masa  hijrahnya,  sampai-sampai
 Abbas  pamannya  ikut  menyertainya  pada malam diadakan ikrar
 'Aqaba. Juga jasa orang lain  yang  masih  kafir  di  kalangan
 Quraisy di luar Banu Hasyim yang menuntut dibatalkannya piagam
 pemboikotan, yang  oleh  Quraisy  dia  dan  sahabat-sahabatnya
 dipaksa  tinggal di celah-celah gunung, setelah semua hubungan
 oleh  mereka  itu  diputuskan.  Segala  kebaikan  yang   telah
 diberikan  oleh  mereka  masing-masing  oleh Muhammad dianggap
 sebagai suatu jasa yang harus mendapat balasan setimpal, harus
 mendapat  balasan  sepuluh  kali  lipat.  Oleh karena itu oleh
 Muslimin   ia   dianggap   sebagai   perantara   bagi   mereka
 masing-masing selama terjadi pertempuran, meskipun di kalangan
 Quraisy sendiri masih ada yang menolak  pemberian  pengampunan
 itu seperti yang dilakukan oleh Abu'l-Bakhtari - salah seorang
 yang ikut  melaksanakan  dicabutnya  piagam.  Ia  menolak  dan
 terbunuh.
 
 Dengan perasaan dongkol penduduk Mekah lari tunggang langgang.
 Mereka sudah tak dapat mengangkat muka lagi. Bila mata  mereka
 tertumbuk  pada  salah  seorang  kawan  sendiri,  karena  rasa
 malunya ia segera membuang muka, mengingat  nasib  buruk  yang
 telah menimpa mereka semua.
 
 Sampai sore itu pihak Muslimin masih tinggal di Badr. Kemudian
 mayat-mayat Quraisy itu mereka kumpulkan dan setelah dibuatkan
 sebuah  perigi  besar  mereka  semua dikuburkan. Malam harinya
 Muhammad  dan  sahabat-sahabatnya   sibuk   di   garis   depan
 menyelesaikan barang-barang rampasan perang serta berjaga-jaga
 terhadap  orang-orang  tawanan.  Tatkala  malam  sudah   gelap
 Muhammad  mulai  merenungkan  pertolongan yang diberikan Tuhan
 kepada Muslimin yang dengan jumlah  yang  begitu  kecil  telah
 dapat  menghancurkan kaum musyrik yang tidak mempunyai perisai
 kekuatan iman selain membanggakan jumlah besarnya saja.  Dalam
 ia   merenungkan   hal   ini,   pada  waktu  larut  malam  itu
 sahabat-sahabatnya mendengar ia berkata:
 
 "Wahai penghuni perigi!  Wahai  'Utba  b.  Rabi'a!  Syaiba  b.
 Rabi'a!  Umayya  b.  Khalaf!  Wahai Abu Jahl b. Hisyam! ..." -
 Seterusnya ia menyebutkan nama orang-orang yang  dalam  perigi
 itu  satu satu. "Wahai penghuni perigi! Adakah yang dijanjikan
 tuhanmu itu benar-benar ada. Aku telah bertemu dengan apa yang
 telah dijanjikan Tuhanku."
 
 "Rasulullah,  kenapa  bicara  dengan  orang-orang  yang  sudah
 bangar?" kata kaum Muslimim kemudian bertanya.
 
 "Apa yang saya katakan mereka lebih mendengar daripada  kamu,"
 jawab Rasul. "Tetapi mereka tidak dapat menjawab."
 
 Ketika  itu Rasulullah melihat ke dalam wajah Abu Hudhaifa ibn
 'Utba. Ia tampak sedih dan mukanya berubah.
 
 "Barangkali ada sesuatu  dalam  hatimu  mengenai  ayahmu,  Abu
 Hudhaifa"? tanyanya.
 
 "Sekali-kali  tidak, Rasulullah," jawab Abu Hudhaifa. "Tentang
 ayah, saya tidak sangsi lagi, juga tentang kematiannya.  Hanya
 saja yang saya ketahui pikirannya baik, bijaksana dan berjasa.
 Jadi saya harapkan sekali ia akan  mendapat  petunjuk  menjadi
 seorang Islam. Tetapi sesudah saya lihat apa yang teriadi, dan
 teringat pula hidupnya dulu  dalam  kekafiran,  sesudah  makin
 jauh apa yang saya harapkan dari dia, itulah yang membuat saya
 sedih."
 
 Tetapi Rasulullah menyebutkan  yang  baik  tentang  dia  serta
 mendoakan kebaikan baginya.
 
 Keesokan harinya pagi-pagi, bila Muslimin sudah siap-siap akan
 berangkat pulang menuju Medinah,  mulailah  timbul  pertanyaan
 sekitar  masalah  harta  rampasan, buat siapa seharusnya. Kata
 mereka yang melakukan  serangan:  kami  yang  mengumpulkannya;
 jadi  itu buat kami. Lalu kata yang mengejar musuh sampai pada
 waktu mereka mengalami kehancuran  kalau  tidak  karena  kami,
 kamu  tidak akan mendapatkannya. Dan kata mereka yang mengawal
 Muhammad karena kuatir akan diserang musuh dari belakang: kamu
 sekalian  tak ada yang lebih berhak dari kami. Sebenarnya kami
 dapat memerangi musuh dan mengambil harta mereka,  ketika  tak
 ada  suatu  pihakpun  yang akan melindungi mereka. Tetapi kami
 kuatir adanya serangan musuh kepada  Rasulullah.  Oleh  karena
 itu kami lalu menjaganya.
 
 Tetapi  kemudian  Muhammad  menyuruh mengembalikan semua harta
 rampasan yang ada ditangan mereka itu, dan  dimintanya  supaya
 dibawa  agar  ia  dapat  memberikan  pendapat  atau  akan  ada
 ketentuan Tuhan yang akan menjadi keputusan.
 
 Muhammad mengutus Abdullah b. Rawaha dan Zaid  b.  Haritha  ke
 Medinah  guna  menyampaikan  berita  gembira  kepada  penduduk
 tentang kemenangan yang telah dicapai  kaum  Muslimin.  Sedang
 dia  sendiri  dengan  sahabat-sahabatnya berangkat pula menuju
 Medinah dengan membawa tawanan dan rampasan perang yang  telah
 diperolehnya  dari  kaum  musyrik,  dan diserahkan pimpinannya
 kepada Abdullah b. Ka'b.
 
 Mereka berangkat. Sesudah  menyeberangi  selat  Shafra',  pada
 sebuah  bukit  pasir Muhammad berhenti. Di tempat ini rampasan
 perang yang sudah ditentukan Allah bagi  Muslimin  itu  dibagi
 rata. Beberapa ahli sejarah mengatakan, bahwa pembagian kepada
 mereka itu sesudah dikurangi seperlimanya sesuai dengan firman
 Allah:
 
 "Dan  hendaklah  kamu ketahui, bahwa rampasan perang yang kamu
 peroleh, seperlimanya untuk Tuhan,  untuk  Rasul,  untuk  para
 kerabat dan anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang yang
 terlantar dalam perjalanan,  kalau  kamu  benar-benar  beriman
 kepada Allah dan pada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami
 pada hari yang menentukan itu, hari, ketika dua  golongan  itu
 saling  berhadapan. Dan atas segala sesuatu Allah Maha Kuasa."
 (Qur'an, 8: 41)
 
 Sebahagian besar  penulis-penulis  sejarah  Nabi  berpendapat,
 terutama  angkatan lamanya - bahwa ayat tersebut turun sesudah
 peristiwa Badr dan sesudah rampasan perang dibagi,  dan  bahwa
 Muhammad  membaginya  secara  merata di kalangan Muslimin, dan
 bahwa  untuk  kuda  disamakannya  dengan  apa  yang  ada  pada
 penunggangnya,  bagian  mereka  yang  gugur  di Badr diberikan
 kepada ahli warisnya, mereka yang tinggal di Medinah dan tidak
 ikut  ke Badr karena bertugas mengurus keperluan Muslimin, dan
 mereka yang dikerahkan berangkat ke Badr  tapi  tertinggal  di
 belakang karena sesuatu alasan yang dapat diterima oleh Rasul,
 juga mendapat bagian.  Dengan  demikian  rampasan  perang  itu
 dibagi  secara  adil.  Yang  ikut  bersama  dalam  perang  dan
 mendapat kemenangan bukan hanya yang bertempur saja, melainkan
 yang  ikut  bersama-sama  dalam perang dan mendapat kemenangan
 itu ialah siapa saja yang ikut bekerja kearah itu,  baik  yang
 di garis depan atau yang jauh dari sana.
 
 Sementara  kaum  Muslimin dalam perjalanan ke Medinah itu, dua
 orang tawanan telah mati terbunuh, yakni seorang bernama Nadzr
 bin'l-Harith  dan  yang  seorang  lagi  bernama  'Uqba  b. Abi
 Mu'ait.   Sampai   pada   waktu   itu   baik   Muhammad   atau
 sahabat-sahabatnya belum lagi membuat suatu peraturan tertentu
 dalam menghadapi  para  tawanan  itu  yang  akan  mengharuskan
 mereka dibunuh, ditebus atau dijadikan budak. Tetapi Nadzr dan
 'Uqba ini keduanya  merupakan  bahaya  yang  selalu  mengancam
 Muslimin  selama  di  Mekah  dulu. Setiap ada kesempatan kedua
 orang ini selalu mengganggu mereka.
 
 Terbunuhnya Nadzr ini ialah tatkala mereka  sampai  di  Uthail
 para  tawanan  itu  diperlihatkan  kepada Nabi a.s. Ditatapnya
 Nadzr ini dengan pandangan mata yang demikian  rupa,  sehingga
 tawanan  ini  gemetar  seraya  berkata  kepada  seseorang yang
 berada di sampingnya:
 
 "Muhammad pasti akan membunuh  aku,"  katanya.  "Ia  menatapku
 dengan pandangan mata yang mengandung maut."
 
 "Ini  hanya karena kau merasa takut saja," jawab orang yang di
 sebelahnya.
 
 Sekarang Nadzr berkata kepada Mushiab b. 'Umair -  orang  yang
 paling banyak punya rasa belas-kasihan di tempat itu.
 
 "Katakan kepada temanmu itu supaya aku dipandang sebagai salah
 seorang sahabatnya. Kalau ini tidak kaulakukan pasti dia  akan
 membunuh aku."
 
 "Tetapi   dulu   kau  mengatakan  begini  dan  begitu  tentang
 Kitabullah dan tentang diri Nabi,"  kata  Mushiab.  "Dulu  kau
 menyiksa sahabat-sahabatnya."
 
 "Sekiranya  engkau  yang  ditawan  oleh  Quraisy,  kau  takkan
 dibunuh selama aku masih hidup," kata Nadzr lagi.
 
 "Engkau tak dapat dipercaya,"  kata  Mush'ab.  "Dan  lagi  aku
 tidak seperti engkau. Janji Islam dengan kau sudah terputus."
 
 Sebenarnya  Nadzr adalah tawanan Miqdad, yang dalam hal ini ia
 ingin memperoleh tebusan yang  cukup  besar  dan  keluarganya.
 Mendengar  percakapan  tentang  akan  dibunuhnya itu ia segera
 berkata:
 
 "Nadzr tawananku," teriaknya.
 
 "Pukul lehernya," kata Nabi  a.s.  "Ya  Allah.  Semoga  Miqdad
 mendapat karuniaMu."
 
 Dengan  pukulan  pedang  kemudian  ia  dibunuh oleh Ali b. Abi
 Talib.
 
 Pada   waktu   mereka   dalam   perjalanan   ke   'Irq'z-Zubya
 diperintahkan  oleh  Nabi  supaya  'Uqba  b.  Abi  Mu'ait juga
 dibunuh.
 
 "Muhammad," katanya, "siapa yang akan mengurus anak-anak?"
 
 "Api," jawabnya.
 
 Lalu iapun dibunuh oleh Ali b. Abi Talib atau oleh  'Ashim  b.
 Thabit, sumbernya berlain-lain.

 Sehari  sebelum  Nabi  dan  Muslimin  sampai  di Medinah kedua
 utusannya Zaid b. Haritha dan Abdullah b. Rawaha  sudah  lebih
 dulu  sampai.  Mereka masing-masing memasuki kota dari jurusan
 yang berlain-lainan. Dan  atas  unta  yang  dikendarainya  itu
 Abdullah  mengumumkan  dan  memberikan  kabar  gembira  kepada
 Anshar  tentang  kemenangan  Rasulullah  dan  sahabat-sahabat,
 sambil   menyebutkan   siapa-siapa   dan  pihak  musyrik  yang
 terbunuh. Begitu juga Zaid b. Haritha melakukan hal yang  sama
 sambil  ia  menunggang  Al-Qashwa',  unta kendaraan Nabi. Kaum
 Muslimin bergembira ria. Mereka  berkumpul,  dan  mereka  yang
 masih   berada   dalam  rumah  pun  keluar  beramai-ramai  dan
 berangkat menyambut berita kemenangan besar ini.
 
 Sebaliknya orang-orang musyrik dan orang-orang  Yahudi  merasa
 terpukul  sekali  dengan  berita  itu.  Mereka  berusaha  akan
 meyakinkan diri  mereka  sendiri  dan  meyakinkan  orang-orang
 Islam yang tinggal di Medinah, bahwa berita itu tidak benar.
 
 "Muhammad    sudah    terbunuh    dan   teman-temannya   sudah
 ditaklukkan,"  tenak  mereka.  "Ini  untanya   seperti   sudah
 sama-sama  kita kenal. Kalau dia yang menang, niscaya unta ini
 masih di sana. Apa yang dikatakan  Zaid  hanya  mengigau  saja
 dia, karena sudah gugup dan ketakutan."
 
 Tetapi  pihak  Muslimin  setelah mendapat kepastian benar dari
 kedua utusan itu dan yakin sekali akan kebenaran  berita  itu,
 sebenarnya  mereka  malah  makin  gembira,  kalau  tidak  lalu
 terjadi suatu penstiwa yang mengurangi rasa kegembiraan mereka
 itu,  yakni  penstiwa  kematian  Ruqayya  puteri Nabi. Tatkala
 ditinggalkan  pergi  ke  Badr  ia  dalam  keadaan  sakit,  dan
 suaminya,   Usman   b.   'Affan,   juga   ditinggalkan  supaya
 merawatnya.
 
 Apabila kemudian temyata bahwa Muhammad  yang  menang,  mereka
 merasa  sangat  terkejut. Posisi mereka terhadap Muslimin jadi
 lebih rendah dan hina sekali, sampai-sampai ada salah  seorang
 pembesar Yahudi yang mengatakan:
 
 "Bari  kita  sekarang  lebih  baik  berkalang  tanah  daripada
 tinggal   di   atas   bumi   ini   sesudah   kaum   bangsawan,
 pemimpinpemimpin  dan  pemuka-pemuka Arab serta penduduk tanah
 suci itu mendapat bencana."
 
 Kaum Muslimin memasuki Medinah sehari sebelum  tawanan-tawanan
 perang  sampai.  Setelah  mereka  dibawa  dan  Sauda bt. Zam'a
 isteri Nabi  baru  saja  pulang  melawati11  orang  mati  pada
 kabilah  Banu  'Afra',  tempat  asalnya,  dilihatnya Abu Yazid
 Suhail b.  'Amr,  salah  seorang  tawanan,  yang  kedua  belah
 tangannya  diikat dengan tali ke tengkuk, ia tak dapat menahan
 diri. Dihampirinya orang itu seraya katanya:
 
 "Oh Abu Yazid! Kamu sudah menyerahkan diri.  Lebih  baik  mati
 sajalah dengan terhormat!."
 
 "Sauda!"   Muhammad   memanggilnya   dan   dalam  rumah.  "Kau
 membangkitkan semangatnya melawan Allah dan RasulNya!"
 
 "Rasulullah,"  katanya.  "Demi  Allah  Yang  telah  mengutusmu
 dengan  segala  kebenaran.  Saya  sudah tak dapat menahan diri
 ketika melihat Abu Yazid dengan tangannya terikat  di  tengkuk
 sehingga saya berkata begitu."
 
 Sesudah  itu  kemudian  Muhammad memisah-misahkan para tawanan
 itu  di  antara  sahabat-sahabatnya,  sambil  berkata   kepada
 mereka:
 
 "Perlakukanlah mereka sebaik-baiknya."
 
 Hal  ini  kemudian  menjadi  pikiran  baginya,  apa yang harus
 dilakukannya terhadap mereka  itu.  Dibunuh  saja  atau  harus
 meminta tebusan dari mereka? Mereka itu orang-orang yang keras
 dalam perang, orang yang kuat  bertempur.  Hati  mereka  penuh
 rasa  dengki dan dendam setelah mereka mengalami kehancuran di
 Badr, serta  akibatnya  yang  telah  membawa  keaiban  sebagai
 tawanan  perang.  Apabila ia mau menerima tebusan, ini berarti
 mereka akan berkomplot dan  akan  kembali  memeranginya  lagi;
 kalau  dibunuh saja mereka itu, akan menimbulkan sesuatu dalam
 hati  keluarga-keluarga  Quraisy,  yang  bila  dapat   ditebus
 barangkali akan jadi tenang.
 
 Ia  menyerahkan  masalah  ini  ketangan  sahabat-sahabat  kaum
 Muslimin. Diajaknya mereka bermusyawarah dan pilihan  terserah
 kepada    mereka.    Kalangan    Muslimin    sendiri   melihat
 tawanan-tawanan  ini  ternyata  masih  ingin  hidup  dan  akan
 bersedia membayar tebusan dengan harga tinggi.
 
 "Lebih baik kita mengirim orang kepada Abu Bakr," kata mereka.
 "Dari kerabat kita ia orang Quraisy  yang  pertama,  dan  yang
 paling  lembut dan banyak punya rasa belas-kasihan. Kita tidak
 melihat Muhammad menyukai yang lain lebih dari dia."
 
 Lalu mereka mengutus orang menemui Abu Bakr.
 
 "Abu Bakr," kata mereka. "Di antara kita ada yang masih pernah
 ayah,  saudara,  paman  atau  mamak  kita serta saudara sepupu
 kita.  Orang  yang  jauh  dari  kitapun  masih  kerabat  kita.
 Bicarakanlah  dengan sahabatmu itu supaya bermurah hati kepada
 kami atau menerima penebusan kami."
 
 Dalam hal ini Abu Bakr berjanji akan berusaha.  Tetapi  mereka
 kuatir  Umar ibn'l-Khattab akan mempersulit urusan mereka ini.
 Maka mereka mengutus beberapa  orang  lagi  kepadanya,  dengan
 menyatakan seperti yang dikatakan kepada Abu Bakr. Tetapi Umar
 menatap mereka penuh  curiga.  Kemudian  kedua  sahabat  besar
 Muhammad   ini   berangkat   menemuinya.   Abu  Bakr  berusaha
 melunakkan dan meredakan kemarahannya.
 
 "Rasulullah," katanya. "Demi ayah dan ibuku. Mereka itu  masih
 keluarga  kita; ada ayah, ada anak atau paman, ada sepupu atau
 saudara-saudara. Orang yang jauh dari  kitapun  masih  kerabat
 kita.  Bermurah  hatilah  kita kepada mereka itu. Semoga Tuhan
 memberi kemurahan kepada kita.  Atau  kita  terimalah  tebusan
 dari  mereka,  semoga Tuhan akan menyelamatkan mereka dari api
 neraka. Maka apa yang kita ambil dari mereka  akan  memperkuat
 kaum  Muslimin  juga.  Semoga  Allah  kelak  membalikkan  hati
 mereka."
 
 Muhammad diam, tidak menjawab. Kemudian ia berdiri  dan  pergi
 menyendiri. Oleh Umar ia didekati dan duduk di sebelahnya.
 
 "Rasulullah,"   katanya.   "Mereka   itu   musuh-musuh  Tuhan.
 Mendustakan tuan, memerangi tuan dan  mengusir  tuan.  Penggal
 sajalah leher mereka. Mereka inilah kepala-kepala orang kafir,
 pemuka-pemuka orang yang sesat. Orang-orang musyrik itu adalah
 orang-orang yang sudah dihinakan Tuhan."
 
 Juga Muhammad tidak menjawab.
 
 Sekarang  Abu  Bakr  kembali ke tempat duduknya semula. Begitu
 lemah-lembut ia bersikap sambil mengharapkan sikap yang  lebih
 lunak.  Disebutnya  adanya  pertalian  famili dan kerabat, dan
 kalau  para  tawanan  itu  masih  hidup,  diharapkannya   akan
 mendapat  petunjuk  Tuhan.  Sedang Umar kembali memperlihatkan
 sikapnya  yang  adil  dan  keras.  Baginya  lemah-lembut  atau
 kasihan tidak ada.
 
 Selesai Abu Bakr dan Umar bicara, Muhammad berdiri. Ia kembali
 ke kamarnya. Ia tinggal sejenak di sana. Kemudian  ia  kembali
 keluar.  Orang  ramai  segera  melibatkan diri dalam persoalan
 ini. Satu pihak mendukung pendapat Abu Bakr, yang lain memihak
 kepada  Umar.  Nabi  mengajak mereka berunding, apa yang harus
 dilakukannya. Lalu dibuatnya  suatu  perumpamaan  tentang  Abu
 Bakr  dan  Umar.  Abu  Bakr  adalah seperti Mikail, diturunkan
 Tuhan dengan membawa sifat pemaaf kepada  hambaNya.  Dan  dari
 kalangan  nabi-nabi  seperti  Ibrahim.  Ia sangat lemah-lembut
 terhadap masyarakatnya. Oleh masyarakatnya sendiri  ia  dibawa
 dan  dicampakkan  ke  dalam  api.  Tapi  tidak  lebih ia hanya
 berkata:
 
 "Cih! Kenapa kamu menyembah  sesuatu  selain  Allah?  Tidakkah
 kamu berakal?" (Qur'an, 21: 67)
 
 Atau seperti katanya:
 
 "Yang ikut aku, dia itulah yang di pihakku. Tapi terhadap yang
 membangkang kepadaku, Engkau Maha  Pengampun  dan  Penyayang."
 (Qur'an. 14: 36)
                                     (bersambung ke bagian 4/4)
 
 ---------------------------------------------

0 komentar:

Post a Comment

Just select text on the page and get instant translation from Google Translate!
Google Translate Client