Disalin dari Adz-Dzakhiirah edisi 02Dzulqo'dah 1423H
===============================
Sesungguhnya dalam Bahasa Arab terdapat
keistimewaan-keistimewaan,
diantaranya……perbendaharaannya yang melimpah
ruah,…. harta simpanannya yang menumpuk,….
mata airnya yang terus mengalir baik di musim hujan maupun
musim kemarau, ….serta taman-tamannya yang terus
berbunga dan mengeluarkan aroma wanginya yang
semerbak…..., akan tetapi tidak akan menjumpainya
melainkan siapa yang menyelam dalam dasar lautannya yang
dalam,…. dan memalingkan wajahnya
kearahnya,….. mengukur kedalaman hakikat &
rahasianya, duduk belajar diantara
rumah-rumahnya,….merindukan akan
kehadirannya,……serta mendatangi mata airnya
yang jernih nan bening.
Tidak sebagaimana bahasa-bahasa lainnya yang dapat
musnah, Bahasa Arab tidak demikian halnya, dikarenakan
diturunkannya Al Qur’an dalam Bahasa Arab, Allah
ta'ala berfirman :
“Dan demikianlah kami menurunkan Al Qur’an
dalam Bahasa Arab” (Thaha : 113)
“Dan sesungguhnya Al Qur’an ini benar-benar
diturunkan oleh Pencipta Semesta Alam, dia dibawa turun
oleh Ar ruh Al amin (Jibril), kedalam hatimu (Muhammad )
agar kamu menjadi salah seorang diantara orang-orang yang
memberi peringatan, dengan Bahasa Arab yang jelas”.
(As Syu’ara ; 192-195)
Umar bin Khatab berkata : “belajarlah Bahasa Arab
karena Bahasa Arab itu termasuk dari agama kalian, dan
belajarlah Faraidh karena Faraidh itu termasuk dari agama
kalian.”
Ibnu Taimiyyah berkata (dalam kitabnya I’thidha
shiratal mustaqim) : adapun membiasakan berbicara dengan
bahasa selain Bahasa Arab,( yang mana Bahasa Arab adalah
syi’ar agama Islam dan bahasa Al Qur’an)
hingga menjadi suatu kebiasaan bagi suatu negeri dan
penduduknya, atau penghuni rumah, atau seorang lelaki
kepada sahabatnya, atau pada penghuni pasar, atau
pemerintah, atau ahli pembukuan atau ahli fiqih, maka
tidak diragukan lagi hal ini tidak disukai (makruh),
karena yang demikian menyerupai orang-orang ajam.
Oleh karena itu kaum muslimin terdahulu tatkala menempati
Syam dan Mesir, sedangkan bahasa penduduk kedua negeri itu
bahasa Romawi, menempati negeri Iraq dan Khurasan,
sedangkan bahasa kedua negeri itu bahasa parsi, menempati
negeri Maroko sedangkan bahasa negeri itu bahasa Barbar,
kaum muslimin membiasakan penduduk negeri itu Bahasa Arab,
sehingga (seluruh) penduduk negeri itu baik yang muslim
maupun yang kafir berbicara Bahasa Arab.
Kemudian mereka meremehkan masalah bahasa (Arab), dan
membiasakan berbicara dengan bahasa parsi, sehingga bahasa
parsi menguasai mereka, dan menjadilah Bahasa Arab dijauhi
mereka. Tidak dapat diragukan lagi bahwa hal ini sesuatu
yang tidak disukai. Sesungguhnya jalan yang baik adalah
membiasakan berbicara Bahasa Arab, hingga anak-anak kecil
mengucapkan Bahasa Arab di kantor-kantor, rumah-rumah
sehingga nampak syiar Islam dan pemeluk agama Islam. Dan
yang demikian itu menjadikan lebih mudah bagi kaum
muslimin dalam memahami makna-makna Al Qur’an &
Sunnah dan perkataan salaf. Berbeda dengan orang yang
terbiasa dengan suatu bahasa kemudian ingin berpindah ke
bahasa lain maka hal ini akan sulit.
Dan ketahuilah bahwa membiasakan Bahasa Arab akan
mempengaruhi akal, akhlak dan agama dengan pengaruh yang
kuat dan jelas. Dan akan mempengaruhi juga bagi umat Islam
untuk meniru para salaf (yaitu sahabat dan tabi’in),
dan dengan meniru mereka, akan menambah akal, agama dan
akhlak.
Dan juga karena sesungguhnya nafas Bahasa Arab itu dari
agama, dan mengetahuinya adalah kewajiban yang wajib.
Maka jika memahami Kitab dan Sunnah adalah wajib, dan
tidak bisa dipahami melainkan dengan Bahasa Arab, dan
sesuatu yang wajib tidak sempurna kecuali dengannya, maka
dia itu wajib.
Kemudian Imam Ibnu Taimiyyah melanjutkan perkataannya
dalam kitabnya I.thidho Shirathal Mustaqim : “Adapun
berbicara dengan bahasa selain Bahasa Arab, dan menamakan
bulan-bulan mereka dengan nama selain Bahasa Arab, Abu
Muhammad al Karmani berkata : “:Bab menamai bulan
dengan bahasa Parsi.” Aku (Abu Muhammad al Karmani)
berkata kepada Imam Ahmad : ‘Bangsa Parsi mempunyai
hari-hari dan bulan-bulan yang mereka menamainya dengan
nama-nama yang engkau tidak tahu (bukan Bahasa Arab)
!.” Maka imam Ahmad sangat membenci hal itu.
Apa yang dikatakan oleh Imam Ahmad tentang ketidak sukaan
beliau dengan nama-nama (yang bukan berbahasa arab)
terdapat dua tujuan :
1. Jika tidak diketahui makna Islam, dan dimungkinkan
maknanya haram maka janganlah seorang muslim mengucapkan
apa yang tidak ia ketahui maknanya, oleh karena itu makruh
mengucapkan rukyah (pengobatan dengan doa) selain dengan
Bahasa Arab seperti bahasa Ibrani, Suryaniyah, atau
lainnya, karena dikhawatirkan didalamnya terkandung
makna-makna yang tidak diperbolehkan.
2. Ketidak sukaan Imam Ahmad akan terbiasanya seseorang
berbicara dengan selain Bahasa Arab, karena ucapan Bahasa
Arab adalah syi’ar Islam dan syi’ar penganut
agama Islam. Dan bahasa itu termasuk syi’ar yang
paling besar pada setiap ummat dan dengannya mereka
mempunyai keistimewaan oleh karena itu banyak dari
kalangan fuqoha atau sebagian besar dari mereka tidak suka
berdo’a dalam sholat dan berdzikir dengan bahasa
selain Bahasa Arab.
Imam Syafi’i rahimahullahu berkata dalam satu
riwayat : “Allah ta’ala menamakan orang yang
mencari karunia-Nya dengan cara jual beli Tujjar
(pedagang, bentuk jamak dari tajir ) dan bangsa Arab tetap
menamakan mereka dengan kata Tujjar. Kemudian Rasulullah,
menamakan mereka sebagaimana Allah ta’ala menamakan
mereka yaitu dengan kata Tujjar dengan berbahasa arab.
Sedangkan as samasirah (pedagang) adalah bukan Bahasa
Arab, dan kami tidak menyukai seseorang yang mengetahui
Bahasa Arab menamakan seorang pedagang kecuali dengan kata
Tajir (pedagang). Dan janganlah seseorang yang mampu
berbicara dengan Bahasa Arab kemudian ia menamakan sesuatu
dengan bahasa selain Bahasa Arab, yang demikian itu
dikarenakan bahwa lisan yang dipilih Allah adalah lisan
Arab, Allah turunkan kitab-Nya dengan Bahasa Arab dan
menjadikan lisan nabi-Nya yang terakhir Muhammad dengan
lisan Arab, oleh karena itu kami berkata : sepatutnya bagi
orang yang mampu mempelajari Bahasa Arab untuk
mempelajarinya, karena Bahasa Arab adalah lisan yang
paling utama (yang sepatutnya dicintai oleh seseorang)
dengan tanpa mengharamkan bagi seseorang untuk berbicara
selain dengan Bahasa Arab.”
Imam Ibnu Taimiyyah berkata : “Imam Syafii tidak
menyukai bagi seseorang yang mengetahui Bahasa Arab untuk
menamakan (sesuatu) dengan selain Bahasa Arab serta tidak
menyukai berbicara dengan Bahasa Arab dan bercampur dengan
selain Bahasa Arab. Dan inilah yang diriwayatkan dari para
Imam dari kalangan sahabat dan tabi’in.”
(lihat mukhtashor I’thido shirotol mustaqim hal
201-206)
Imam Ahmad berkata : “Diantara tanda keimanan orang
ajam (non Arab) adalah KECINTAANNYA kepada Bahasa
Arab”.
Guru kami Ustad Abdurrahman bin Abdul Karim Attamimi
menceritakan, beliau pernah bertemu dengan Dr. Ihsan
Ilahi Zhahir rahimahullahu dalam suatu jamuan makan malam
dirumah paman beliau di Surabaya. Dr. Ihsan Ilahi Zhahir
berkata : “Saya menguasai beberapa bahasa, yaitu
bahasa Inggris, bahasa urdu, bahasa Parsi dan bahasa Arab,
tetapi bahasa yang saya utamakan dan saya gunakan adalah
Bahasa Arab.“
Diantara ulama yang terkenal sebagai ahli Bahasa Arab dan
dipuji sebagai Imam Bahasa Arab adalah Muhammad bin Idris
As Syafi’i yang terkenal dengan nama Imam
Syafi’i. Berkata Al Hafidh Abu Nu’aim bin
Abdil Malik bin Muhammad bin Adi : “Saya mendengar
Rabi’ berulang kali mengatakan” : “Kalau
engkau melihat Syafi’i beserta penjelasan dan
kefasihannya yang sangat bagus, tentu engkau akan kagum.
Kalau seandainya ia mengarang kitab-kitab dengan Bahasa
Arab yang ia ucapkan dalam diskusinya, tentu kita tidak
akan mampu membaca kitab-kitabnya lantaran fasih dan
lafadh-lafadhnya yang aneh”. Hanya saja beliau
memudahkan dalam karangannya untuk orang awam.”
(siyar alamun nubala jilid 10 hal 74) .
Berkata Rabi bin Sulaiman : “Demi Allah, lisan
Syafi’i lebih besar dari kitab-kitabnya, kalau
seandainya kalian melihatnya (ketika berkhutbah) tentu
akan berkata : Ini bukan kitab-kitabnya”. (siyar
alamun nubala jilid 10 hal 48) .
Suatu kali datang seorang lelaki kepada Imam Syafii dan
berkata : “Sungguh sahabat-sahabat Abu Hanifah
adalah orang-orang yang fasih”, maka Imam syafii
mengucapkan bait-bait syiir (yang isinya menunjukkan
keunggulan dirinya dalam kefasihan Bahasa Arab) :
Andaikata seorang alim itu tidak tercela lantaran dijuluki
sebagai seorang penyair
dan hal itu mengurangi kehormatannya
tentu aku pada hari ini lebih mahir bersyiir dari labid
bin rabi’ah
Dan aku paling berani di medan pertempuran
dari segala pemberani dan paling kuat dari segala singa
Kalaulah bukan karena takut kepada Ar Rahman Rabbku
Saya mangira seluruh manusia akan menjadi budak dan
pembantuku
Bahasa Arab adalah bahasa Agama Islam dan bahasa Al
Qur’an, dan tidak akan dapat memahami kitab dan
Sunnah dengan pemahaman yang benar dan selamat (dari
penyelewangan) kecuali dengan Bahasa Arab.
Bahasa Arab adalah sesuatu yang diperlukan dalam agama
Islam, dengan menyepelekan dan menggampangkan Bahasa Arab
maka mengakibatkan lemah dalam memahami agama serta jahil
dalam masalah agama.
Adalah suatu hal yang sangat ironis, di sekolah-sekolah di
negeri kita, Bahasa Arab tersisihkan oleh bahasa-bahasa
lain, padahal mayoritas penduduk negeri kita adalah
beragama Islam, sehingga keadaan kaum muslimin di negeri
kita Indonesia sebagaimana yang kita lihat, jauh dari
tuntunan Allah ta'ala dan RasulNya. Dan hanya kepada
Allah-lah kita mohon pertolongan, dan padaNya kita
menyampaikan keluhan, serta tiada daya dan kekuatan
kecuali dengan pertolongan Allah ta'ala.
==================================
0 komentar:
Post a Comment